Teori evolusi: Perspektif Kisah Kejadian Adam dalam Alqur'an

J. B. de Lamarck (1774-1829 M) yang digelar sebagai Bapak Evolusi, mengatakan bahwa kehidupan yang ada, berkembang dari tumbuh-tumbuhan menuju kepada binatang, kemudian dari binatang menuju kepada manusia. Perubahan dan perkembangan organisme tubuh yang hidup, dapat terjadi karena digunakan, diterlantarkan, atau karena musibah. Sementara itu, Charles Darwin (1809-1882 M) mengatakan bahwa secara natural selection (seleksi alam), kera mengalami perubahan sedikit demi sedikit, yang dalam jenisnya yang paling sempurna menuju ke arah wujud kemanusiaan.

Pada tahun 1915, A. Keith menemukan bahwa ciri-ciri anatomis murni manusia sama dengan ciri-ciri anatomis kera besar. Kesamaan antara kedua spesies itu tidak dapat dielakkan, baik dari sudut pandang anatomis maupun biologis. Berdasar pada penemuan itu, Klaatsch berkesimpulan bahwa manusia tidak langsung berasal dari kera primat (kera modern), tetapi berasal dari keturunan spesies kera umum yang merupakan nenek moyang kera modern dan manusia. Dalam perjalanan evolusinya, manusia yang ada sekarang berasal dari Australopithecus, yang sedikit demi sedikit berubah menjadi Homo Erectus, kemudian berubah menjadi Cro-Magnon, dan akhirnya berevolusi menjadi Manusia Modern seperti sekarang ini.

Teori Evolusi Kreatif
Pada teori evolusi pasif yang disebutkan terdahulu, tampaknya ada mata rantai yang hilang (missing link) yang menghubungkan antara spesies kera dan nenek moyang manusia. Berdasar kenyataan itu, maka para ahli paleontologi membuat teori baru yang disebut dengan teori evolusi kreatif, yakni proses evolusi melalui mutasi genetika. Teori ini dikembangkan oleh E. Genet-Varcin, yang beranggapan bahwa evolusi yang terjadi di alam ini bukan melalui seleksi alam, tetapi melalui penciptaan generasi baru yang berbeda dari induknya. Terjadinya perubahan makhluk dari yang amat primitif bersel tunggal menjadi makhluk yang bersel kompleks seperti manusia, bukan sesuatu yang aneh, sebab telah terjadi ribuan atau bahkan jutaan mutasi genetika, sampai mencapai tingkat evolusi sempurna seperti keadaan sekarang.

Setelah melalui rentangan proses evolusi yang demikian panjang dalam waktu jutaan tahun, maka sampailah manusia pada bentuk kesempurnaan yang jauh melebihi makhluk sebelumnya dalam berbagai aspek, baik fisik maupun mental. Dari segi fisik, misalnya, dengan postur tubuh yang berdiri tegak lurus, manusia dapat bergerak lebih lincah dan cekatan dalam melakukan aktivitas yang diperintahkan otak. Dengan begitu, lahirlah karya-karya spektakuler manusia, sebagai wujud rasa dan karsanya. Dari segi mental, manusia mempunyai daya nalar yang sangat luar biasa, sebuah potensi yang tidak dimiliki oleh induk awalnya. Potensi inilah yang menyebabkan manusia mampu menciptakan teknologi dan memiliki kebudayaan yang tinggi di bandingkan dengan kera yang memiliki induk awal yang sama.

Tanggapan Ulama tentang Teori Evolusi
Sebagian besar ulama menolak teori evolusi pasif. Al-Afganiy, misalnya, mengatakan bahwa meski ada beberapa kenyataan yang dialami oleh makhluk-makhluk tertentu yang dianggap sama dengan teori evolusi pasif, tetapi kenyataan tersebut sama sekali tidak dapat membenarkan teori tersebut. Mengenai contoh yang dikemukakan oleh Darwin tentang adanya sekelompok orang yang sudah terbiasa memotong ekor anjingnya, dan kebiasaan itu sudah dilakukan berabad-abad, mengakibatkan anjing-anjing mereka lahir tanpa ekor. Contoh ini dapat dilemahkan oleh kebiasaan orang-orang Ibrani dan orang-orang Arab yang sudah beribu-ribu tahun mengkhitan anak laki-lakinya, tetapi sampai sekarang belum pernah ditemukan ada bayi laki-laki yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan. Muhammad Quthub, dalam menolak teori evolusi pasif mengatakan bahwa, manusia mempunyai ciri psikologis tertentu yang sama sekali tidak dimiliki oleh kera. Ciri-ciri tersebut adalah: (1) kemampuan berpikir secara umum dan khusus, (2) kesatuan nisbi dan tindakan rasionalnya, yakni terjadinya pemisahan antara akal dan kelakuan, serta (3) adanya kelompok kesatuan sosial, seperti suku, bangsa, kasta, dan agama.

Nashruddin Baidan, meski menolak teori evolusi pasif, tetapi ia mendukung teori evolusi kreatif. Menurutnya, teori mutasi genetika terasa lebih cocok dengan pemahaman ayat-ayat Alquran, sebab proses penciptaan manusia tidak terjadi sekaligus, tetapi melewati tahap-tahap sesuai dengan kehendak Tuhan dalam firman-Nya: kun fa yakūn (QS Ali ‘Imrān/3/89: 39). Perubahan postur tubuh dari berjalan merangkak menjadi berjalan tegak lurus, merupakan realisasi dari firman-Nya: la qad khalaqnā al-insāna fiy ahsani taqwīm (QS al-Tīn/95/28: 4). Meski demikian, di akhir uraiannya ia mengatakan bahwa, terlepas setuju atau tidaknya terhadap teori evolusi, yang perlu diyakini adalah Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan. Kalau keyakinan ini sudah tertanam, maka tidak ada masalah tentang teknik penciptaan, baik melalui evolusi maupun tidak. Yang jelas, Adam tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan melalui proses hukum alam.

Dalam kaitan ini, al-‘Aqqad berkata bahwa teori evolusi belum dapat dipastikan kebenarannya, karena pendukung teori tersebut belum dapat menunjukkan satu binatang yang mengalami evolusi dari jenis yang satu ke jenis lain. Namun, teori evolusi juga tidak dapat dikatakan mutlak salah, sebab penciptaan manusia dari tanah tidak mengingkari terjadinya evolusi dari tanah menjadi bukan tanah. Menurut Umar Syihab, Alquran membuka jalan selebar-lebarnya untuk meneliti dan merenungkan segala sesuatu. Alquran sama sekali tidak merintangi manusia untuk mengetahui sesuatu yang bermanfaat. Apabila seseorang menggunakan ayat-ayat Alquran untuk mendukung sebuah teori ilmiah yang belum terbukti kebenarannya, sama halnya dengan menyalahkan sebuah teori yang belum bisa dipastikan kebenaran dan kekeliruannya.

Kisah Kejadian Adam dalam Alquran

Jika diperhatikan ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang proses penciptaan Adam, ditemukan beberapa indikasi yang mendukung pendapat ulama yang menentang teori evolusi. Indikasi-indikasi yang dimaksud, antara lain:

§ Dalam QS Sād/38/38: 75 mengindikasikan bahwa Tuhan menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri.

§ Penggunaan kata ganti tunggal (inniy) dalam QS Sād/38/38: 71 dan QS al-Hijr/15/54: 28 mengindikasikan bahwa tidak ada campur tangan selain Tuhan dalam proses penciptaan Adam dari tanah.

§ QS Sād/38/38: 72 dan QS al-Hijr (15/45): 29 menyebutkan bahwa setelah Adam terbentuk dari tanah, maka Tuhan meniupkan roh-Nya ke dalam diri Adam. Ini mengindikasikan bahwa roh Tuhan yang ada pada diri manusia, untuk pertama kalinya ditiupkan Tuhan ke dalam diri Adam.

Beberapa indikasi yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa Adam diciptakan langsung oleh Tuhan dari tanah, bukan sebagai hasil evolusi dari kera, baik melalui seleksi alam maupun melalui mutasi genetika. Namun, di sisi lain, ditemukan juga adanya indikasi untuk mempertimbangkan kebenaran teori evolusi, antara lain:

§ Pada proses penciptaan Adam sebagaimana yang disebutkan dalam QS al-A’rāf/7/39: 11, Tuhan menggunakan kata ganti plural (khalaqnākum/sawwarnākum). Ini menunjukkan bahwa ada keterlibatan selain Tuhan dalam proses penciptaan dan pembentukan Adam. Keterlibatan selain Tuhan di sini, bisa saja melalui hasil seleksi alam atau melalui mutasi genetika.

§ Dalam QS Sād/38/38: 72 dan QS al-Hijr/15/54 terdapat kata sawwaituhu yang berarti menegakkan. Kata ini memberi kemungkinan makna bahwa Adam berasal dari keturunan makhluk yang semula tubuhnya bungkuk, kemudian berevolusi menjadi tegak sehingga semakin sempurna bentuknya.

§ Kata khalifah (pengganti) dalam QS al-Baqarah/2/87: 30, bisa saja berarti bahwa Adam adalah manusia pertama sebagai pengganti spesies induk awalnya, baik proses penggantian itu melalui seleksi alam maupun melalui mutasi genetika.