Penyimpangan Sosial: Apa Tugas Orang Tua Dihadapan Anak-Anaknya

By.Muhammad Efendi Bustani, S.Sos.I
Wahai saudaraku, anak adalah harta yang paling berharga yang dititipkan oleh Allah  SWT kepada kita, untuk dimanfaatkan dengan baik, untuk dijaga dan dididik dengan baik penuh dengan tanggungjawab dab syukur.
Firman Allah: Peliharalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka...!!!

Akibat kemajuan teknologi, dunia menjadi sebuah kampung kecil yang mudah dijangkau oleh siapapun. Manusia tanpa harus keluar dari rumah, ia bisa melakukan komunikasi dengan yang lainnya secara langsung. Kendati kemajuan ilmu pengetahuan memberikan faedah, namun ia juga mengakibatkan pelbagai pengaruh negatif. Karena itu yang terpenting adalah bagaimana kita harus menggunakannya dengan baik sehingga bisa mencegah efek samping yang ditimbulkannya.

Pembongkaran ulang makna kebebasan dan nilai kemanusiaan adalah salah satu dari sekian hal yang menjadi sasaran untuk menghancurkan kehidupan sosial masyarakat muslim. Dengan segala kekuatan, ada saja pihak yang hendak berupaya menghapus identitas Islam para remaja muslim.

Salah satu alat yang bisa digunakan untuk menghancurkan jati diri dan kesucian serta kemuliaan para remaja muslim adalah parabola dan internet, yang telah menjalar ke negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim sehingga imbasnya pun tampak begitu jelas. Sebagian dari mereka telah kehilangan identitas Kebangsaan dan keagamaannya, serta memunculkan beragam bentuk penyimpangan sosial di tengah masyarakat muslim.
Sebelum kita memasuki bahasan penyimpangan sosial, untuk memperjelas mukadimah bahasan perlu kita tilik terlebih dahulu makna dan posisi kebudayaan sehingga kita bisa kenali sekian penyimpangan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Kebudayaan memiliki pengertian yang bermacam-macam akan tetapi yang menjadi perhatian penulis di sini adalah kebudayaan yang berartikan sehimpun kepercayaan, wawasan-wawasan, nilai-nilai, etika dan tradisi tata susila serta pemikiran-pemikiran yang sudah diakui dan menguasai masyarakat.
Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam ucapannya, ‘Kebudayaan setiap masyarakat dan bangsa serta setiap revolusi bersumber dari sekian hasil karya pemikiran dalam masyarakat yang meliputi pengetahuan, norma, tradisi-tradisi dan sebaginya. Bisa dikatakan secara keseluruhan bahwa pemikiran yang menguasai sebuah masyarakat adalah pemikiran yang muncul dari masyarakat itu sendiri atau didapatkan dari luar masyarakat itu’.[1]
Berdasarkan definisi ini kebudayaan Islam bisa diartikan sebagai proses pemikiran, kepercayaan, wawasan, nilai-nilai dan norma, etika, serta tradisi-tradisi dan pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi dan sunah Rasulullah saw serta para Imam maksum as.[2]
Dasar yang paling penting dari sebuah masyarakat adalah kebudayaan masyarakat itu. Karena kebudayaanlah yang menentukan segenap aspek politik, sosial, legalitas dan moralitas masyarakat; dan aspek-aspek tersebut muncul dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan pemikiran Islam, kebudayaan adalah ruhnya peradaban. Peradaban tidak lain adalah kulitnya kebudayaan. Perubahan dan pergantian serta munculnya peradaban bergantung pada kebudayaan atau hasil dari perubahan dan munculnya kebudayaan. Inilah kedudukan kebudayaan.

Dari sini jelas bahwa penyimpangan sosial bisa dipengertikan sebagai lawan dari proses pemikiran, keyakinan, wawasan, nilai-nilai dan norma, tradisi dan moral serta pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari limpahan wahyu ilahi dan sunah Nabi saw dan para Imam Maksum as.

Pengaruh Penyimpangan Sosial
Penyebaran model pakaian yang tidak sopan dan bertentangan dengan aturan-aturan Islam serta paras yang mencolok, pemutaran film-film amoral melalui chanel-chanel tv dan internet, serta penyebaran kaset-kaset dan cd-cd hiburan yang tidak mendidik. Pencetakan buku-buku, majalah, dan novel yang bertentangan dengan etika dan membakar nafsu seks para remaja. Pengadaan konser musik antara remaja putra dan putri memiliki akibat buruk yang melanda para remaja dalam masyarakat. Khususnya remaja yang sedang mengalami usia sensitif yaitu masa puber di mana mereka sangat mudah terpengaruh dan banyak lagi beragam fenomena penyimpangan sosial lainnya. Hal yang demikian itu akan memunculkan pelbagai pengaruh dan akibat seperti: 

1. Ketidakstabilan rumah tangga.
Adanya penyimpangan sosial seperti tidak terjaganya hubungan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki di kantor-kantor dan perusahaan serta tidak adanya penjagaan dalam berpakaian di mana para wanita dengan gaya pakaian dan parasnya yang menggoda, hal ini selain tidak akan menjadikan hubungan keluarga harmonis bahkan merusak hubungan hangat anggota keluarga. Antara suami istri yang seharusnya mereka harus saling mempercayai, mereka tidak lagi memiliki kepercayaan dengan pasangannya. Ketika kepercayaan di antara mereka sudah tidak ada lagi maka keakraban dan kehangatan pun tidak akan terlihat lagi. Dan yang terpenting adalah kondisi semacam ini tidak hanya akan menghancurkan kehidupan duniawi seseorang tapi juga kehidupan ukhrawinya.

2. Kejahatan seksual
Tentu kita semua menyaksikan pelbagai fenomena yang diakibatkan oleh penyimpangan sosial, di antaranya adalah munculnya pelbagai kebejatan seksual yang terjadi di masyarakat kita. Kiranya, saya tidak perlu lagi memberikan contohnya.

3. Merajalelanya kejahatan dan pembunuhan
Kesenjangan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat di mana sebagian kelompok hidup dalam kemewahan dan kelompok lainnya dalam kekurangan dan kemiskinan, dan yang kaya pun tidak memikirkan mereka yang papa. Kesenjangan sosial semacam ini mengakibatkan munculnya rasa cemburu di kalangan kaum miskin terhadap orang-orang kaya yang pada akhirnya timbullah pelampiasan rasa dendam mereka untuk berani mencuri dan membunuh sekalipun. Di sisi lain, penyiaran film-film yang menghambur-hamburkan kekerasan dan amat bertentangan dengan moral adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan maraknya kriminalitas dan pembunuhan di tengah masyarakat.
4. Kebejatan moral
Yang patut disayangkan adalah apabila para remaja muslim sudah terseret pada kebejatan moral dan tidak mampu mengendalikan dirinya. Jika seseorang sudah terseret pada kebejatan moral dan tidak mampu mengendalikan dirinya maka ia akan kehilangan nilai-nilai spiritual dan religius. Inilah yang sudah direncanakan oleh agen-agen tertentu berdasar rencana yang matang guna menghancurkan remaja Islam. Ketika generasi muda sebuah negara sudah kehilangan nilai-nilai spiritual maka negara itu akan mudah untuk dijajah.

5. Perusakan akidah dan keyakinan
Ideologi manusia memiliki peran langsung dalam perilaku dan amalannya. Poin penting yang menjadi perhatian di sini adalah bahwa perilaku manusia memiliki pengaruh timbal balik terhadap akidah dan keyakinannya yakni sebagaimana akidah yang rusak ia akan menghasilkan perilaku yang rusak, perilaku yang buruk juga akan merusak akidah dan keyakinan manusia. Oleh karena itu antara keduanya saling mempengaruhi. Dalam ayat al-Quran Allah swt berfirman: Sekali-kali tidak demikian sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka’.[3]
‘Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk. Karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah.[4]
Ayat-ayat ini menunjukkan betapa perilaku-perilaku buruk menyebabkan lemahnya iman dan bahkan berakhir dengan hilangnya iman. Contoh jelasnya yang bisa kita saksikan adalah kelalaian dalam bertindak dan tidak berpegang pada aturan Islam, tidak memakai pakaian yang sesuai dengan syariat, maraknya pornografi dan pornoaksi. Naifnya, perilaku buruk semacam itu ternyata dilakukan juga oleh sebagian remaja muslim. Tentu saja, hal ini akan berpengaruh pada masalah-masalah lainnya yang pada akhirnya akan menyebabkan seorang muslim kehilangan imannya.

Imam Baqir as bersabda: ‘Tidak satu pun yang bisa merusak hati kecuali dosa. Dosa selalu bertengkar dengan hati sampai dia bisa mengalahkan dan menjelmakan yang tinggi menjadi rendah dan menjelmakan yang rendah menjadi tinggi.[5]
Dengan demikian tasamuh dan tasahul (toleransi) yang berlebih-lebihan dalam furuuddin menyebabkan rusaknya akidah apalagi jika melakukan penyimpangan sebagaimana yang sudah kita sebutkan tadi.

6. Tidak kenal diri dan ikut-ikutan orang lain
Manusia-manusia yang tidak memiliki keimanan yang kuat ia tidak akan mampu membentengi dirinya di hadapan pelbagai macam godaan duniawi. Ia akan menerima segala apa yang ditawarkan, khususnya generasi muda dan para remaja, karena mereka sedang dalam usia yang betul-betul sensitif dan lebih mudah dipengaruhi, yang akibatnya akan menghilangkan jati diri mereka sehingga mudah terbujuk dan terpengaruh pihak lain. Mereka bagaikan bangkai yang mengikuti arus sungai. Sebaliknya bila mereka hidup maka mereka akan menghadang arus yang sedang mengalir. Remaja-remaja yang kehilangan jati dirinya dan mengikuti budaya amoral, sejatinya mereka tidak mengenal siapa dirinya. Imam Ali bin Abi Thalib as Bersabda: ‘sesungguhnya hanya sedikit orang yang menyamakan dirinya dengan sebuah kaum akan tetapi ia tidak terhitung seperti mereka’.[6] Rasulullah saw bersabda: ‘barang siapa yang menyamakan dirinya dengan sebuah kaum maka ia termasuk mereka’.[7]

Peran Orang Tua
Setelah kita mengkaji pengaruh penyimpangan sosial, muncul pertanyaan baru ‘Apa tugas kedua orang tua di hadapan anak-anaknya?’ Mengingat bahwa rumah adalah basis pertama bagi setiap manusia maka kedua orang tualah yang memiliki tugas berat dalam mendidik anak-anaknya:
1. Kedua orang tua harus memenuhi hak-hak anak dalam pendidikan agama. Agama dan akal menghukumi bahwa kedua orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Kedua orang tua harus berusaha mendidik anaknya berdasarkan program yang baik sehingga mereka tidak tersesat dan menjadi orang yang baik serta berguna bagi agamanya. Untuk sampai pada tujuan ini orang tua memiliki tugas berat yang ada di pundaknya. Langkah pertama yang harus dijalankan oleh kedua orang tua adalah menjaga kesehatan dan kebersihan jasmani anak-anak, kemudian baru mendidik mereka mengenai prinsip-prinsip moral dan akhlak. Kedua orang tua hendaknya mendidik anaknya sehingga mereka dalam segala perilakunya berasaskan ajaran agama dan keimanan kepada Allah yang Esa. Rasulullah saw bersabda: ‘setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah (beragama Islam) kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia Yahudi atau Nasrani’. [8]
Dalam lingkungan sosial anak-anak akan menghadapi pelbagai macam kesulitan dan ketidakstabilan sosial. Jelas, mereka akan menghadapi pelbagai macam karakter manusia dengan adat istiadatnya yang berbeda-beda, bahkan mereka akan juga menghadapi pelbagai macam penyimpangan sosial. Oleh karenanya untuk menjaga mereka dari pelbagai penyelewengan, mereka memerlukan ciri-ciri kejiwaan dan moralitas, dan ini adalah tugas kedua orang tua yang harus menyiapkan fondasinya.
2. Kedua orang tua harus mewujudkan lingkungan keluarga yang hangat dan menghadapi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
Para psikolog mengatakan bahwa salah satu faktor utama kekacauan jiwa pada anak-anak adalah ketidakharmonisan keluarga dan perselisihan rumah tangga. Oleh karenanya ketika anak mengalami kekacauan jiwa ia akan melampiaskannya kepada penyimpangan sosial bahkan ia akan melakukan apa saja. Sebaliknya jika lingkungan keluarga penuh dengan kasih sayang dan keakraban anak akan mampu menjaga kestabilan jiwanya. Sebagaimana anak sejak lahir membutuhkan makanan yang sehat ia juga membutuhkan makanan lain yaitu ketenangan jiwa.[9] Anak-anak yang tidak mendapatkan ketenangan jiwa ia akan mengalami kegelisahan, ia tidak percaya diri dan akan mencari tempat lain untuk berlindung. Untuk mencegah hal tersebut kewajiban kedua orang tua adalah menjaga lingkungan keluarga tetap hangat dan harmonis. Anak-anak membutuhkan perlindungan dan kasih sayang kedua orang tuanya, lebih-lebih jika anak dalam masa pertumbuhan (balig). Dalam masa yang cukup sensitif ini orang tua yang berakal akan berperan sebagai teman akrab bagi anaknya dan dengan pengalaman dan pikiran jangka panjangnya mereka menjaga si anak hingga jangan sampai terjerumus ke dalam penyimpangan sosial.
Jika hubungan antara ayah dan anak atas dasar ancaman dan paksaan maka dengan berjalannya waktu hubungan keduanya akan merenggang. Anak-anak yang hidup dalam kondisi tertekan dengan sendirinya mereka akan mencari pelampiasan kepada orang lain bahkan mereka akan melarikan diri dari rumahnya.[10] Maka kewajiban kedua orang tua di hadapan pelbagai macam penyimpangan sosial adalah meneliti dengan baik faktor-faktor yang berperan dalam menyebarluaskan serangan budaya negatif dan penyimpangan sosial, serta menjelaskannya kepada anak-anak tentang beragam bentuk penyimpangan sosial. Dengan pelbagai bentuk penyimpangan yang ada, orang tua bisa menjaga anaknya dengan memperkuat rasa percaya diri dan kelayakan diri, serta kebanggaan beragama dan nasionalisme, dan juga kebebasan dan kemandirian pada diri mereka dengan cara menghormati dan menghargai mereka.[11]
3. Selain orang tua mengenalkan kepada anak-anak beragam bentuk penyimpangan sosial, mereka juga harus dikenalkan akan nilai-nilai dan tolok ukur kemasyarakatan sehingga ketika mereka menyaksikan tindakan-tindakan yang tidak pantas dengan sendirinya mereka akan paham bahwa tindakan semacam itu tidak sesuai dengan sistem nilai kemasyarakatan kemudian mereka pun akan berupaya menjaga dirinya dari hal itu.
Sikap yang dilakukan anak-anak ini menunjukkan akan bagusnya pendidikan keluarga, karena keluarga adalah institusi awal satuan pendidikan dan sosial yang bersistem konstan (terus menerus dan berkestabilan) dan ia memiliki peran dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kejiwaan anak-anak serta pembentukan pribadi mereka, karena benih kepribadian seseorang terbentuk dalam lingkungan keluarga. Sekaitan dengan ini, Imam Ali as pernah bertutur kepada Imam Hasan as, bahwa sesungguhnya hati pemuda bagaikan tanah kosong yang tidak ada tanamannya, apa saja yang jatuh di dalamnya ia akan menerimanya, oleh karena itu aku mengajarimu dengan adab sebelum hatimu keras.[12]
4. Membiasakan Anak-anak dengan Nilai-nilai Spiritual.
Dalam teks-teks agama, iman merupakan inti kecenderungan dalam mempertimbangkan agama, yang pada hakikatnya ia juga kunci pokok kesalehan.[13] Sedang keluarga adalah tempat yang paling awal dalam membentuk manusia. Keluargalah yang menetapkan iman sebagai timbangan dalam perjalanan hidupnya sehingga akan memunculkan manusia-manusia yang beriman. Iman tampak dalam tiga aspek dasar agama yaitu usuluddin, furuuddin, dan akhlak. Kembali kepada peran kedua orang tua dalam menjaga anak-anak di hadapan penyelewengan sosial, maka kedua orang tua, dituntut untuk bisa menjalankan ketiga aspek dasar ini dalam kehidupan diri dan anak-anaknya, dan juga membiasakan anak-anak dengan nilai-nilai spiritual. Tentunya nilai-nilai spiritual agama ini harus dijalankan dalam lingkungan keluarga sesuai dengan tahap pertumbuhan mereka seperti beramanat, kesucian, mengajak kepada kebaikan, menjaga hak-hak orang lain, tingkah laku yang baik yang merupakan bagian dari akhlak norma sosial dan norma pribadi seperti ketakwaan, menjaga diri, taubat, kemuliaan diri, dan ikhlas serta hubungan manusia dengan Tuhannya seperti ma’rifat, keyakinan, harapan, tawakal, ibadah, zikir, syukur, membaca dan memikirkan ayat-ayat al-Quran, baik sangka kepada Allah dan hubungan manusia dengan akhirat seperti: yakin akan kehidupan setelah mati, yakin dengan akibat perbuatan dan masalah keluarga seperti menghormati dan menyayangi kedua orang tua, membentuk rumah tangga, hubungan dengan famili dan sebaginya.
Penyimpangan yang disebabkan karena struktur keluarga dan nilai-nilai pendidikan [14]
Sebelum pembahasan ini berakhir kita coba untuk mengkaji penyimpangan yang terjadi karena unsur pendidikan yang ada dalam keluarga. Karena penyimpangan yang terjadi bila penyebabnya adalah masalah sosial maka bila kondisi budaya masyarakat sudah jauh dari nilai-nilai Islam yang pertama kali harus dilakukan oleh kedua orang tua adalah menjaga anak-anaknya dalam bingkai yang sudah kita sebutkan di atas.

Sebab-sebab munculnya penyimpangan karena struktur keluarga antara lain:
1. Kekerasan.
Kekerasan dan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya sebagai penyebab penyimpangan anak karena dengan kekerasan yang menimpa anak maka ia akan mengalami tekanan-tekanan jiwa.
2. Memanjakan anak
Memanjakan anak khususnya anak tunggal membuat anak jadi celaka. Anak yang terlalu dimanja ia tidak akan mandiri dan berharap orang lain membantunya.
3. Usia orang tua
Orang tua yang sudah berusia lanjut tidak mampu melakukan reaksi yang seharusnya dilakukan untuk anaknya dan mereka tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik sesuai dengan pendidikan anak, akhirnya mereka tidak bisa menghasilkan anak yang bisa hidu dengan baik dan menghormati aturan dan nilai-nilai sosial.
4. Keterbelakangan keluarga
Keluarga yang mandek dan mundur akan menghasilkan anak-anak yang pesimis, tidak bermasyarakat dan pendosa. Keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan zamannya dan berharap anak-anaknya hidup dengan cara yang kuno akan menghasilkan anak-anak yang jiwanya tidak cocok dengan masyarakat. Hobbes mengatakan, ‘kebanyakan anak-anak yang kondisinya menderita dan gelisah adalah anak-anak dari keluarga yang terpisah dan asing dari kehidupan sosial’. Menurut Hobbes, ‘Anak dan keluarganya harus aktif dalam masalah-masalah sosial.
5. Yatim
Kematian ayah atau ibu akan membuat anak terlantar dan terbelakang di sekolah dan di masyarakat serta kejahatan dan ketidakstabilan jiwa. Anak yatim akan mendapatkan masalah baru dengan perpindahan rumah dan perkawinan selanjutnya ayah atau ibu dan adanya ibu tiri atau ayah tiri. Sikap ayah atau ibu tiri yang tidak baik terhadap anak kecil akan membuatnya kurang kasih sayang dan pengeluyuran dan keganasan. Anak yang demikian ini tidak akan mampu menerima teladan yang ada dalam lingkungannya dengan teratur.
6. Perceraian dan perselisihan keluarga
Perpecahan keluarga sangat berpengaruh dalam munculnya perilaku anti masyarakat pada diri anak. Berdasarkan penelitian yang ada kebanyakan anak-anak nakal adalah anak-anak yang orang tuanya cerai.
7. Absennya orang tua dari keluarga
Hadirnya orang tua dalam rumah tangga khususnya ibu memiliki peran penting dalam pendidikan baik kasih sayang maupun kejiwaan anak. Tidak adanya kehadiran salah satu kedua orang tua akan menimbulkan masalah pendidikan dan kekacauan jiwa pada anak dan remaja.
8. Penyelewengan orang tua.
Kejahatan kedua orang tua atau salah satu anggota keluarga dan kebejatan akhlak mereka memiliki hubungan kuat dengan penyelewengan anak dan remaja. Keluarga yang terjangkit penyakit kecanduan dan sebaginya tidak saja tidak bisa mendidik anak dengan baik bahkan perbuatan mereka adalah teladan untuk terseretnya anak ke dalam kejahatan macam-macam penyelewengan.
9. Hal buta huruf
Bila keluarga tidak memiliki pengetahuan berkaitan dengan keperluan dan potensi serta kejiwaan anak maka akan merugikan kepribadian dan keselamatan jiwa anak yang tidak bisa diganti dan diperbaiki lagi. Maksud pengetahuan orang tua bukan hanya saja bisa membaca dan menulis bahasanya sendiri akan tetapi rendahnya tingkat budaya dan tidak mengetahui masalah-masalah ilmu dan pendidikan akan membangkitkan kejahatan dan penyelewengan.
10. Tempat tahanan
Menahan anak atau remaja yang baru pertama kali melakukan pelanggaran sosial akan membangkitkan dia untuk berbuat jahat karena pelajaran yang diambil dari penjahat profesional. Oleh karena itu untuk menjaga keselamatan dan pendidikan anak-anak yang demikian ini harus ada pakar-pakar khusus yang menangani mereka sehingga tidak belajar dari para penjahat yang sudah profesional.
11. Diskriminasi di antara anak-anak.
Simpul kata, anak adalah amanat ilahi yang nantinya kedua orang tua tidak akan bisa lepas dari pertanggungjawaban akan amanat yang dipikulnya itu. Kedua orang tua berkewajiban menjaganya, baik dari sisi jasmani maupun rohani dan anak-anak adalah tunas bangsa dan agama. Di samping itu, dengan menyadari bahwa lingkungan keluarga adalah kelompok terkecil sebuah masyarakat, maka kemajuan sebuah bangsa akan turut ditentukan oleh hadirnya lingkungan keluarga yang baik pula. Jika setiap lingkungan terkecil itu rusak maka rusaklah bangsa itu juga.
Rujukan:
[1]. Hidayat khah, Sattar, Tahajum Farhanggi, Dharih Aftab, cetakan 1374, hal 12.
[2]. Idem, hal 13.
[3]. QS. 83 : 14.
[4]. QS. 30 : 10.
[5]. Allamah Majlisi, Bihar Al-Anwar, jilid 73, hal 312.
[6]. Nahjul Balaghah, Hikmah 207. Muhammad Dashty, hal 672.
[7]. Nahjul Fashahah, hal
[8]. Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 373.
[9] . Majid Rashed Pour, Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam, hal 115, edisi persi.
[10]. Idem, hal 120.
[11]. Ghulam Ali Afruz, Ringkasan Psikologi Pendidikan Berguna, edisi persi, hal 282.
[12]. Abbas Qumi, Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 373.
[13]. Mas’ud Azarbaijani, Manusia yang Diinginkan dalam Perspektif Islam dan Psikologi, majalah hauzah dan universitas.
[14]. Dr. Hasan Ahmadiy, Dr. Nikcehr Muhseniy, Psikologi perkembangan, (remaja dan dewasa) Syerkate Pardis, Tehran, cetakan ke 11. 1384. hal 178.