Dakwah dan Tantangannya di Era Global

Oleh Zamris Habib[1]
Abstraks
Memasuki era global dakwah “bit- tadwin”  (melalui buku, kitab dan media elektronika) berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dengan tetap  berpegang  “strategi mau’izah hasanah” adalah sangat efektif. Tentu saja harus didisain atau diproduksi oleh yang berkompeten sesuai dengan surat  Ali Imran 106,” hendaklah ada segolongan orang yang menyeru kepada yang makruf  dan mencegah kepada yang munkar”
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memasuki seluruh bidang kehidupan. Penemuan symbol-simbol sebagai bahasa komunikasi, penemuan mesin cetak, penemuan radio, televise dan computer dengan internet adalah suatu yang potensial yang bisa kita manfaatkan untuk berdakwah.
Konvergensi dari berbagai media tersebut dewasa mudah ditemukan pada masyarakat, misalnya sebuah laptop yang terkoneksi dengan internet bisa  mengakses siaran televisi, radio, koran, majalah dan jejaring social seperti facebook, twiter dan lain-lain.  Potensi perkembangan TIK inilah yang harus disiasati untuk kepentingan dakwah walaupun TIK itu sendiri adalah produk negara-negara Barat dengan menyiapkan berbagai sumber daya terutama sumber daya manusia di bidang ini sehingga berbagai media tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah.
Kata Kunci : dakwah; global,TIK.
Pendahuluan
Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang berbicara tentang dakwah, baik secara  lafzi maupun maknawi . Contoh ayat yang bermakna lafzi adalah firman Allah  “Dakwailah (serulah) mereka dengan hikmah dan maizha hasanah” Ayat ini menjelaskan tentang strategi dakwah. Adapun yang bermakna maknawi “hendaklah ada segolongan ummat yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada yang munkar dan merekalah orang-orang yang beruntung” (Surat Ali Imran : 106). Kalimat amar makruf dan nahi munkar secara definitif bermakna dakwah. Dakwah secara etmologi berasal dari Bahasa Arab beramakna seruan atau ajakan, dan seara terminology adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengajak orang  menuju kapada kebaikan  dengan niat ikhlas. Menurut Abu al Futuh dalam kitabnya  “Al Madkhal ila ‘l ilmi al dakwah” dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada seluruh manusia dan mempraktekannya dalam realitas kehidupan dan hakikat dakwah adalah penyampaian dan pembinaan.[2]
Memasuki era global seperti saat ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan atau media) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada“.[3] Dakwah bil Hikmah, yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bil-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Selain para nabi ada seorang hamba Allah SWT yg secara eksplisit disebutkan dalam Al Qur’an oleh Allah SWT diberi hikmah, yaitu Luqman, dan nama Luqman menjadi salah satu surah dalam mushhaf al Quran, yatu surat Luqman, surat ke 31. Luqmanul Hakim hidup sezaman dengan Nabi Dawud AS, yang juga diberi hikmah oleh Allah Swt.. Luqman adalah bapak filsafat sebagai filosof pertama Yunani, yaitu Empedockles berguru lepada Luqman kemudian menusul Pythagoras murid Empecdocles, setelah itu secara berturut-turut menyusul Socrates, Plato dan Aistoteles. Kelima filosof tersebut dalam rentangan kurun waktu antara zaman nabi Dawud AS hingga Nabi Isa AS. Salah satu murid Aristoteles  adalah Alexander  (Iskandar Zulkarnaen), ia belajar hikmah kepada Arioteles selama 20 tahun.[4] Dakwah dengan pendekatan philosofos yang dilaksanakan  Luqman adalah sebuah contoh dakwah bil hikmah.
Orientasi dakwah harus mengacu kepada pembuktian kemahabesaran Allah swt dengan cara-cara yang bisa diterima akal sehat. Untuk mendukung hal tersebut kajian-kajian syariat perlu disejajarkan dengan kajian-kajian non syariat yang merujuk kapada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena perkembangan teknologi terutama perkembangan teknologi komunikasi tidak hanya mempengaruhi satu bidang kehidupan masyarakat  melainkan hampir mempengaruhi seluruh bidang kehidupan.
Oleh sebab itu selain  memanfaatkan perkembangan teknologi itu sendiri dakwah juga diharapkan sebagai penyeimbang terhadap akibat dari perkembangan teknologi itu sendiri. Keragaman hidup duniawi, serbuan berbagai nilai yang bersifat hedonism dan konsumerisme dakwah dapat memberikan arahan  dan bimbingan agar umat tidak mengalami disorientasi dalam rumah peradaban dunia yang penuh dinamika.[5]
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pada tahun-tahun sebelum masehi, kemajuan proses komunikasi dimulai pada saat ditemukannya seperangkat lambang dan simbol-simbol yang dapat dipahami maknanya secara luas. Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya sejumlah sarana untuk menulis maupun menggambarkan lambang dan simbol-simbol tersebut. Meskipun pada akhirnya aksara atau huruf ditemukan, namun lambang dan simbol-simbol berupa gambar-gambar lebih dulu ditentukan sebagai pengganti suara dalam berkomunikasi.
Sedangkan untuk periode modern, meskipun mesin cetak ditemukan di Cina pada abad ke-10, namun teknologi komunikasi baru dinyatakan berkembang pada tahun 1440, tahun di mana mesin cetak yang lebih efisien ditemukan oleh Johannes Gutenberg mencetak Bibel untuk pertama kali, moment ini dianggap sebagai revolusi kedua di bidang komunikasi.
The early development of writing, paper, and printing took place in the Middle East and China. In 105 c.e. the Chinese began making paper from rags, but it was not until 700 c.e. that Arab traders brought this new technology to the West. Earlier, during the T’ang Dynasty in China (618-906 c.e.), Chinese printers used wooden blocks to print characters, than developed movable day type in 1000. The Koreans further refined the printing process by developing movable metal type in 1234. However, this inventions did not spawn a large printing industry. Printing did not evolve further until the fifteenth century when Johannes Gutenberg of Germany (re)discovered movable type and Europeans began to further develop and exploit the printing press.[6]
Film dimasukkan ke dalam kelompok komunikasi massa. Selain mengandung aspek hiburan dan informasi, juga memuat pesan edukatif. Namun aspek sosial kontrolnya tidak sekuat pada suratkabar atau televisi yang memang menyiarkan berita berdasarkan fakta. Fakta dalam film ditampilkan secara abstrak, tema cerita bertitik tolak dari fenomena yang terjadi di tengah masyarakat dan  dalam film, cerita dibuat secara imajinatif. Film sebagai alat komunikasi massa baru dimulai pada tahun 1901, ketika Ferdinand Zecca membuat film “The Story of Crime” di Perancis dan Edwar S. Porter membuat film “The Life of an American Fireman” tahun 1992.
Film suara baru ditemukan pada tahun 1927. Dari masa ke masa, film mengalami perkembangan, termasuk soal warna yang semula hitam putih sekarang sudah berwarna. Namun, film tidak disebut sebagai komunikasi atau media massa, karena media massa lebih berkonotasi kepada media yang memuat berita yang digarap oleh para reporter atau wartawan. Film lebih banyak difahami sebagai media hiburan semata yang diputar di bioskop dan televisi. [7]
Televisi mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat (AS) pada tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya “World’s Fair” di New York, namun sempat terhenti ketika terjadi Perang Dunia II. Sekarang , sudah sekitar 750 stasiun televisi terdapat di negara Paman Sam itu. Tak heran, bila televisi akhirnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari di seluruh penjuru AS dan merupakan kekuatan yang luar biasa dalam komunikasi massa. Lebih dari 75 juta pesawat televisi digunakan secara tetap.[8]
Pada tahun 1946, televisi dinikmati sebagai media massa ketika khalayak dapat menonton siaran Rapat Dewan Keamanan PBB di New York. Dewasa ini, setiap negara telah mempunyai pemancar televisi. Bahkan melalui parabola yang terhubung dengan satelit, pemirsa dapat menikmati siaran dari luar negaranya seperti yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian arus berita dan informasi lewat televisi semakin beragam.
Namun demikian, penyiaran televisi ke rumah pertama dilakukan pada tahun 1928 secara terbatas ke rumah tiga orang eksekutif General Electric, menggunakan alat yang sederhana. Sedangkan penyiaran televise secara elektrik pertama kali dilakukan pada tahun 1936 oleh British Broadcasting Coorporation. Semetara di Jerman penyiaran TV pertama kali terjadi pada tanggal 11 Mei 1939. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama Nipko, sebagai pengahargaan terhadap Paul Nikov.[9]
Televisi selain menyajikan aspek hiburan, juga menyiarkan berita, yang ada antaranya bersifat sosial kontrol. Karena itu, televisi sebagai media massa telah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat di rumah tangga masing-masing.
Sebagai media massa yang muncul belakangan dibandingkan media cetak, televisi baru berperan selama tiga puluh tahun. ‘Kotak ajaib’ ini sendiri lahir setelah adanya beberapa penemuan tekhnologi, seperti telepon, telegraf, fotografi (yang bergerak dan tidak bergerak) serta rekaman suara. Terlepas dari semua itu, pada kenyataannya media televisi kini dapat dibahas secara mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya.
Bangsa Indonesia baru pada tahun 1962 mendirikan stasiun televise mlik Pemerintah yaitu TVRI dalam rangka mensukseskan Asian Games 1963. Selanjutnya pada thun 1976 Bangsa Indonesia mengadakan lompatan dalam dunia komuniasi dengan diluncurkannya satelit komunikasi dengan nama Sistem Komunikasi  Satelit Domestik (SKSD) Palapa, pada waktu itu Indonesia adalah Negara kedua setelah Canada dan Negara pertama di Asia yang memiliki satelit.
Komputer pertama yang bernama Colossus 1, dibuat di Amerika Serikat pada awal tahun 1941. Perkembangan-perkembangan sebelumnya, yang merintis lahirnya komputer modern adalah dimulai dari berkembangnya aljabar logik dari George Boole (Inggris), yang dikembangkan oleh Charles Babbage yang menghasilkan kalkulator manikal yang dinamakan ‘Differential Engine’.
Dari perkembangan tersebutlah, lalu pada tahun 1937 seorang insyinyur Amerika, Howard Aiken merancang IBM Mark 7, yang menjadi cikal-bakal dari komputer besar masa kini, yang mengunakan tabung hampa udara dan memiliki tombol-tombol elektromagnetik, bukan elektronik.  Komputer elektronik yang pertama yang telah dituliskan bernama Colossus 1, akhirnya dibuat oleh Alan Turing dan M.H.A Neuman, untuk pemerintah Britania di universitas Manchester.[10]
Dari kemunculan komputer inilah yang di kemudian hari terus berkemembang dan akhirnya lahirlah internet  sebagai media baru. Tahun 1972 merupakan awal kelahiran jaringan internet, yaitu dengan adanya proyek yang menghubungkan antara jaringan komunikasi pada jaringan komputer ARPANET. Proyek tersebut telah menetapkan sebuah metoda baru untuk menghubungkan berbagai macam jaringan yang berbeda yang dikenal sebagai konsep gateway. Pada tahun 1973-1977, dikembangkan protokol TCP/IP (Transmission Control/Internetworking Protocol). Protokol ini digunakan untuk pengiriman informasi yang dikenal sebagai paket (packet).[11]
Internet baru dimanfaatkan di Indonesia pada tahun 1996. Seseorang yang mempunyai pesawat komputer dapat menyambungkannya dengan jaringan komputer lainnya lewat satelit melalui provider. Perbedaannnya dengan teknologi komunikasi lainnya bahwa internet bersifat individual.
Era Globalisasi dan Informasi
Telah sepuluh tahun kita memasuki melenium ketiga sejak tahun 2000, era ini sering dinamakan orang dengan era globalisasi karena didorong oleh kemajuan  informasi yang telah menjadi power ketiga setelah kekuasaan dan uang. Pada era ini persaingan adalah suatu konsekuensi logis dari  percaturan skala global dalam dunia tanpa batas (bordeless world). Untuk itu memenangkan persaingan profesionalitas merupakan kata kunci yang harus diupayakan, profesional dalam bekerja, profesional dalam pelayanan dan sebagainya yang harus didukung oleh tenaga-tenaga yang berkualitas. Suatu yang mustahil bagi kita untuk memenangkan suatu persaingan bila cara kerja tidak profesional. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita bisa bersaing mengahadapi percaturan tingkat global sekarang ini di saat kita sedang terpuruk oleh krisis ekonomi dan sumber daya manusia yang kurang memadai ?
AFTA tahun 2003 telah mulai, Cina-AFTA tahun 2010 sudah dicanangkan. Waktu berjalan terus dan tidak pernah menunggu, globalisasi mau tidak mau atau suka tidak suka pasti akan datang dan bahkan sudah mulai. Ibarat banjir, globalisasi tidak akan menunggu dengan alasan bahwa kita sedang  sakit, dan  banjir akan datang pada waktunya tanpa peduli dengan kondisi orang lain. Oleh karena itu mempersiapkan diri menghadapinya adalah suatu sikap penting terlepas ekonomi dan sumber daya yang ada masih lemah. Untuk itu bagi kita perlu membuat langkah strategis dan taktis yang smart (cerdas) termasuk strategi berdakwah.
Kenichi Ohmay [12] dalam tulisannya ‘The End of The Nation State” (Berakhirnya Negara Bangsa – 1995) mengatakan bahwa globalisasi tersebut ditandai dengan “four I’s” atau ”4 huruf I”, yaitu Investment, Industry, Information Technology, dan Individual Cosumer. Dalam era negara tanpa batas ini seseorang tidak lagi mempertimbangkan ini negara saya atau bukan, tidak peduli negara tersebut jauh dari tanah airnya, sebab mereka sudah menjadi penduduk desa global (Global Village).yang ditunjang oleh “Information and Communication Technology” (ICT). Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi orang tidak akan merasakan jauh dari manapun walaupun ia berada di seberang dunia sana.[13] Teknologi satelit, telepon seluler dan perkembangan internet dengan keunggulan e-mailnya hubungan menjadi mudah antara penduduk di berbagai negara tanpa hambatan,  kapan saja bisa dihubungi bahkan bisa menerapkan teleworking (bekerja secara jarak jauh, bisa di rumah atau di negara lain), telemeeting (rapat jarak jauh), dan tele-edukasi atau pelatihan dan pendidikan jarak jauh, bahkan akhir-akhir ini telah berkembang jejaring social seperti Facebook dan Twitter yang sangat fenomenal.
Akibat logis dari berbagai agreement baik AFTA, Cina-AFTA, APEC dan  lain-lain serta akibat dari globalisasi yang “boderless world” adalah polusi tatanilai yang masuk melalui media komunikasi yang pada gilirannya terkikisnya nilai-nilai agama dan moral serta budaya. Hal tersebut perlu disikapi dengan sangat kritis yang diiringi dengan bil hikmah yang didasari oleh prinsip amar makruf nahi munkar
Peran Media
Ratio perbandingan masyarakat yang membaca Koran ternyata lebih rendah daripada menonton televise atau internet Di samping itu serbuan serbuan informasi dari berbagai media massa ternyata melebihi kapasitas ingatan manusia sehingga khalayak terbebani. Asumsi ini tidak berlebihan sebagaimana ditulis oleh Neuman, bahwa setiap hari televise memperlihatkan 3.600 image permenit, radio rata menyiarkan kata-kata 100 kata permenit, dan internet menyajikan rata-rata 150.000 perhari.[14] Pada saat televise mengangkat realitas social dalam berbagai film (sinetron)  dan telenovela maka kekuatan televise dan kekuatan masyarakat terakumulasi ke dalam pengaruh yang luar biasa terhadap media telvisi itu sendiri. Hal ini terlihat dengan begitu besar kegemaran masyarakat terhadap televise serta secara fungsional televise telah terstuktur dalam masyarakat.[15]
Konvergensi perusahaan media juga melahirkan grup media yang dapat memanfaatkan penyebaran berita dalam membentuk opini untuk disebarkan ke berbagai jenis media yang berbeda di bawah naungan grupnya. Sebuah grup MNC di bidang media seperti CNN yang sering jadi rujukan media masa dunia, atau MNC di Indonesia, misalnya, yang menaungi beberapa media TV, radio, surat kabar, internet dll. Sehingga  melalui media massa dapat membentuk realitas kehidupan masyarakat sejalan dengan kapitalis neo liberalism. Di era globaisasi saat ini media massa mempunyai peranan penting dalam membentuk pola hidup masyarakat. Media massa berlomba-lomba menyuguhkan acara atau pemberitaan tertentu yang dapat menarik minat khalayak, sesuai dengan fungsi media massa sebagai media informasi, media pendidikan dan hiburan. Bahkan dewasa ini media massa dikategorikan sebagai The Third Power (kekuatan atau kekuasaan ke tiga) setelah money (uang) dan power (kekuasaan) itu sendiri. Dengan demikian para penguasa ekonomi (baca konglomerat) dan penguasa negara berlomba-lomba untuk mendirikan media atau membeli perusahaan media yang ada. Pencitraan (image) telah menjadi mode bagi kalangan politisi dewasa ini, lihat dalam kampanye calon legislatif dan calon presiden telah memanfaatkan media massa dalam kampanye mereka. Shirly Biagy menyatakan bahwa dana kampanye banyak dihabiskan melalui media massa terutama televisi.”The rising cost of national political campaigns is directly connected to the expence of television advertising. TV is very efficient way to reach large numbers of people quickly, but campaigning for television also distances the candidates from direct public contact.[16]
Perubahan Paradigma
Disengaja atau tidak arus informasi internasional yang dikuasai oleh kecanggihan teknologi komunikasi kini kelihatan didukung oleh konsep kebebasan informasi menurut pandangan barat (filsafat liberalism).[17] Perkembangan teknologi komunikasi juga mengakibatkan perubahan institusi seperti perubahan lembaga-lembaga pendidikan, munculnya system pendidikan Jarak Jauh atau terbuka, e-learning, distance and open learning dll. Dalam bidang ekonomi dan perdagangangan, dengan munculnya e- Banking, e-comers, e-money, dan resesvasi tiket pesawat dan hotel melalui internet.dalam bidang dakwah sudah muncul cyber dakwah, dakwah on line, situs I Love Islam, dan life style.  Konsekuensi dari semua itu media massa yang dulunya adalah lembaga social sekarang berkembang menjadi institusi industri yang yang umumnya  berorientasi  kepada profit.
Dakwah dan Tantangannya
Media massa dengan kecanggihan teknologinya saat ini lebih memudahkan proses penyebaran dakwah. Paul Lazarsfeld dan Robert K Merton juga melihat media dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan.[18] Sejalan dengan itu harus dipahami manfaat dan mudharat teknologi informasi dan komunikasi, serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan kita, bukan tujuan-tujuan  mereka (pembuat dan pencipta teknologi) . Artinya kita sebagai pengguna informasi baik sebagai subjek atau pun objek jangan sampai terjebak  dengan kepentingan-kepentingan yang tersembunyi dabalik kecanggihan media tersebut.
Dengan demikian tantangan para dai untuk berdakwah  semakin tinggi, disaat akses terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan  komunikasi semakin terbuka akan tetapi dilain pihak profesionalisme lembaga dakwah dan para dai dituntut lebih baik, serta tantangan yang paling berat adalah dikala memanfaatkan media yang yang sudah menjadi industry yang profitable untuk tujuan dakwah, dibalik pesan-pesan yang disampaikan. Sebab  pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin diabaikan
Disinilah titik perjuangan atau jihad di bidang dakwah oleh para dai atau lembaga dakwah, dimana kalau dulu bangsa-bangsa  berjuang menguasai wilayah atau berjuang untuk kemerdekaan wilayahnya, sekarang orang mulai berjuang bidang baru yaitu informasi  agar tidak dikendalikan oleh yang menguasai informasi,[19] dalam rangka membebaskan umat dari dari sifat-sifat kejahiliahan modern dengan pendekatan bil hikmah.  Menurut Sayid Quthub (1997:22 dalam Enjang As, dkk) dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apabila memperhatikan tiga factor. Pertama, keadaan dan situasi orang-orang yang didakwahi. Kedua, ada atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka tidak merasa keberatan dengan beban materi tersebut. Ketiga, metode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi pada saat itu.[20]
Pada akhir abad ke 20an di dunia muslim lahir sebuah kesadaran untuk membangun paradigm baru yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan (sintesis) antara paradidigma Timur dan Barat, dan sekaligus dapat menjadi paradigma alternative yang dapat menyembatani perbedaan yang cukup controversial antara paradigma  timur yang disebut-sebut paradigm yang disebut sabagai pradigma yang bersifat mistis, religious, serta alamiah denga paradigm Barat yang bersifat positivistik, mekanistik, dan ilmiah. Di mana keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.[21] Memahami paradigma dan komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung dan akhirnya dapat diketahui apa yang dapat diperbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.[22]
Merubah paradigma berpikir dan budaya kerja adalah langkah strategis yang harus dimulai sekarang ini juga (tanpa menunda sedetikpun), yaitu agar  berorientasi kepada sasaran khalayak dan ummah (to client or market oriented) dengan pendekatan “bil hikmah wal mauizah hasanah” dan dengan pemanfaatan media (bi al-tadwin). Langkah strategis tersebut harus diimbangi dengan sumber daya yang berkualitas yang akan menjadi juru dakwah behind the media, behind the technology, behind the screen dan on the screen. Tujuannya adalah menyadarkan kaum muslimin, mendidik jiwa mereka dan membekalinya dengan ketakwaan yang cukup untuk memperlihatkan kepadanya keharusan menyatukan barisan.[23]
Seperti media internet yang akhir-akhir ini perkembangannya sangat fenomenal memiliki pengaruh langsung yang sangat kuat kepada pembacanya. Internet mampu menggerakkan prilaku massa sesuai dengan arah yang dikehendakinya. Kenyataanya massa tidak memiliki daya apa-apa, sehingga karena kehalustajamannya itu, Jalaluddian Rakhmat melukiskannya ibarat seorang pasien yang tidak berdaya apa-apa setelah dimasuki sejenis serum melalui jarumkecil dalam tubuh.[24] Fenomena tersebut dapat kita amati dengan terbentuknya  keluarga-keluarga besar elektronik bersatu dalam jaringan social dan jaringkan kerja yang lebih besar, Jaringan-jaringan  tersebut akan memberikan jasa pelayan sosial atau bisnis yang diperlukan melalui asosiasi-asosiasi.[25] Jaringan social di dunia maya tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sarana dakwah. Tentu saja kita tidak boleh melupakan  dan mengabaikan tenaga-tenaga yang akan mengisi aktifitas dakwah di mesjid-mesjid dan majelis taklim. Wallahu a’lam bissawab.
Daftar Pustaka
1.      Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, Psikologi dakwah, Jakara Kencana, 2009
2.      http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah, 30 Juni 2010
3.      Aep Kusnawan, M.Ag, dkk, Dimensi Ilmu Dakwah, Widya Padjadjaran, Bandung 2009.
4.      Fathul Wahid, e-Dakwah : Dakwah Melalui Internet, Gava Media, Yogyakarta, 2004.
5.      Joseph Straubhaar, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, United States of America, Wadsworth Group.
6.      Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, Jakarta, PT RinekaCipta, 1996.
7.      Mufid, Muhammad, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,  Jakarta: Prenada MediaGroup, 2007.
8. Yenne, Bill, Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia.
9.      Sutanta, Edhy, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005.
10.  Sadiman, Arief  S, Dr. dan Drs. Zamris Habib, MSi, Penerapan Teknologi Pendidikan memasuki Milenium III pada Sektor Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah, dalam Jurnal Teknodik, no. 8/IV/Teknodik/Mei/2000, Pustekkom, Jakarta.
11.  Russel, W, Neuman,, et. Al, Common Knowledge, News an the Communication of Political Meaning, The University of Chicago Press, Chicago, 1992.
12.  Burhan Bungin, M. Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana, Jakata, 2004, 48.
13.  Biagy, Shirly, Media Impact n Introduction to Mass Media, Wadswoth Publishing Compny, Belmont, California, 1995.
14.  Muis, A. Komunikasi Islami, PT Remaja Karya, Bandung, 2001, hal 19.
15.  Wiliam, L. Rivers, dan W. Jensen, Jay, Media Massa dan Masyarakat Modern, Terjemahan, Prenada Grup, Jakarta, 2008.
16.  Sardar,  Ziauddin, Information and Muslim World : A Strategy for 21’st Century, 1988/Tantangan Dunia Islam Abad 21, Mizan. Bandung, 1988.
  1. Enjang As, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Pendekatan Filosofis dan Praktis, Widya Padjadjaran,  Bandung, 2009,
  2. Enjang As, Dimensi Ilmu Dakwah, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009.
19.  Mulyana, Dedy, Komunikasi Antar Budaya, Roda Jaya, Bandung 2005.
20.  Ar-Rasyid, Ahmad Muhammad, Khittah Dakwah, Robbani Press, Jakarta, 2005 Rakmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1988.
21. Toffler, Alvin, The Third Wave, Panca Simpati, Jakarta, 1973

  [1] Dosen Ilmu Komunikasi FAI UMJ dan UIN Syahid Jakarta.
[2] Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, Psikologi dakwah, Jakara Kencana, 2009
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah, 30 Juni 2010
[4] Aep Kusnawan, M.Ag, dkk, Dimensi Ilmu Dakwah, Widya Padjadjaran, Bandung 2009, hal. 4.
[5] . Fathul Wahid, e-Dakwah : Dakwah Melalui Internet, Gava Media, Yogyakarta, 24, hal.25.
[6] Joseph Straubhaar, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, United States of America, Wadsworth Group, 2002, h. 70.
[7] Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, op. cit, h. 27.
[8] Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta, PT RinekaCipta, 1996), h. 6.
[9]Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: Prenada MediaGroup, 2007),  h. 29.
[10]Bill Yenne, Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia, op.cit, h. 198.
[11]Edhy Sutanta, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005), h. 13.
[12] Pernah menjadi konsultan Lee Kwan You dan Mahatir Muhammad, tulisan tsb. berasal dari ceramahnya di CSIS, Jakarta, 1995
[13] Arief S Sadiman dan Zamris Habib, Penerapan Teknologi Pendidikan memasuki Milenium III pada Sektor Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah, dalam Jurnal Teknodik, no. 8/IV/Teknodik/Mei/2000, Pustekkom, Jakarta, hal.25.
[14] Russel, W, Neuman,, et.al, Common Knowledge, News an the Communication of Political Meaning, The University of Chicago Press, Chicago, 1992, hal. 90.
[15] Burhan Bungin, M. Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana, Jakata, 2004, 48.
[16] Shirly Biagy, Media Impact and Introduction to Mass Media, Wadswoth Publishing Compny, Belmont, California, 1995.
[17] Muis, A. Komunikasi Islami, PT Remaja Karya, Bandung, 2001, hal 19.
[18] L. Rivers, Wiliam dan W. Jensen, Jay, Media Massa dan Masyarakat Modern, Terjemahan, Prenada Grup, Jakarta, 2008, hal. 35.
[19] Ziauddin Sardar, Information and Muslim World : A Strategy for 21’st Century, 1988/Tantangan Dunia Islam Abad 21, Mizan. Bnadung, 1988.
[20] Enjang As, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Pendekatan Filosofis danPraktis, Widya Padjadjaran, Bandung,, 2009, hal. 89.
[21] Enjang As, dalam Dimensi Ilmu Dakwah, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hal. 85.
[22] Mulyana, dedy, Komunikasi Antar Budaya, Roda Jaya, Bandung 2005, ha. 12.
[23] Ar-Rasyid, Ahmad Muhammad, Khittah Dakwah, Robbani Press, Jakarta, 2005, hal. 337.
[24] Rakmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1988, hal.88
[25] Alvin Toffler, The Third Wave, Panca Simpati, Jakarta, 1973
http://zamrishabib.wordpress.com/2010/10/20/dakwah-dan-tantangannya-di-era-global/