Bahasa Komunikasi dalam Al-Qur’an

Salah satu di antara term yang digunakan Alquran dalam mengungkap bahasa komunikasi adalah al-qaul. Dalam penyampaian informasi yang baik, Alquran menunjuk enam model bahasa, yaitu: qaulan sadīdā, qaulan balīgā, qaulan ma³sūrā, qaulan layyinā, qaulan karīmā, dan qaulan ma’rūfā.

Kata sadīdā berarti “yang betul, yang teguh”. Jadi, qaulan sadīdā dapat diartikan dengan bahasa yang benar dan tegas. Dalam Alquran, perintah menggunakan qaulan sadīdā disebut dua kali, yaitu QS al-Nisā’/4: 9 dan QS al-Ahzāb/33: 70. Jika kedua ayat tersebut dianalisis lebih jauh, akan ditemukan bahwa penggunaan qaulan sadīdā selalu didahului dengan perintah bertakwa kepada Allah. Selain itu, pada ayat pertama perkataan tersebut didahului dengan perlunya memikirkan kesejahteraan keturunan di belakang hari; dan pada ayat kedua, diikuti dengan janji Allah yang akan membaikkan amal, mengampuni dosa, dan memberikan keberuntungan yang besar bagi orang yang berbuat taat (QS al-Ahzāb/33: 71). Dari sini dapat dipetik dua hal: (1) qaulan sadīdā adalah ciri khas dari bahasa orang yang bertakwa; (2) penggunaan qaulan sadīdā selalu berkenaan dengan materi, dalam arti penyelesaian masalah tersebut harus diucapkan dengan bahasa yang tegas, adil, dan tidak berat sebelah.

Konsep Politik dalam Kisah Żū al-Qarnain

Kisah Żū al-Qarnain termuat dalam QS al-Kahfi/18: 83-98. Uraian kisahnya menggambarkan bahwa tokoh yang bernama Żū al-Qarnain memiliki wilayah kekuasaan yang cukup luas, yang terbentang dari Barat sampai ke Timur. Dalam menjalankan kekuasaannya, ia dicintai oleh rakyatnya karena kemampuannya dalam berlaku adil dan bijaksana. Salah satu dari keberhasilannya dalam mengambil simpati rakyatnya ialah membangun sebuah benteng yang kokoh untuk melindungi mereka dari ancaman kerusakan Ya’jūj dan Ma’jūj.

Teori evolusi: Perspektif Kisah Kejadian Adam dalam Alqur'an

J. B. de Lamarck (1774-1829 M) yang digelar sebagai Bapak Evolusi, mengatakan bahwa kehidupan yang ada, berkembang dari tumbuh-tumbuhan menuju kepada binatang, kemudian dari binatang menuju kepada manusia. Perubahan dan perkembangan organisme tubuh yang hidup, dapat terjadi karena digunakan, diterlantarkan, atau karena musibah. Sementara itu, Charles Darwin (1809-1882 M) mengatakan bahwa secara natural selection (seleksi alam), kera mengalami perubahan sedikit demi sedikit, yang dalam jenisnya yang paling sempurna menuju ke arah wujud kemanusiaan.
Mushaf yang dihasilkan oleh panitia pembukuan Alquran pada masa Khalifah ‘Uśmān ibn ‘Affān, tulisannya tidak seperti bentuk tulisan yang dikenal sekarang. Pada saat itu, tulisan dalam mushaf ‘uśmāniy tidak memiliki syakl (baris diakritikal), seperti tanda fathah, kasrah, dan dammah. Begitu pula tidak memiliki tanda nuqat al-i’jām (titik), seperti titik satu di bawah huruf ba (ب), titik dua di atas huruf ta (ت), atau titik tiga di atas huruf śa (ث). Mushaf standar itu dibaca oleh umat Islam selama 40 tahun.

Bahasa Komunikasi dalam Alquran

Salah satu di antara term yang digunakan Alquran dalam mengungkap bahasa komunikasi adalah al-qaul. Dalam penyampaian informasi yang baik, Alquran menunjuk enam model bahasa, yaitu: qaulan sadīdā, qaulan balīgā, qaulan ma³sūrā, qaulan layyinā, qaulan karīmā, dan qaulan ma’rūfā.

Kata sadīdā berarti “yang betul, yang teguh”. Jadi, qaulan sadīdā dapat diartikan dengan bahasa yang benar dan tegas. Dalam Alquran, perintah menggunakan qaulan sadīdā disebut dua kali, yaitu QS al-Nisā’/4: 9 dan QS al-Ahzāb/33: 70. Jika kedua ayat tersebut dianalisis lebih jauh, akan ditemukan bahwa penggunaan qaulan sadīdā selalu didahului dengan perintah bertakwa kepada Allah. Selain itu, pada ayat pertama perkataan tersebut didahului dengan perlunya memikirkan kesejahteraan keturunan di belakang hari; dan pada ayat kedua, diikuti dengan janji Allah yang akan membaikkan amal, mengampuni dosa, dan memberikan keberuntungan yang besar bagi orang yang berbuat taat (QS al-Ahzāb/33: 71). Dari sini dapat dipetik dua hal: (1) qaulan sadīdā adalah ciri khas dari bahasa orang yang bertakwa; (2) penggunaan qaulan sadīdā selalu berkenaan dengan materi, dalam arti penyelesaian masalah tersebut harus diucapkan dengan bahasa yang tegas, adil, dan tidak berat sebelah.

Kata balīgā berarti “yang fasih berkata-kata, petah lidah”. Jadi, qaulan balīgā adalah perkataan yang fasih dan efektif. Dalam Alquran, perintah menggunakan qaulan balīgā ditegaskan dalam QS al-Nisā’/4: 63). Dalam konteks ayat ini, perintah menggunakan bahasa yang fasih ditujukan kepada orang-orang munafik. Dengan demikian, qaulan balīgā adalah bahasa yang harus digunakan dalam berdialog dengan orang-orang munafik.

Kata maisūrā berarti “yang mudah, gampang”. Jadi, qaulan maisūrā adalah bahasa yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit, dan tepat pada sasaran. Ayat yang memerintahkan menggunakan qaulan maisūrā adalah QS al-Isrā’/17: 28. Ayat sebelumnya membicarakan tentang perlunya membantu kerabat dekat yang kesulitan, orang-orang miskin dan ibn al-sabīl. Kemudian pada ayat ini, ditegaskan bahwa jika kamu tidak mampu membantu mereka, maka berdalihlah dengan bahasa yang baik dan tidak berbelit-belit, supaya mereka tidak kecewa. Dengan demikian, qaulan maisūrā adalah bahasa yang tepat digunakan untuk menolak pengemis atau peminta sumbangan yang secara kebetulan tidak dapat dipenuhi permintaannya.

Kata layyinā berarti “yang lembut, senang diajar”. Jadi, qaulan layyinā adalah bahasa yang lembut dan halus. Ayat yang menunjukkan penggunaan bahasa tersebut adalah QS Tāhā/20: 44. Ayat ini menjelaskan kisah Nabi Musa dan Nabi Harun yang diperintahkan oleh Allah untuk meluruskan kelaliman Fir’aun dengan bahasa yang lembut. Dengan demikian, qaulan layyinā adalah bahasa yang tepat digunakan untuk berdialog dengan penguasa yang lalim (melampaui batas).

Kata karīmā berarti “yang mulia, yang dihormati”. Jika kata itu dihubungkan dengan kata qaulan sehingga menjadi qaulan karīmā, maka ia berarti “perkataan yang mudah lagi disukai”. Ayat yang memerintahkan penggunaan bahasa ini adalah QS al-Isrā’/17: 23. Ayat ini berkenaan dengan perintah berbuat baik dan larangan berkata-kata yang tidak pantas kepada kedua orang tua. Dengan demikian, qaulan karīmā adalah bahasa yang harus digunakan dalam berdialog dengan kedua orang tua.

Kata ma’rūfā berarti “yang dikenal, yang masyhur, kebajikan”. Jadi, qaulan ma’rūfā adalah bahasa yang baik sesuai yang dipahami audiens. Perintah menggunakan bahasa tersebut ditemukan dalam QS al-Nisā’/4: 5. Tema ayat ini berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim yang masih dalam pengampuan (belum sempurna akalnya). Dengan demikian, qaulan ma’rūfā adalah bahasa yang tepat digunakan dalam berdialog dengan anak yatim yang masih di bawah perwalian, terutama dalam memberikan informasi mengenai harta benda mereka.



Strategi Dakwah Dalam Al-Qur’an

Dakwah menurut bahasa “berarti mengajak, menyeru atau memanggil”. Adapun menurut istilah, dakwah adalah “mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah, demi kebahagiaan dan kemaslahatan mereka di dunia dan di akhirat”. Dari sini dapat dipahami bahwa dakwah tidak hanya dikhususkan kepada umat Islam, tetapi kepada seluruh umat manusia. Dari segi manapun dakwah itu diarahkan, maka tujuan sentralnya adalah menginginkan perubahan pada diri setiap individu atau kelompok masyarakat sehingga mereka hidup bahagia di dunia maupun di akhirat.

KORELASI ANTARA ISLAM DENGAN ILMU PENGETAHUAN

Oleh: H. Ma'mun Efendi Nur, Ph.D

(Dosen Pasca Sarjana UIKA Bogor)

Islam salah satu agama yang dianut lebih dari satu milyar seratus juta orang di seluruh penjuru dunia sejak diperkenalkan Sang Pencipta Allah swt sangat identik dengan ilmu pengetahuan. Pesan Tuhan Yang Maha Esa pertama kali kepada lelaki pilihan-Nya Muhammad saw adalah perintah membaca secara multi dimension:

اقـرأ باســم ربك  الذي خلق   خلق الإنســان الإنسـان من علق اقـرأ وربك الأكرم

الذي علم بالقلم  علم الإنســان ما لم يعلم

"Bacalah dengan menyebut Tuhanmu Sang Pencipta Telah menciptakan dari segumpal darah yang menggantung. Bacalah dan Tuhanmu yang Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (baca tulis. Mengajarkan manusia dari segala sesuatu yang tidak diketahuinya menjadi tahu)" (QS. al-Alaq 1-5) .

Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad saw adalah ommy/tidak mengerti akan tulisan namun -tidak bodoh tentunya- terbukti saat turun pesan-pesan itu beliau hanya menjawab berulang kali "ma ana biqari'/aku tidak bisa membaca". Dari pesan-pesan pertama tersebut memuat hal-hal sebagai berikut:

  1. Esensi Al-Qur'an adalah bacaan dan renungan (sentuhan fikir dan dzikir) .
  2. Mencakup :

a.   Bacaan dilihat dari sudut pandang surah Al-Qiyamah : 17-18 yang artinya : "Kami telah mengumpulkan Al-Qur'an, maka jika Kami membacanya ikutilah bacaannya".

b.Renungan dilihat dari sisi firman-Nya : "Kami telah turunkan Az-Zikr dan Kami pulalah yang menjaganya".

  1. Ungkapan bacaan dalam format kata kerja yang beragam dalam al-Qur'an terdapat 16 kali, begitu pula dalam hadis-hadis Rasul saw di samping dijumpai ayat-ayat Al-Qur'an yang memfokuskan pada ilmu pengetahuan yang jumlahnya tidak sedikit mencapai sekitar 850 .

Islam sumber utamanya adalah Al-Qur'an, dan wahyu pertamanya adalah perintah membaca (5 ayat surat Al-Alaq) sebagaimana diungkapkan di atas, perintah awal dalam ayat pertama surah tersebut meliputi (bacaan dan tujuannya) yaitu Allah SWT Tuhan yang memiliki sifat Maha Mulia. sementara perintah kedua membaca dalam ayat ke 3 dan 4 meliputi (metode bacaan dan lingkupnya) dikuatkan dengan surah An-Nahl ayat 125 : "Serulah/ajaklah orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah yang baik".

Wahyu awal menyimpan dua motif/dimensi  :

a. Bacaan bagi Rasul saw untuk ummatnya secara langsung.

b. Bacaan secara tidak langsung bagian dari missi inti Al-Qur'an/pesan moral. terulang perintah membaca dua kali mengindikasikan bahwa din al-Islam memiliki missi yang bersifat universal mengarah kepada kesejahteraan dan peradaban dunia .

Prof. Dr. Syed Hussein Nasr menyatakan : "Perkembangan peradaban manusia sangat tergantung pada dua unsur penting bagi manusia itu sendiri. (membaca ilmu pengetahuan dan penjabaran ilmu pengetahuan itu sendiri)".

Mari kita perhatikan dampak dari membaca yang dipesankan al-Qur'an berulang-ulang yang dikaitkan dengan sisi aktivitas Rasul saw dan para sahabatnya yang terfokus pada perhatian terhadap Al-Qur'an itu sendiri. Pada periode awal (turunnya AL-Qur'an) meliputi :

a.  Penafsiran wahyu.

b. Perkembangan penafsiran Al-Qur'an. Periode pasca turunnya al-Qur'an "Ekspansi territorial kekuasaan Islam dengan terjadinya akulturasi budaya luar".

Terjadinya terjemaha Al-Qur'an dan buku-buku ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran, gerakan publikasi ilmu pengetahuan dan munculnya para ilmuwan seperti : "Ibn Sina/Avecin, al-Maqrizi, Abas bin Vernas Ibn Rusyd dan lainnya sampai ke Indonesia dengan gerakan terjemahan Al-Qur'an dan buku-buku ke-Islam-an sebagai asset dan referensi dakwah Islam. Prof. Abderrazaq Nawfal menyatakan dalam bukunya Al-Qur'an wa al-Elm al-Hadis/al-Qur'an dan sains modern :
"Petunjuk al-Qur'an bagi non Arab banyak menyentuh aspek sains, yang membuatnya tertarik padanya, sehingga di sinilah adanya mukjizat al-Qur'an dari aspek ilmu pengetahuan".

Mari kita perhatikan Rashed Khalefah salah satu pakar matematika dari Mesir yang mengisyaratkan sisi-sisi ilmiah al-basmalah di samping terkandung di dalamnya nilai-nilai moral dan hikmah :

  1. Mukjizat al-Qur'an tentang (angka 19). Lafaz al-Jalalah/Allah (2698 = 19×132), ar-Rahman (57 = 19×3), ar-Rahim sama dengan jumlah surah
    (114 = 19×6), ayat-ayat pertama turun jumlah katanya
    (76 19×4) dan angka 19 tersebut dari Basmalah/بســم الله الرحمن الرحيــم .
  2. Kesatuan alam, teori ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa planet sebelumnya menyatu dengan planet-planet lain, setelah terjadi berbagai kejadian maka menjadi terpisah, dalam hal ini Allah swt berfirmamn dalam surah Al Anbiya' ayat 30 : أولم ير الذين كفـروا أن السـموات والأرض كانتـا رتقـا ففتقنـاهما وجعلنـا من الماء كل شـيء حـي أفلا يـؤمنـون "Dan apakah orang-orang kafir tidak memperhatikanbahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah menyatu,kemudia Kami pisahkan antara keduanya,dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu menjadi hidup,maka mengapa mereka tidaklah beriman??".

3.  Semakin tinggi terjadi kekurangan oksigen
(نقص الأكسجين), Allah berfirman : (فمن يرد الله أن يهديه يشـرح صـدره للإسـلام ومن يرد أن يضـله يجعل صـدره ضـيقا حرجا كأنما يصـعد في السـماء)
"Maka barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan petunjuk, niscaya Dia melapangkan hatinya untuk memeluk Islam, dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah jadikan dadanya/ hatinya terasa sesak lagi sempit bagaikan mendaki ke atas/langit" al-An'am  : 125 .

4.   Pembuahan melalui udara/angin, lihat firman Allah : (وأرسـلنا الرياح لواقح فأنـزلـنا من السـماء ماء فأسـقيناكموه وما أنتم له بخازنين) "Dan Kami kirim/tiup udara/angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan), dan Kami turunkan dari langit air hujan lalu  Kami sirami/beri minum kamu dengan air tersebut dan sekali-kali bukan kamu yang menyimpan/ menampungnya"
al-Hijr : 22 .

5.  Segala sesuatu tercipta dari dua unsur, lihat firman Allah : (ومن كل شـيء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون) "Dan dari segala sesuatu Kami citkan berpasangan –laki-laki dan perempuan- agar kamu selalu ingat" az-Zariyat : 49, begitu juga tumbuh-tumbuhan : (ومن كل الثمرات جعل فـيها زوجين اثنين) "Dan dari buah-buahan Dia jadikan dua pasangan" ar-Ra'd : 3, termasuk zarrah adanya proton dan neutron .

namun demikian al-Qur'an bukan buku ilmu pengetahuan/sains modern, akan tetapi kitab petunjuk Allah swt untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa "hudan lil muttaqin/petunjuk dan guide bagi orang-orang yang bertakwa". Sebagaimana petunjuk juga bagi manusia-manusia yang belum beriman "hudan li an-nas/petunjuk dan guide bagi semua orang".

Islam tidak mengenal dekotomi ilmu pengetahuan semua satu, namun dalam mengarahkannya memperhatikan beberapa skala prioritas sehingga terjadi aturan dan tatanan hukum dalam pencariannya, ada yang dikelompokkan dalam kategori fardhu ain/primer dan ada yang digolongkan fardhu kifayah/sekunder. Standar skala prioritas tentunya yang erat hubungannya dengan keyakinan yang benar dan pengamalannya dalam format ibadah mahdah/khusus, dalam konteks ini adalah mengenal dasar-dasar Islam yang ter-cover dalam al-Aqidah/ideologi dan al-Syari'ah/hukum -masalah-masalah yang mendasar pengetahuan Islam secara individu yang membentuk hubungan dengan Tuhan Sang Alim dekat- yang secara simboliknya tercakup pada pengetahuan, penghayatan dan pengamalan sendi-sendi/arkan al-Iman enam dan pilar-pilar/arkan al-Islam lima, dengan pendekatan all in one system/tariqah al-wahdah, bukan terpisah -sebagaimana fenomena yang kita saksikan moton ilmu-ilmu agama dalam pengertian yang kaku dan sempit- bertujuan mengaplikasikan hakekat pesan awal iqra bismi rabbika allazi khalaq "berilmu dan beramaliah dalam konteks ke-Tuhan-an dan ke-manusia-an" bukan sebaliknya seperti halnya yang terjadi di negara-negara sekuler .

Para ahli Islam (ulama/ilmuwan) telah mengelompokkan dua kategori pencarian ilmu dimaksud (antara fardhu ain dan fardhu kifayah) yang berkonotasi bahwa bagian awal/fardhu ain pada hal-hal yang berhubungan erat dengan Islam langsung/habl min Allah, sementara fardhu kifayah diorientasikan pada yang non dimaksud yang disebut ilmu-ilmu bersifat duniawi seperti ilmu-ilmu sosial, eksak, sains dan teknologi, namun demikian klasifikasi tersebut tidak facum pada pengelompokkan dimaksud karena salah satu sumber Islam adalah ijtihad, maka disini perlu adanya pengembangan pemikiran dan cakupan lain yang kembali kepada skala prioritas dimaksud di atas dalam konteks "maslahah amah/kepetingan umum umat" yang bersifat kekinian, dengan tetap memperhatikan pendekatan di atas. Maka bisa terjadi seakan kebalikannya antara pencarian ilmu pengetahuan yang kelompok fardhu ain/primer menjadi fardhu kifayah/sekunder dalam memperhatikan pesan awal al-Qur'an tadi .

Jika masalah-masalah sosial, sains, dan teknologi
dikategorikan pencariannya bersifat fardhu kifayah/sekunder seperti dalam klasifikasinya -kala itu- maka untuk konteks sekarang bisa jadi posisinya menjadi fardhu ain/primer yang bukan berarti mengganti posisi dasar-dasar ilmu pengetahuan Islam murni (al-Aqidah dan al-Syari'ah) tadi, namun ilmu-ilmu tersebut sangat urgen untuk dicari dan digali oleh setiap muslim dengan formulasi satu kesatuan tentunya dalam bingkai dua fondasi Islam dimaksud, sebab dalam tatanan kaidah hukum Islam "jika fardhu kifayah/sekunder kurang mendapat perhatian maka nilainya sama dengan fardhu ain/primer yang berakibat fatal/dosa bagi semua muslim". Barangkali disinilah yang dimaksud gagasan Islamisasi Ilmu yang dipelopori oleh pakar-pakat kita seperti Naquib al-Attas .

Memperhatikan    fenomena   pasang  surut  yang   terjadi   pada   umat   Islam

bukanIslamnya dalam aspek vital, ini akibat dari pemahaman tentang lingkup ilmu yang masih dibilang sempit dan terkadang liberal tanpa mengenal batas dan aturan, maka sudah barang tentu imbasnya pada pencariannya termasuk aplikasinya .

Dalam mengkaji ulang masalah ini sebagai rujukan primer yang paling dominan objektifitasnya kembali kepada metode Rasul saw dan para sahabatnya diantaranya dengan sarananya yaitu Masjid Nabawi yang multi fungsi bukan saja untuk shalat lima waktu dan Jum'atan namun untuk pencarian ilmu pengetahuan secara umum dan membahas berbagai persoalan yang tidak terikat,

Mesjid Agung Jawa Tengah keberadaannya sebagai manifestasi dari eksistensi risalah masajid merujuk kepada Masjid Nabawi Medinah yang multi fungsi disamping fungsi dasarnya -sarana penegakan salat- dan Jum'atan tentunya, salah satu fungsi lainnya adalah didirikannya lembaga-lembaga dan badan-badan lain seperti Perpustakaan, Musium -konfensional dan digital-, Zakat dan lainnya, sehingga dengan demikian Mesjid Agung Jawa Tengah menggabungkan 2 manajemen dunia dan akhirat yang sering kita baca dan dengar dalam doa sapu jagat umat Islam : ربنـا آتنـا في الدنيـا حسـنة وفي الآخـرة حســنة وقنـا عـذاب النار. Kita beri apresisasi kepada para penggagas dan pengelolanya dengan iringan doa جـزاهم الله  جـزاء حسـنا : .

Jika sekarang terjadi yang tidak bisa dihindari adanya lembaga-lembaga pendidikan agama dan umum seperti di Indonesia, barangkali orientasinya hanya pembagian tugas agar mengarah pada profesionalisme bukan pembatasan dalam arti dekotomi tadi, dan Indonesia bukan suatu Negara agama tertentu dan juga bukan Negara sekuler, namun demikian mari kita isi dalamnya dengan ilmu dan amal yang mengarah pada dua dimensi masalahat/kepentingan hubungan baik dan benar dengan Tuhan dan hubungan baik dan benar dengan manusia dan lingkungan sebagai wujud pengamalan : "Iqra bismi Rabbika alladzi khalaq (bacalah dengan selalu berikrar dengan Tuhanmu yang menciptakan)". Sehingga akan tercapai pernyataan-Nya : "Niscaya Allah mengangkat martabat orang-orang beriman yang menuntut ilmu dan menyampaikannya". Seraya menuju sasaran rahmat-Nya di Negeri ini karena sosok ilmuwannya menebarkan perdamaian melalui ilmu yang dimilikinya sebagai bukti pernyataan-Nya: "Tentunya hanya para ulama/ilmuwan yang merasa terkontrol oleh Allah".

Demikian sajian  kami dengan harapan semoga ada manfaatnya sekecil apapun.

http://mpiuika.wordpress.com/2010/01/05/korelasi-antara-islam-dengan-ilmu-pengetahuan/

SISI LAIN KEBIJAKAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN

Kebijakan publik merupakan alat control terhadap masyarakat melalui beberapa aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan Kebijakan selama ini dijalankan oleh para apartus state ataupun para elite negara tanpa memperhatikan kepentingan pemakai kebijakan. Hal ini berarti kebijakan yang dibuat bersifat sepihak saja dan para elite Negara tersebut telah menodai amanah kebijakan publik. Makna kebijakan publik telah melenceng dari kenyataannya, yang seharusnya membela kepentingan rakyat melalui prasarana kebijakan yang lebih partisipatif.