Muslimah dan Busananya

Angin segar telah menerpa Polwan Muslimah yang berada di bawah naungan Kepolisian Daerah Jawa Timur. Pasalnya Kapolda Jatim memberi izin para Polwan yang berada di bawah wewenangnya untuk mengenakan busana muslimah. Himbauan ini disambut dengan sikap positif. Beberapa orang polwan Sumenep, langsung mengenakan busana muslimah.

Lain di dalam negri, lain pula di luar negri. Di Perancis, Para pelajar Muslim melakukan demonstrasi di Paris untuk memperingati tahun kelima pelarangan pemakaian jilbab di sekolah-sekolah Prancis. Mereka para gadis berjilbab menggambarkan “undang-undang Perancis tentang sekulerisme dan simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah” sebagai bentuk diskriminasi, dengan menyatakan bahwa masyarakat seharusnya bebas untuk memilih cara berpakaian yang dikenakannya.” (kaunee.com)
Suatu sikap militansi para pelajar yang patut diacungkan jempol. Walau masih berstatus pelajar, namun sikap mandiri dan istiqamah menunjukkan bahwa mereka telah matang dan dewasa.
Namun kita tidak dapat menutup mata begitu saja. Ada beberapa orang selebritis muslimah yang melepas jilbabnya, setelah mereka bercerai.
Tidak dapat dipastikan, apakah sikap melepas jilbab itu karena kasus perceraian. Atau dengan kata lain, kecewa pada suami yang dahulunya memerintahkan untuk mengenakan jilbab. Sekali lagi tidak dapat dipastikan.
Namun dalam sebuah buku yang berjudul “Salah Kaprah dalam Cinta” ada sebuah kisah menarik. Buku ini berisi berbagai konsultasi remaja terkait dengan percintaan dan pernikahan. Konsultasi remaja Arab ini pernah dimuat dalam situs islamonline.net.
Dalam suatu konsultasi, seorang remaja pria bertanya. Dia ragu untuk menikahi wanita yang dicintainya. Kenapa ragu? Karena wanita itu mengenakan jilbab, karena dirinya dan bukan karena Allah.
Pihak islamonline.net menanggapi, “Bukankah taat kepada suami merupakan bentuk ketaatan kepada Allah, selama suami tidak memerintahkan berbuat maksiat?”
Jawaban ini bisa dibenarkan. Namun jika para selebritis muslimah yang melepaskan jilbab, karena cerai dengan suaminya, maka jawaban di atas perlu dipertanyakan. Atau paling tidak dilengkapi.
Wanita di atas ingin mengenakan jilbab, karena taat pada suami dan yang utamanya karena perintah suami tidak bertentangan dengan perintah Allah. Jika perintah suaminya itu bertentangan dengan perintah Allah, maka dia tidak akan mentaatinya.
Wanita di Indonesia terkadang mengenakan jilbab setelah menunaikan haji. Bukan suatu hal yang salah. Tapi bukan berarti kewajiban jilbab baru berlaku setelah menunaikan ibadah haji. Dan jika belum menunaikan ibadah haji, maka jilbab belum wajib untuk dikenakan.
Sebab ada saja yang berkomentar, “Ibu haji itu saja, hanya pakai tutup kepala, sementara lehernya kelihatan.”
Perkara busana muslimah ini memang sepertinya perlu diluruskan. Ada sebagian anak-anak muslimah yang masih bersekolah hanya merasa wajib mengenakan jilbab, selama jam sekolah saja. Sehabis jam sekolah, mereka bebas dan tidak lagi mengenakan busana muslimah.
Contoh-contoh di atas memancing kita untuk berpikir kembali. Berpikir mengenai kaum muslimah yang berada di sekitar kita. 
http://www.kaunee.com/index.php?option=com_content&view=article&id=657:muslimah-dan-busananya&catid=116:wanita&Itemid=140