LOGIKA SEBAGAI PENALARAN

LOGIKA SEBAGAI PENALARAN
1. DEFINISI LOGIKA
Logika berasal dari bahasa yunani, kata sifat ,” logike “ yang berhubungan dengan kata logos yang berarti perkataan sebagai mani festasi dan pkiran manusia.
Dengan berpikir atau bernalar merupakan suatu bentuk kegiatan akal Ratio manusia dengan pengetahuan yang kita terima melalui panca indra di olah dan di tujukan untuk mencapai kebenaran.
Aktipitas berfikir adalah berdialok dengan diri sendiri dalam batin dengan mani festasinya adalah : mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolongkan-menggolongkan, meneliti jalan pikiran, membahas realitas dan lain-lain.
Didalam aktivitas berpikir itulah di tunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat kebenaran berpikir dan sesuai dengan penggarisan logika yang di sebut berpikir logis.
Sedangkan yang bertentangan dengan penggarisan logika di sebut tidak logis, yang bermuara kepada kesesatan pikiran yang menimbulkan kesesatan tindakan manusia.
Telah di ketahui bahwa adalah salah satu cabang pengetahuan filsafat yang terbagi atas logika formal, dan logika materiil. Dengan demikian logika atau ilmu penalaran daparlah di rumuskan / di definisikan sebagai berikut :
a. ilmu pengetahuan yang merumuskan tentang hokum-hukum asas-asas, aturan –aturan, atau kaidah-kaidah tentang berpikir yang harus di taati supaya kita dapat berpikir tepat / benar dan mencapai kebenaran.
b. Ilmu pengetahuan yang memelajari aktivitas akal / ratio manusia di pandang dari segi benar atau salah.
2. PEMBAGIAN LOGIKA
Dalam pembahasan tetang logika ini terdapat beberapa istilah yaitu:
a. logika naturalis.
Artinya manusia itu berfikir menurut kodrat atau fitrahnya secara ;almiah. Dapat di katakan bahwa logika itu setua dengan umur manusia, berarti sejak itu telah ada dalam bentuknya yang sederhana. Misalnya : manusia bisa berfikir secara peraktis bahwa si A berbeda dengan si B, makan tidak sama dengan tidur dan lain-lain.
b. Logika ilmiah.
Yaitu apa bila manusia di berikan bimbingan secara sistematis untuk menguasai pola-pola berfikir secara teratur sesuai dengan hokum-hukum ketetapan atau kebenaran berfikir.
c. Logika artificialis,
Yaitu kaidah-kaidah yang merupakan ajaran-ajaran tentang berfikir benar, tetapi menut teradisi Aris Toteles yang merumuskan ilmu tenntang kaidah-kaidah berfikir benar dan secara sistimatis. Misalnya : manusia di hadapkan kepada problema-problema yang sulit di pecahkan.
d. Logika formal dan logika materiil.
Yaitu yang mempelajari asas-asas, atau kaidah-kaidah,aturan-aturan atau hokum-hukum berpikir yang harus di taati, agar supaya kita berpikir
Dengan tepat /benar dan mencapai kebenaran. Jadi bagaimana seharusnya kita dengan baik sesuai dengan aturan untuk itu.logika materil adalah mempersoalkan isi/materi pengetahuan dan bagaimana caranya mempertanggung jawabkan isi pengtahuan itu.dengan demikian mempelajari tentang :
a. sumber-sumber dan asalnya pengetahuan itu.
b. Alat-alat pengetahuan itu.
c. Proses pengetahuan itu.
d. Kemungkinan-kemungkinan dan batas-batas penjelajahan pengetahuan.
e. Metode ilmu pengetahuan
f. Kebenaran dan kekeliruan
3. HAKEKAT PENALARAN
Suatu proses berpikir dan menarik suatu kesimpulan pengetahuan di sbut penalaran. Pada hakekatnya manusia itu adalah mahkluk yang berpikir, bernalar, beremosi, bersikap dan beramal. Sikap dan pengalamanya bersumber pada pengetahuan nya melalui aktivitas berpikir, bernalar dan beremosi.
Hasil penalarannya adalah pengetahuan yang berkaitan dengan aktivitas berpikir dan bukan aktivitas emosi.walaupun tokoh B . pascal mengatakan bahwa hati manusiapun mempunyai logokanya sendiri. Namun demikian tidaklah semua aktivitas itu melandaskan penalaran. Jadi penalaran adalah aktivitas berpikir yang mempunyai karakteristik berpikir tertentu dalam menemukan kebenaran itu.
Dan kebenaran bersipat individual oleh karenaitu aktivitas bepikir menusia berguna menghasilkan pengetahuan yang benar , jadi setiap jalan yang benar itu juga berbeda-beda. Manusia memiliki kebenarn sebagai landasan bagi proses penemuan kebenaran itu.
Penalaran sebagai aktivitas berpikir mempunyai dua buah cirri-ciri sebagai berikut:
A. adanya pola berpikir yang di sebut logoka atau proses berpikir logis.
B. Adanya sifat analitik dari proses berpikir manusia. Penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang memakai logikanya sendiri pula. Sipat anlitik ini adalah konsekkuensi dari adanya suatu pola tertentu. Misalnya dalam menyusun Hipotesis.
4. PENALARAN DAN SUMBER PENGETAHUAN
Produk penalaran adalah pengetahuan, oleh karena itu sebagai sumber lahirnya ilmu pengetahuan dan penemuan ilmiah biasanya berkenaan dengan timbulnya keheranan atau menonjolnya suatu gejala yang mendorong di lakukanya penelitian .
Dalam kehidupan ini , mnusia melihat masa lalu memikirkan masalah itu dan mengamati dengan cermat, kemudian menghubung-huibungkan hasil pengamatanya itu
Dalam hipotesos adanya wahyu Allah maka dapatlah di katakan bahwa ada empat sumber [engetahuan manusia yaitu :
1. pikiran manusia , hal ini melahirkan faham Rationalisme yang berpendapat bahwa sumber satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah Rationya (akal budinya ).dan melahirkan paham “intelektualisme” dalam dunia pendidikan.
2. pengalaman manusia. Dengan ini munculnya aliran Empirisme yang di pelopori o0leh John locke . manusia di lahirkan sebagai kertas putih . pengalaman lah yang akan memberikan lukisan kepadanya. Dunia Empiris merupakan sumber pengetahuanutama.
3. intuisi manusia. Akalu pengetahuan di peroleh melalaui rational dan empiris yang merupakan produk dari suatu rangkaian .penalaran maka intuisi merupakan pengetahuan yang di peroleh tanp[a melaui proses penalaran.
5. BERFIKIR LOGIS DAN PENALARAN
Kemampuan menggunakan penalaran dan pemecahan masalah sangat penting dalam kehidupan terutama bagi para lmuan dan calon mahasiswa.
Barpikir: adalah suatu proses mental yang membuat reaksi yang baik terhadap benda, tempat, kemampuan berpikir banyak di tunjang oleh –paktor latihan, bahwa orang yang saling berhadapan dengan problem, kemudian memikirkan dan menemukan cara pemecahannya, akan mempunyai daya kemepuan berpikir secara baik, bila dapat memecahkan masalah yang kadar kepelikanya sama atau lebih rendah. Kemampuan berpikir itu ada dua macam
1. bersifat recall.
seorang yang berpikir tentang suatu objek yang ada terjadi, seperti tempat, benda, orang, peristiwa yang benar-benarterjadi (di sebut juga recall thinking ).
2. bersifat imaginative.
Bagi seorang imaginative /calon ilmuan, kemampuan berpikir yang di tuntut bukan sekedar recall thinking, tetapi yang harus mampu pula memikirkan hal/kejadian yang belum terjadi, dalam arti dapat memikirkan bentuk obyek/kejadian yang akan terjadi dalam iamginasinya /khayalanya (imaginative thinking ).
Dalam menghadapi fenomena tertentu di carilah sebabnya latar belakangnya, bahkan dalammenjumpai sesuatu sebab, dia dapat memikirkan dan memperkirakan dalam imaginasi tentang apa yang akan terjadi , jadi kemampuan berp[ikir slalu menggunakan amagintif dan sistematik tertentu haruslah di dukung oleh logika yang kuat.
Berpikir semacam ini di sebut juga berpikir logis,menarik keimpulan dari adanya suatu hubungan kausal itulah yang di sebut sebagai “penalaran”.


PERKEMBANGAN SAINS DAN IMPLIKASI FILOSOFISNYA

PERKEMBANGAN SAINS DAN IMPLIKASI FILOSOFISNYA

Pendahuluan
Paradigma baru yang diharapkan Goswani untuk tumbuh menggantikan materialisme ilmiah sampai kini masih dalam proses pemunculannya. Paradigma sebagai cara pandang terhadap dunia – atau keseluruhan konstelasi kepercayaan dan nilai yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains menurut pengertian Thomas Kuhn – hingga saat ini masih didominasi oleh pandangan positivisme – materialistik. Meskipun demikian, kesadaran akan urgensinya paradigma baru yang lebih mampu memahami realitas sekaligus membangun dunia yang lebih dialogis, ekologis, dan manusiawi merupakan modal dasar dan pendorong utama bagi kita untuk merajut benang-benang gagasan dan pemikiran menjadi sebuah pandangan dunia yang terpola, sistematis, berguna dan applicable.
Secara tak semena-mena, perkembangan internal sains modern bergerak kearah yang semakin lama semakin menggoyahkan prinsip-prinsip dasar sains modern itu sendiri. Telah semakin banyak sarjana, pemikir, ilmuan, cendekiawan, dan filsuf yang tampil menggugat secara radikal (mengakar, mendasar). Pandangan dunia yang menjadi aumsi-asumsi dasar sains modern, yaitu apa yang kita sebut sebagai paradigma Cartesian – Newtonian, positivisme atau materialisme ilmiah.
Bahwa paradigma ini secara praktis masih menghegemoni dunia kontemporer, itu adalah hal yang lain namun, dari komunitas ilmiah sendiri telah muncul suatu kesadaran, bahwa paradigma Cartesian – Newtonian kian rapuh untuk dapat memberikan pemaknaan terhadap derasnya kemunculan berbagai fenomena dunia global baik fenomena alamiah meupun fenomena social. Setidaknya kaum ilmuan dan pemikir telah lebih rendah hati untuk tidak lagi menganggap paradigma Cartesian – Newtonian sebagai satu-satunya pandangan dunia. Dalam penulisan makalah ini kita perlu mempelajari sejauh mana perkembangan sains modern komteporer dengan segenap implikasi-implikasi teoritis dan praktisnya. Khususnya ditinjau dari perspektif filosofis yang kesemuanya dikaitkan dengan upaya kita membangun paradigma baru alternatif.

A. Studi Beberapa Teori dan Konsep Fisika dan Biologi.
Dalam penulisan makalah ini, kita memfokuskan pada perkembangan sains Fisika dan Biologi. Terdapat beberapa alasan mengapa kita memilih kedua bidang study tersebut.
Pertama, Fisika merupakan sains yang paling mendominasi wacana ilmiah modern selama tiga ratus terakhir. Bersama dengan Matematika, fisikan dapat dikatakan sebagai sains primer yang membentuk wajah dunia modern. Kecuali itu, fisika telah sempat menjadi ratu sains atau model bagi sains lainnya pada era paradigma positivisme.
Kedua, perkembangan sains fisika cukup menajubkan dan mengejutkan karena selain perkembangan yang revolusioner jika mengarah kepada penggembosan pondasi-pondasi sains modern itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa fisika merupakan pembangunan utama dan sekaligus penggoyang utama bangunan paradigma Cartesian – Newtonian.
Ketiga, Biologi merupakan sains yang juga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan wacana modern memalui konsep-konsep seperti evolusi, rekayasa genetika, atau hibrida. Banyak sarjana yang mengemukakan bahwa era fisika telah digantikan oleh era biologi menyusul kemajuan pesat dalam study biologi dengan munculnya biologi molekuler dan tekhnik rekayasa genetika. Isu-isu global yang peka seperti aborsi, pergantian jenis kelamin, transplantasi organ, dan koloning mengindikasikan kebenaran pernyataan banyak sarjana itu.
Keempat, biologi merupakan sains yang terkait dengan system-sistem hidup, khususnya organisme. Kajian ini, tentu, sangat erat kaitannya dengan tema pokok makalah ini, yaitu membangun paradigma baru yang non mekanistik, non linier, non kuantitatif ; yang kesemua karakter ini lebih dipenuhi oleh system-sistem hidup.
Adapun temuan-temuan, teori-teori dan konsep-konsep yang akan kita elaborasi dari dua bidang study tersebut dicurahkan kepada teori-teoiri dan konsep-konsep yang signifikan dan relevan dengan tema pokok makalah ini. Yang di kategorikan sebagai signifikan adalah teori dan konsep yang cukup berpengaruh penting dalam dinamika internal sains fisika, dan biologi. Sedangkan teori dan konsep yang relevan adalah teori/konsep ilmiah yang selaras dengan upaya pembentukan paradigma yang holistik – ekologis. Meskipun kenyataannya kecendrungan mutakhir secara internal dalam dunia fisika dan biologi mengarah kepada paradigma yang non – Cartesian – Newtonian, pada dasarnya refleksi filosofis telah bekerja dalam penilaian akan “ kecendrungan “ tersebut. Temuan-temuan atau teori-teori dalam sains fisika dan biologi merupakan fakta-fakta yang hanya akan bermakna bagi pembentukan paradigma baru jika disorot dalam persepktif dan refleksi filosofis.
Konsep-konsep atau teori-teori sains fisika dan biologi yang akan kita bahas satu persatu adalah :
1. Teori Relativitas (Albert Einstein).
2. Teori Kuantum (Interpretasi Copenhagen).
3. Fisika bootsrap.
4. Dissipative Structure (Ilya Prigogine)
5. Biologi molekuler, Genetika Neurostience.
6. Evolusi.
Kesemua teori dan konsep ini dideskripsikan secara singkat dan padat. Lalu, kita elaborasi implikasi-implikasi filosofisnya yaitu implikasi-implikasi terhadap asumsi-asumsi dasar terhadap realitas dan ilmu pengetahuan. Asumsi dasar itu dapat berupa cara pandang ontologis, efistemologis, kosmologis, ekologis, atau antropologis. Tentunya, pembahasan yang dilakuakan tidaklah rigid menurut urutan tersebut, melainkan bersifat interrelasi dan interkoneksi sebagaimana halnya segenap teori / konsep tersebut.

B. Implikasi-Implikasi Filosofis.
Ian Barbaur berpendapat bahwa terdapat dua gagasan sentral tentang implikasi filosofis yang dikemukakan teori kuantum, yaitu : (1) Peran subjek / pengamat, dan (2) Pandangan Holisme. Peran aktif subjek atau pengamat dalam mengkontruksi relaitas ini dinyatakan oleh John Wheeler, seorang ahli kontemporer fisika kuantum, bahwa kita adalah seorang pengamat yang mencipta alam semesta ( an observer-created universe ). Fisika modern memberikan pelajaran epistemology kepada kita, kata Barbaur, tentang partisipasi aktif pengamatan dalam mengkontruksi objek yang kita amati melalui pilihan, rancangan dan mentode yang kita lakukan.
Menurut Morris Berman, implikasi filosofis yang paling utama dari utama dari teori kuantum adalah tidak ada kesatuan apapun yang independen dari pengamat ( there is no such thing as an independent observe ). Kesadaaran kita, prilaku kita, menjadi bagian eskperimen dan tidak ada batasan yang jelas antara subjek dan objek. Kita adalah para partisipan aktif dalam dunia yang hendak kita gambarkan. Kesadaran inilah yang disebut Berman sebagai kesadaran berpartisipasi ( Partisipating con sciousness ). Kesadaran epistemologis – antologis inilah yang ditumbuhkan oleg teori kuantum. Heisenberg berkata,
‘ melupakan bahwa dalam drama eksistensi kita sendir adalah pemain dan penonton sekaligus adalah dapat dimengerti bahwa dalam relasi ilmiah kita dengan alam, aktifitas kita sendiri menjadi sangat penting ketika kita berhubungan dengan bagian-bagian alam, yakni kita hanyan dapat melalukan penetrasi melalui alat-alat yang rumit.’
Implikasi filosofis yang kedua dari teori kuantum adalah tumbuhnya kesadaran bahwa keseluruhan lebih besar dari jumlah bagian-bagian ; bahwa keseluruhan lebih besar dari jumlah bagian-bagian ; bahwa keseluruhan realitas sama sekali tidak dapat dipahami melaui analisis bagian-bagian secara terpilah. Apa yang dipikirkan sebagai “ partikel elementer “ adalah manisfestasi temporer dari pola-pola gelombang yang berubah yang berkombinasi pada satu titik, lenyap lagi, dan berkombinasi lagi ditempat lain. Sebuah partikel dilihat lebih seperti suatu kemunculan local dari subsrantum kontinyu dari energi yang bergetar. Alam dilihat lebih sebagai proses atau peristiwa daripada satuan-satuan entitas materi.
Tuntutan berpandangan holistic dikemukakan secara sistematis dan gambling oleh fisikawan David Bohm melalui karyanya Wholeness and the implicate order (1980). Bohm menunjukkan bahwa sudut pandang ilmu pengetahuan mutakhir, selururh realitas tidak dapat lagi dipandang lagi sebagai bagian-bagian yang terpilah melainkan sebagai satu keseluruhan yang utuh. Dalam pengantar bukunya itu Bohm menulis :
‘ Dalam karya ilmiah dan filosafis ini, perhatian utama saya berhubungan dengan upaya pemahaman hakikat realitas pada umumnya dan kesadaran khsusnya sebagai suatu keseluruhan yang koheren, yang tidak pernah statis dan lengkap, melainkan dalam suatu proses pergerakan dan perkembangan tiada henti. ‘
Dalam pandangan holistic Bohm, materi adalah manisfestasi dari implicate order; seperti pusaran air adalah manifestasi dari air. Bagi Bohm materi tidak dapat direduksi menjadi partikel-psrtikel yang lebih kecil sebagai yang dianut oleh paradigma Cartesian – Newtonian. Menurut Bohm, segala sesuatu yang ada didalam ini, termasuk partikel-partikel dasar pembentuk materi manisfestasi dari implicate order. Realitas, pada hakikatnya adalah sebuah kesatuan utuh yang tak terbagi-bagi, yang disebutnya dengan istilah umbroken wholeness atau undivided wholeness. Oleh karena hal ini menyangkut penafisran tentang kenyataan alam, maka fisika perlu membalik cara penafsiran alamiah selama ini digunakan. Kata Bohm, alih-alih memulai dari bagian-bagian dan kemudian menganilisisnya (sesuai dengan pandangan mekanistik – reduksionis ), akan lebih baik fisika menaruh perhatian pada keseluruhan dan, dari sini dijelaskan bagian-bagiannya (pandangan holistic), karena alam yang ecplicate ini adalah manisfestasi dari implicate order.
Memang, jika dilihat dari aspek penampakan, maka bagian-bagian alam terlihat tidak berhubungan sama sekali. Atas dasar asumsi umum seperti ini, fisika klasik menyakini bahwa alam bisa dipecah-pecah dalam kesatuan local ; suatu cara pandang yang disebut atomisme – reduksionistik. Padahal, segala sesuatu itu, dari sudut implicate order, merupakan satu kesatuan utuh yang tak terbagi-bagi ( umbroken – wholeness, undivided – wholeness ).
Dengan demikian, fisika kuantum ini, kata Bohm, telah meruntuhkan gagasan klasik tentang dunia yang dapat di analisis lewat bagian-bagiannya secara lepas dan terpisah – sebagaimana yang dianut oleh pandangan dunia Cartesian – Newtonian, penekanan Bohm kepada cara pandang holistic ini terkait juga dengan implikasi-implikasi filosofis lainnya, seperti : primasi relasi atas entitas, medan atas subtansi atau “thing”, proses atau struktur atau prinsip realitas sebagai sebuah jaringan.
C. Implikasi Filosofis Perkembangan Sains.
Pemaparan beberapa teori, konsep, dan temuan pokok sains mutakhir, sebagaimana yang kita lihat, satu persatu menggugat dan menumbangkan asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip dasar pandangan dunia mekanistik-reduksionis, atau yang kita sebut sebagai paradigma Cartesian – Newtonian. Bahwa asumsi-asumsi paradigma Cartesian – Newtonian itu adalah : subjektivisme – antroposentristik ; intrumentalisme ; dan materialisme – sainstisme. Ketujuh asumsi ini terbukti tidak memadai lagi sebagai sebuah cara pandang untuk memahami realitas.
Tentu saja, masing-masing teori dan temuan sains mutakhir itu tidak sekaligus merubuhkan asumsi-asumsi paradigma Cartesian – Newtonian. Ada teori sains yang menolak dualisme, matearialisme, dan mekanistik seperti teori kuantum ; ada pula teori yang menolak berpikir linier – reduksionis seperti teori “ Dissipateve structure “ , dan seterusnya. Masing-masing teori / temuan sains itu menuntut, mengajukan atau menyarankan sebuah cara pandang lain agar teori / temuan itu dapat di pahami dalam skema para digma yang di bangun.
Dengan demikian, setiap teori dan temuan sains yang di kemikakan memiliki konsekuensi-konsekuensi dan implikasi-implikasi filosofis. Hal inilah yang kita hendak peroleh sebagai bagian dari upaya kita merekontruksi paradigma baru yang holistic. Berikut di sajikan sebuah tabel teori-teori dan temuan-temuan sains mutakhir dalam mengkontruksi paradigma baru :






TEORI/KONSEP GAGASAN POKOK IMPLIKASI FILOSOFIS
Teori Relativitas - kuntinum ruang –waktu
- relativitas umum. - Alam semesta yang dinamis
- Primasi relasi terhadap entitas
Teori Kuantum - Prinsip Ketidakpastian
- Prinsip Komplementaris - Cara pandang indeterminisme
- Kesatuan subjek – objek
- Cara pandang holistic
Teori Booststrap - Pola dan Tatanan - Alam sebagai jaringan
- Dekontruksi entitas, subtansi tetap
Dissipative
Structures - Self – Organization
- Kompleksitas - Berpikir pola, tatanan (order)
- Berpikir non linier, sistemik
- Jembatani system hidup-tak hidup
Biologi
Molekuler
Genetika - Organisme biologis
- Imformasi genetis.
- Eksistensi riil jiwa - Jembatani fisika dan biologi
- Interaksi pikiran dan tubuh
- Dua aspek dari suatu proses
Teori Evolusi - Iner Becoming, Kreatif
- Evolutionary Design
- Dialektika Acak-Design - Organisme miliki jiwa,daya hidup
- Perubahan diatas “implicate order’
- Alam kompleks, berpikir nonlinier
- Alam selalu berproses.










DAFTAR PUSTAKA

- Harold H. Titus. Dkk. Living Issues In Philosophy ( Persoalan-persoalan Filsafat ). Alih bahasa oleh : Prof. Dr. H. M. Rasjidi. Bulan Bintang. Jakarta. 1984.
- Burhanuddin Salam, Drs. H. Logika Formal (Filsafat Berpikir). PT Bina Aksara. Jakarta. September 1988.
- Heriyanto, Husain, Paradigma Holistik ( Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead ). Penerbit TERAJU. Bandung. 2003.

Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

HUBUNGAN FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

A. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan.
Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan ? oleh Louis Kattsoff dikatakan : Bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukannya didalam ilmu pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuan mungkin penting pula bagi seorang filosuf.
Pada bagian lain dikatakan : filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah tersebut dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada diluar tujuan dan metode ilmu pengetahuan.
Dalam hubungan ini Harold H. titus menerangkan : ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat, metode ilmiah dan sering pula menuntut minat khusu dalam beberapa ilmu sebagai berikut :
1. Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filosuf identik dengan ilmuan.
2. Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.
B. Bedanya Filsafat dengan Ilmu-ilmu Lain.
1. Filsafat menyelidiki, membaca serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecahkan serta pembahasannya secara keseluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu yang menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan, dan manusia. Ilmu bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.
2. Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu tak membahas tentang sebab dan akibat peristiwa.
3. Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya dan hendak kemana perginya. Sedangkan ilmu filsafat harus menjawab bagaimana dan apa sebabnya.
Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya, batas antara ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan antrolpolgi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat, itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu vak tersebut.
Jelasnya :
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu sesuatu dengan mencari sebab-sebab yang terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu ( objek atau lapangannya ), yang merupakan kesatuan sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu.
Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada suatu pandangan yang dipersatukan ( memberikan sintesis), dan yang di cari adalah sebab-sebabnya. Demikian filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakekat dari segala sesuatu, dan yang di cari ialah sebab-sebab yang terdalam.ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut panadangan filsafat di sebut juga yaitu segala sesuatu. Lapangan filsafat sangat jelas, yang meliputi apa yang ada pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada tak ada yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentarapun seperti jiwa manusia, kebaikan,kebenaran bahkan tuhan sendiripun di persolkan. Lapangan yang sangat luas ini nanti kita bagi-bagi kedalam beberapa lapangan pokok.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa pada mulanya cakupan filsafat luas sekali meliputi ilmu yang ada pada zamannya, seperti politik ekonomi, hukum seni dan lain sebagainya. Namun lambat laun dengan adanya usaha-usaha yang intensif yang banyak bersifat empiris dan eksperimentual, maka terciptalah satu demi satu disiplin ilmu yang khusus memecahkan satu bidsang masalah. Oleh sebab itulah sering disebut bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari ilmu-ilmu lain.
Dengan munculnya ilmu-ilmu vak bukan berarti melenyapkan eksistensi dan fungsi filsafat. Karena filsafat tetap masih eksis dan mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh orang lain yakni ilmu pengetahuan. Antara keduanya saling membutuhkan dalam kenyataan, setiap ilmu vak memrlukan falsafahnya, seerpti dalam ilmu pendidikan ada falsafah pendidikan, dalam ilmu hukum terdapat falsafah hukum, dalam ilmu politik terkandung falsafah politik dan lain sebagainya.
Filsafat sebagai pengembaraan pikiran, secara radikal sanggup menubus apa-apa dibalik fakta, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada manusia. Sebab dengan demikian masnusia disamping telah dapat mengetahui apa yang nampak/tersurat (ekplisit) dapat pula memahami apa yang tersirat (implisit) dengan daya pikirnya.
Dengan demikian menjadi lengkaplah kebutuhan manusia untuk memahami keberadaan ini dari sisi yang tersurat dengan jangkauan inderanya, dan apa yang tersirat dengan jangkauan pikiran filosifnya.
Sehingga disini ilmu pengetahuan tidak lagi berfungsi dan terpaksa menyerahkan tugasnya kepada filsafat, yang memang tugasnya mencari dan memcahkan hal-hala yang sifatnya non faktual.
C. Posisi Filsafat dan Ilmu Pengetahuan.
Perkataan filsafat mula-mula pada asalnya mempunyai arti yang sederhana, sekedar pembedaan antara sifat manusia dengan sifat yang dimiliki tuhan berkenaan dengan kepandaniannya. Manusia tidak dapat bersifat bijaksana, dia boleh jadi pengegemar kebijaksanaan, sedangkan tuan sajalah yang bersifat bijaksana. Akan tetapi lama kelamaan perkataan itu digunakan untuk menunjukkan kepada satu aktivitas manusia yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan. Satu aktivitas yang erat sekali hubungannya dengan jiwa dan pikirannya yang bebas dalam memahami alam dan dunia yang ad disekeliling kita. Itulah sebabnya maka filasfat mempunyai kerjasama yang baik dengan agama disatu pihak dan ilmu pengetahuan dilain pihak. Bahkan banyak penulis condong untuk mengatakan bahwa agama adalah juga filsafat. Filsafat dari kebanyakan orang, sedang ilmu pengetahuan aialah filsafat khusus bagi para ahli dan sarjana.
Seperti dengan agama. Ia memperbincangkan hal-hal yang tidak dapat diselssaikan oleh ilmu pengetahuan, akan tetapi seperti ilmu pengetahuan. Ia menggunakan akal manusia lepas dari kekuasaan adat maupun kitab. Semua pengetahuan yang telah nyata dan pasti disebutrkan ilmu pengetahuan (science). Semua pasti termasuk dalam agama. Hampir semua masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, dan jawaban yang oleh ilmu agama telah tidak lagi memuaskan. Adakah alam didunia ini mempunyai tujuan ? apakah ruang ? apakah oleh gerak ? apakah sebenarnya hukum alam ada, ataukah kita mempercayainya hanya lantaran kesukaan kita yang terpendam kepada peraturan ? apakah manusia serupa apa yang tampak bagi ahli perbintangan, sebutir zat arang dan air tak bersih merayap tak kuasa dalam satu planet kecil yang tak penting ? ataukah ia serupa apa yang digambarkan oleh shakespeare dalam hamler ? ataukah ia kedua-duanya dalam waktu yang sama ? apakah ada cara hidup yang mulia dan terhormat, bagaimana susunannya, dan bagaimana kita harus mencapainya ? haruskah barang yang baik itu bersifat abadi agar patut dihargai, ataukah ia harus kita kejar meskipun dunia ini menuju kepada kematian yang tak dapat dielakkan ? adakah sesuatu yang disebut kebijaksanaan, ataukah ia sebenarnya hanya merupakan ketololan yang diperlunak ?
Pertanyaan serupa tidak dapat kita cari jawabannya dalam laboratorium. Juga jawaban yang diberikan oleh para kaum agama sering terlalu pasti sehingga menjemukan dan menyebabkan pemikiran modern menjadi curiga dan ragu-ragu. Mempelajari masalah serupa kalau tidak menjawabnya dengan pasti, adalah tugas-tugas yang dipikul oleh filsafat.
Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia, juga agama dapat bergerak dab berkembang berkat adanya keyakinan. Akan tetapi ketiga alat dan tenaga utama tersebut tidak dapat berhubungan dengan ilmu filsafat dan agama apabila tidak didorong dan dijalankan oleh kemauan manusia yang merupakan tenaga tersendiri yang terdapat dalam diri manusia.
Dikatakan reflektif, karena ilmu, filsafat dan agama baru dapat dirasakan (diketahui) faedahnya dan manfaatnya dalam kehidupan manusia, apabila ketiganya merefleksi (lewat proses pantul diri) dalam diri manusia.
Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan inders, dan filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama mendasarkan pada otoirtas wahyu. Harap dibedakan agama yang berasal dari pertumbuhan dan perkembangan filsafat yang mendasarkan pada konsep-konsep tentang kehidupan dunia, terutama konsep-konsep tentang moral.
Menurut Prof. Nasroen. SH. Mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama. Malahan filsafat yang sejati itu terkandung dalam agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikir saja, maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran obyektif, karena yang memberikan pandangan dan putusan adalah akal pikiran, sedangkan kesanggupan akal pikiran itu terbatas, sehingga filsafat yang hanya berdasarkan kepada akal pikir semata-mata tidak akan sanggup memberi kepuasan bagi manusia, terutama dalam tingkat pemahamannya terhadap yang gaib.

D. Perbedaan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
Ilmu atau lengkapnya disebut ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai sesuatu, kenyataan yang tersusun sistematis dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamalan dan percobaan-percobaan.
Disini yang menjadi sumbernya adalah hasil penyelidikan dengan pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen), yang kemudian diolah dengan pikiran.
Nilai kebenarannnya adalah positif sepanjang positifnya peralatan yang digunakan dalam penyelidikannya, yaitu indra, pengalaman dan percobaannya. Maka ilmu pengetahuan selau siap untuk diuji lagi kebenarannya. Jadi kebenaran ilmu pengetahuan tetap diakui sebagai benar sampai ada pembuktian dengan bukti yang lebih kuat.
Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang non empirik dan non eksperimental, diperoleh manusia melalui usahanya dengan pikirannya yang mendalam ; mengenai objek materialnya, tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan, yakni mengenai apa saja. Adapun yang berbeda adalah mengenai objek formalnya. Objek formal filsafat ialah mengenai sesuatu yang menyangkut sifat dasar, arti, nilai, dan hakikat dari sesuatu. Menjangkaunya hanyalah mungkin dengan pemikiran filosofis, yaitu pikiran yang mendalam, logis dan rasional.
Disini nilai kebenaran spekulatif, karena tidak mungkin diuji dengan metode empirik dan eksperimen. Karena itu biasanya dalam menghadapi hasil filsafati, orang hanya mengatakan aku cenderung pada pendapat ini dan tidak setuju pada pendapat itu dan sebagainya.


DAFTAR ISI

A. Filsafat dan Ilmu Pengetaahuan …………………………… 1
B. Bedanya Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Lainnya ……………… 1
C. Posisi Filsafat dan Ilmu Pengetahuan ……………………… 4
D. Perbedaan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat …………. 7





















DAFTAR PUSTAKA

- Syadali Ahmad, MA.H. Drs. FILSAFAT UMUM. 1997. CV Pustaka Setia. Bandung.