Korupsi, Mentalitas dan Pendidikan Anak

BERITA-berita mengenai kasus korupsi senantiasa mencuat dan menampilkan watak sebenarnya dari elite pejabat. Perilaku korupsi di negeri ini memang telah menyatupadu dalam denyut nadi birokrasi dan karenanya tuntutan pemberantasan korupsi tidaklah seketika dapat dirasakan keberhasilannya. Dibutuhkan proses panjang untuk memberantas korupsi sebagaimana perilaku korupsi tertanam di negeri ini dalam rentang waktu yang panjang pula.


Untuk itu, kesabaran dan konsistensi jelas amat dibutuhkan agar pemberantasan korupsi dapat menuai keberhasilan. Dalam rentang waktu sepuluh tahun reformasi yang salah satu isunya pemberantasan korupsi, kita boleh jadi bangga sekaligus tetap menyimpan optimisme. Pada tahun ini Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penilaian Transparency International itu yang merupakan kumpulan dari survei beberapa lembaga riset seperti Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia, dan Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menempatkan Indonesia di peringkat 126 dengan skor 2,6.

Jika mau jujur, peningkatan IPK Indonesia pada tahun ini tidak terlepas dari adanya kepastian hukum. Prestasi lembaga penegak hukum terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) boleh dinilai mengagumkan dengan ditangkapnya sejumlah elite pejabat yang diindikasikan korupsi. Tidak hanya itu, KPK juga tak segan menangkap para pengusaha yang kongkalingkong dengan tender. Pelayanan publik di instansi pemerintahan bisa dikatakan mulai menerapkan praktik good governance meskipun tidak seluruhnya. Memang masih butuh proses berkelanjutan untuk dapat mereformasi birokrasi sehingga tercipta tatanan pemerintahan yang bersih dan akuntabel di pusat maupun daerah. Penegakan hukum di kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman juga selayaknya perlu ditingkatkan. Kasus adanya jaksa menerima suap diharapkan tidak terjadi untuk menumbuhkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Membentuk Perilaku Antikorupsi

Siapapun tak memungkiri jika korupsi tidak terlepas dari persoalan mentalitas. Selain persoalan mentalitas, persoalan sistem yang koruptif juga memberikan pengaruh. Maka, agar kerja pemberantasan korupsi dapat berjalan baik, persoalan sistem dan mentalitas manusia perlu diatasi. Artinya, pemberantasan korupsi tidak sekadar membangun sistem, tapi juga memperbaiki mentalitas manusia. Disadari atau tidak, jika mentalitas korupsi masih tertanam kuat, maka perilaku korupsi akan terus tumbuh. Yang terjadi jika mentalitas korupsi masih tertanam bukannya menghilangkan perilaku korupsi, tapi malah bersiasat menghindari perilaku korupsi dari jeratan hukum. Mentalitas korupsi yang justru membuat perilaku korupsi tidak seperti korupsi. Dengan kelihaiannya, manusia yang memiliki mentalitas korupsi bisa memoles perilaku korupsi menjadi perilaku yang wajar. Menurut Aspiannor Masrie (2007), praktik korupsi tumbuh subur karena adanya sikap mental yang malas, tidak mau bekerja keras, dan selalu mengambil jalan pintas. Selain itu, budaya masyarakat materialistis dengan memandang sesuatu dari benda yang dimiliki tanpa pernah bertanya darimana semuanya didapat merupakan sikap mental bersifat pragmatis dan menjadi pemicu suburnya praktik korupsi. Lalu, apa yang mesti dilakukan untuk membentuk perilaku antikorupsi dan melenyapkan mentalitas yang dikatakan pragmatis itu?

Pada titik ini, pendidikan tetap memegang peranan penting untuk membentuk perilaku antikorupsi. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab yang tidak ringan. Orang tua dan guru adalah pendidik yang seyogianya menjadi referensi bagi anak belajar berperilaku antikorupsi dan menghilangkan mentalitas pragmatis. Ada dua titik tekan untuk mendidik anak agar tidak melakukan perbuatan korupsi, yakni pengajaran dan pembiasaan. Pengajaran merupakan pendidikan dalam dimensi teoritis dan pembiasaan merupakan pendidikan dalam dimensi praktis. Pengajaran dan pembiasaan perlu berjalan beriringan karena pendidikan tidak cukup berhenti pada aspek pengetahuan, tapi juga mengarah pada pembentukan sikap dan perilaku. Anak perlu dibiasakan dengan mentalitas kerja keras dalam kehidupan kesehariannya. Pengajaran antikorupsi bisa dilakukan orang tua dan guru dengan menerangkan perilaku mulia dan perilaku tidak mulia. Korupsi adalah haram menurut bahasa agama dan tidak pantas dilakukan. Orang tua dan guru jelas perlu menanamkan pengertian tersebut kepada anak agar menghindari perilaku haram korupsi. Jika orang tua suatu ketika menyuruh anaknya berbelanja, anak perlu dibiasakan untuk melaporkan pengeluaran dari belanjanya. Di sekolah, adanya kantin kejujuran yang mulai digiatkan akhir-akhir ini merupakan metode dari pembiasaan yang harapannya bisa berimbas positif untuk membentuk perilaku antikorupsi. Metode pembiasaan lainnya tentu masih banyak lagi yang bisa diterapkan orang tua di rumah dan guru di sekolah.

Pastinya, inti dari pengajaran dan pembiasaan tersebut adalah membentuk perilaku antikorupsi pada diri anak. Sebagai generasi masa depan, anak memang perlu mendapatkan pendidikan moral secara baik. Perilaku ketidakjujuran dalam menempuh pendidikan di sekolah selayaknya dihindari. Kita sebut saja kasus kecurangan yang kerap mencuat dalam ujian nasional yang tanpa disadari membentuk mentalitas jalan pintas pada diri anak ketika kelak menginjak dewasa. Sisi lain yang juga perlu diperhatikan oleh orang tua dan guru adalah keteladanan. Kecenderungan anak meniru perilaku dari orang yang lebih tua menghendaki keteladanan dari orang tua di rumah dan guru di sekolah. Seperti dikatakan Husni Adham Jaror (2004) bahwa keteladanan memainkan peranan penting dalam mengarahkan perilaku anak. Keteladanan dari pendidik (orang tua dan guru) adalah contoh tertinggi dalam pandangan anak yang sedang tumbuh. Untuk itu, jika tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah kurang memberikan keteladanan positif, maka saatnya kini memberikan keteladanan itu dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah sebagai lingkungan terdekat. Orang tua dan guru perlu memberi contoh perilaku antikorupsi agar anak melihat secara nyata perilaku antikorupsi itu dari orang tua dan gurunya. Wallahu a’lam.