Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi
yang dilahirkan dikalangan Bani Isra’il yang pada ketika itu dikuasai
oleh Raja Fir’aun yang bersikap kejam dan zalim. Nabi Musa bin Imron bin
Qahat bin Lawi bin Ya’qub adalah beribukan Yukabad.Setelah meningkat
dewasa Nabi Musa telah beristerikan dengan puteri Nabi Syu’aib yaitu
Shafura.Dalam perjalanan hidup Nabi Musa untuk menegakkan Islam dalam
penyebaran risalah
yang telah diutuskan oleh Allah kepadanya ia telah diketemukan beberapa
orang nabi diantaranya ialah bapa mertuanya Nabi Syu’aib, Nabi Harun
dan Nabi Khidhir. Di sini juga diceritakan tentang perlibatan beberapa
orang nabi yang lain di antaranya Nabi Somu’il serta Nabi Daud
Catatan :~
Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu’aib, mentua Nabi Musa. Sebahagia besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu’aib A.S. yang diutuskan sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain berpendapat bahwa ia adalah orang lain yaitu yang dianggap adalah satu kebetulan namanya Syu’aib juga. Wallahu A’lam bisshawab
Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu’aib, mentua Nabi Musa. Sebahagia besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu’aib A.S. yang diutuskan sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain berpendapat bahwa ia adalah orang lain yaitu yang dianggap adalah satu kebetulan namanya Syu’aib juga. Wallahu A’lam bisshawab
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja
Fir’aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa, adalah
seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia
memerintah negaranya dengan kekerasan,
penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya
hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda
mereka, terutama Bani Isra’il yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman
dan bertindak sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka
merasa tidak tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada
dalam rumah
mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan
dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila
kedengaran suara pegawai-pegawai kerajaan lalu di sekitar rumah mrk, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di depan pintu.
Raja
Fir’aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu, bergelimpangan
dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan
mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Pd
suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh seorang ahli nujum
kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg menghadap raja dan memberitahu bahwa
menurut firasatnya falaknya, seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra’il yang kelak akan menjadi musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.
Raja Fir’aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi
lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan
agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi
lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka
dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.
Raja Fir’aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman “Kun” pasti akan wujud dan menjadi kenyataan “Fayakun”. Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.
Raja Fir’aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman “Kun” pasti akan wujud dan menjadi kenyataan “Fayakun”. Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.
Raja Fir’aun
sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu bahwa
kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul
Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi
yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan
diwarisi kelak oleh umat Bani Isra’il yang dimusuhi, dihina, ditindas
dan disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar
yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang
timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad,
isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub sedang duduk seorang diri di
salah satu sudut rumahnya menanti dtgnya seorang bidan yang akan
memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu.
Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir’aun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu.
Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir’aun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu.
Setelah bayi
mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada
dalam keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan bayinya. Allah
memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti
yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu
terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke
atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi
oleh Yukabad, setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam,
terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh
ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahsia itu agar diketahui di
mana ia berlabuh dan ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi
erti yang sgt besar bagi perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir’aun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah dinerikan kepadanya.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir’aun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah dinerikan kepadanya.
Raja Fir’aun ketika diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada isterinya: “Aku khuatir bahwa inilah bayi
yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami
dan akan membinasakan kerajaan kami y besar ini.” Akan tetapi isteri
Fir’aun yang sudah terlanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya: “Janganlah bayi
yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik
kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan
bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt tertarik kepadanya dan ia akan menjadi
kesayanganku dan kesayangmu”. Demikianlah jika Allah Yang Maha Kuasa
menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan bagi terlaksananya takdir
itu. Dan selamatlah nyawa putera Yukabad yang telah ditakdirkan oleh
Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir’aun, bererti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat ditemukannya peti bayi
itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa inang untuk menjadi ibu
susuan Musa. Akan tetapi setiap inang yang mencuba dan memberi air
susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut dari setiap tetk yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri Fir’aun lagi bingung memikirkan bayi
pungutnya yang enggan menetek dari sekian banyak inang yang didatangkan
ke istana, datanglah kakak Musa menawarkan seorang inang lain yang
mungkin diterima oleh bayi itu.
Atas pertanyaan keluarga Fir’aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu, berkatalah kakak Musa: “Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dpt menerima air susu ibu keluarga itu”.
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir’aun dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah air susu ibu kandungnya itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir’aun dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah air susu ibu kandungnya itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah
selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di
mana ia di asuh, dibesar dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang
lain. Ia mengenderai kenderaan Fir’aun dan berpakaian sesuai dengan
cara-cara Fir’aun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai Musa bin
Fir’aun.
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam Al-Quran dari ayat 4 hingga ayat 13 dalam surah “Al-Qashash” sebagai berikut :~
“4.~
Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan dari
mrk, menyembelih anak lelaki mrk dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan.5.~ Dan Kami hendak memberi kurnia kepada orang-orang yang
tertindas di bumi {Mesir} itu dan hendak menjadi mrk pemimpin dan
menjadikan mrk orang-orang yang mewarisi {bumi}.6.~ Dan Kami akan
teguhkan kedudukan mrk di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada
Fir’aun dan Haman berserta tenteranya apa yang selalu mereka khuatirkan
dari mereka itu.7.~ Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa,”susukanlah dia,
dan apabila kamu khuatir terhadapnya, maka jatuhkan dia ke dalam sungai
{Nil}. Dan janganlah kamu khuatir dan janganlah pula bersedih hati,
karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya {salah seorang} dari para rasul.8.~
Maka pungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman berserta
tenteranya adalah orang-orang yang bersalah.9.~ Dan berkatalah isteri
Fir’aun: “Ia {Musa} biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu
membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia
menjadi anak,” sedang mrk tiada menyedari.10.~ Dan menjadi kekosongan
hait ibu Musa, seandainya Kami tidak teguhkan hatinya, spy ia termasuk
orang-orang yang percaya {kepada janji Allah}.11.~ Dan berkatalah ibu
Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia”. Maka kelihatan
olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.12.~ Dan Kami
cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang nahu
menyusukannya sebelum itu, maka berkatalah saudara Musa: “Mahukah kamu
aku tunjukkan kepada kamu ahlul-bait yang akan memeliharakannya utkmu
dan mrk dpt berlaku baik kepadanya?”13.~ Maka Kami kembalikan Musa
kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi manusia
kebanyakan tidak mengetahuinya.” { Al-Qashash : 4 ~ 13 }
Musa keluar dari Mesir
Sejak
ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup sebagai
slah seorang drp keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya,
dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi
istana. Allah mengurniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan
tugas kenabian dan risalah
yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani,
ia dikurniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra’il tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir’aun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Musa mengetahui dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra’il tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir’aun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi
ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu tengahari di
mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur siang, Ia
melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani Isra’il bernama
Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir’aun bernama Fa’tun. Musa yang
mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap
musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu, segera melontarkan pukulan
dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebah an
menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Musa
terkejut melihat Fatun, orang Fir’aun itu mati karena tumbukannya yang
tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia merasa
berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas perbuatannya
yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang drp
hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Isra’illah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Isra’illah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota
dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk kota
mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya
diketahui oleh Samiri dan Musa shj. akan tetapi, walaupun tidak orang
ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan
berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila
sampai tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahsia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir’aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: ” Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat.”
Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri berkata: “Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadilkan kedamaian”.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahsia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir’aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: ” Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat.”
Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri berkata: “Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadilkan kedamaian”.
Kata-kata
Samiri itu segera tertangkap orang-orang Fir’aun, yang dengan cepat
memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang mencari
jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang
akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai balasan
terhadap matinya seorang dari kalangan kaum Fir’aun.
Selagi orang-orang Fir’aun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang lelaki slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota memberitahukan kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap. lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta menyekat pintu-pintu gerbangnya.
Selagi orang-orang Fir’aun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang lelaki slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota memberitahukan kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap. lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta menyekat pintu-pintu gerbangnya.
Tentang
isi cerita ini, ada terdapat dalam al-Quran yang boleh di baca di dalam
surah “Al-Qashshas” ayat 14 sehingga ayat 21 sebagaimana berikut :~
“14.~
Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikannya
hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.15.~ Dan Musa masuk ke kota {Memphis}
ketika penduduknya sedang tidur, maka didapatinya di dalam kota itu dua
orang lelaki sedang bergaduh, yang seorangnya dari golongannya {Bani
Isra’il} dan seorang lagi dari musuhnya {Kaum Fir’aun}. Maka orang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang dari
musuhnya, lalu Musa menumbuknya dan matilah musuhnya itu. Musa berkta;
“Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang menyesatkan lagi nyata {permusuhannya}.16.~ Musa berdoa: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu
ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang
Maha Pengampun dan Maha Penyayang.17.~ Musa berkata : “Ya Tuhanku demi
nikmat Engkau anugerahkan kepadaku, aku sesekali tiada akan menjadi
penolong bagi orang-orang yang berdosa”.18.~ Karena itu jadilah Musa di
kota itu merasa takut menunggu dengan khuatir {akibat perbuatannya} maka
tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya kelmarin berteriak meminta
pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu
benar-benar orang yang sesat, yang nyata {kesesatannya}.19.~ Maka
tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang yang menjadi musuh
keduanya, berkata {seorang drp mereka}: “Hai Musa apakah engkau
bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat sewenang-wenang di negeri {ini}, dan tiadalah kamu
bermaksud menjadi salah seorang dari orang yang mengadakan
perdamaian”.20.~ Dan datanglah seorang laki-laki dari hujung kota
bergegas-gegas, seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri
sedang berunding tentangmu, untuk membunuhmu oleh itu keluarlah {dari
kota ini}. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat
kepadamu.21.~ Mak keluarlah Musa dari kota ini dengan rasa takut
menunggu-nunggu dengan khuatir. Dia berdoa: “Ya Tuhanku selamatkanlah
dari orang-orang yang zalim itu.” { Al-Qashash : 14 ~ 21 }
Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
Dengan
berdoa kepada Allah: “Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari segala tipu
daya orang-orang yang zalim” keluarlah Nabi Musa dari kota Mesir seorang
diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah tiada kawan selain cahaya
Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa kepada Allah.
Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan
tanahi airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh Allah dari buruan
kaum fir’aun yang ganas dan kejam itu.
Setelah
menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan berkaki ayam
{tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa
di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu’aib yang terletak di timur jazirah
Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.
Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan kepada siapa ia harus bertamu, di tempat di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air bagi memberi minum ternakannya masing-masing, sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minuman kepada ternakannya, jika para penggembala lelaki itu sudah selesai dengan tugasnya.
Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan kepada siapa ia harus bertamu, di tempat di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air bagi memberi minum ternakannya masing-masing, sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minuman kepada ternakannya, jika para penggembala lelaki itu sudah selesai dengan tugasnya.
Musa
merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang menanti
lalu dihampirinya dan ditanya : “Gerangan apakah yang kamu tunggu di
sini?” Kedua gadis itu menjawab: “Kami hendak mengambil air dan memberi
minum ternakan kami namun kami tidak dapat berdesak dengan lelaki yang
masih berada di situ. Kami menunggu sehingga mereka selesai memberi
minum ternakan mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena
ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri, jangan lagi
datang ke mari”. Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata dua pun
diambilkannyalah timba kedua gadis itu oleh Musa dan sejurus kemudian
dikembalikannya kepada mrk setelah terisi air penuh sedang sekeliling
sumber air itu masih padat di keliling para pengembala.
Setibanya kedua gadis itu di rumah
berceritalah keduanya kepada ayah mrk tentang pengalamannya dengan Nabi
Musa yang karena pertolongannya yangbtidak diminta itu mrk dapat lebih
cepat kembali ke rumah
drp biasa. Ayah kedua gadis yang bernama Syu’aib itu tertarik dengan
cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati
itu yang telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya
dan sekaligus menytakan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang
dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.
Dengan
malu-malu pergilah puteri Syu’aib menemui Musa yang masih berada di
bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar Musa
berdoa: “Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan memerlukan
kebaikan sedikit brg makanan yang Engkau turunkan kepadaku.”
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya: “Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami dan ternakan kami.”
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya: “Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami dan ternakan kami.”
Musa
sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan
dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan
senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dab bercakap-cakap dengan Syu’aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pd dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir’aun terhadap dirinya.
Dalam berbincang-bincang dab bercakap-cakap dengan Syu’aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pd dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir’aun terhadap dirinya.
Berkata Syu’aib setelah
mendengar kisah tamunya: “Engkau telah lepas dari pengejaran dari
orang-orang yang zalim dan ganas itu adalah berkat rahmat Tuhan dan
pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, di man engkau akan tinggallah dengan tenang dan tenteram selama engkau suka.”
Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu’aib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu’aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: “wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai.”
Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu’aib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu’aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: “wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai.”
Saranan
gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah
menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah,
menunjukkan sikap bergaul yang manis perilaku yang hormat dab sopan
serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.
Diajaklah Musa berunding oleh Syu’aib dan berkatalah kepadanya: “Wahai Musa! Tertarik oleh sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini kami dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu, mengahwinkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskahwinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama lapan tahun menguruskan penternakan kami dan soal-soal rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas lapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu.”
Diajaklah Musa berunding oleh Syu’aib dan berkatalah kepadanya: “Wahai Musa! Tertarik oleh sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini kami dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu, mengahwinkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskahwinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama lapan tahun menguruskan penternakan kami dan soal-soal rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas lapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu.”
Nabi
Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di
negeri orang sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada sahabat telah
menerima tawaran Syu’aib iut sebagai kurniaan dari Tuhan yang akan
mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman
hidup untuk menyekutunya menanggung beban penghidupan dengan segala duka
dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada Syu’aib:
“Aku merasa sgt bahagia, bahwa pakcik berkenan menerimaku sebagai
menantu, semuga aku tidak menghampakan harapan pakcik yang telah berjasa
kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah
tamah, kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami kepada anak
puterinya. Syarat kerja yang pakcik kemukakan sebagai maskahwin, aku
setujui dengan penuh tanggungjawab dab dengan senang hati.”
Setelah
masa lapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu’aib ditambah dengan suka
rela dilampaui oleh Musa, dikahwinkanlah ia dengan puterinya yang
bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan diberinyalah pasangan
penganti baru itu oleh Syu’aib beberapa ekor kambing untuk dijadikan
modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian
beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu’aib kepada
Musa yang selama ini di bawah pengurusannya, penternakan Syu’aib menjadi
berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang
berlipat ganda.
Bacalah tentang isi
cerita yang terurai ini di dalm ayat 22 sehingga ayat 28, surah
“Al-Qashash” juz 20 yang berbunyi sebagai berikut :~
“22.~
Dan tatkala ia menghadap ke negeri Madyan, ia berdoa {lagi}:
“Mudah-mudahan Tuhanku menimpaiku ke jalan yang benar.”23.~ Dan tatkala
ia sampai di sumber air di negeri Madyan, ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang memberi minum {ternakannya} dan ia
menjumpai di belakang orang ramai itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat ternakannya. Musa berkata: “Apakah maksudmu {dengan berbuat
begitu}?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan
{ternakan kami} sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
{ternakkannya} sedang bapa kami orang tua yang telah lanjut
umurnya.”24.~ Maka Musa memberi minum ternakan itu {utk menolong}
keduanya, kemudian kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa: ” Ya
Tuhanku! Sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku.”25.~ Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang
daripada kedua wanita itu dengan malu-malu ia berkata: “Sesungguhnya
bapaku memanggilmu agar ia memberi pembalasan {kebaikanmu} memberi minum
{ternakan} kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapanya {Syu’aib} dan
menceritakan kepadanya cerita {mengenai dirinya}. Syu’aib berkata:
“Janganlah kamu takut, kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim
itu.”26.~ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapaku, ambil
ia sebagai orang yang bekerja {dengan kita}. karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja {dengan kita} ialah orang
yang kuat lagi dpt dipercayai.”27.~ Berkatalah dia {Syu’aib}: ”
Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku lapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun itu adalah dari kemahuanmu, maka aku
tidak mahu memberati kamu. Dan kamu insya-Allah kelak akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.”28.~ Dia berkata: “Itulah {perjanjian}
antara aku dan kamu, mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku
sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku {lagi}. Dan
Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” { Al-Qashash : 22 ~ 28 }
Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu
Sepuluh
tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan
diri dari buruan kaum Fir’aun. Suatu waktu yang cukup lama bagi
seseorang dpt bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat
tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup
di dalam tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang seperti Musa yang
mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan indah selama ia berada
di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang megah
dan mewah, maka wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah tumpah darahnya
dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura, puteri
Syu’aib.
Bergegas-gegaslah Musa
berserta isterinya mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu
meminta diri dari orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan
menghindari jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Fir’aun
yang masih mencarinya.
Setibanya di “Thur Sina” tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada isterinya: “Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan.”
Setibanya di “Thur Sina” tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada isterinya: “Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan.”
Tatkala
Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh dia suara seruan kepadanya
datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya
pada tempat yang diberkahi Allah. Suara seruan yang didengar oleh Musa
itu ialah: “Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku
telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku.”
Itulah
wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda
kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul
dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung
dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah
yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap
kaum Fir’aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: “Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!” Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang sederhana. “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan pdnya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku.”
Bertanyalah Allah kepada Musa: “Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!” Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang sederhana. “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan pdnya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku.”
Maksud dan erti dari
pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegertikan dan
diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan
tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar
yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah
berseru kepadanya: “Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan
mengembalikannya kepada keadaan asal.”
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu’aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu’aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua,
Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya
yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi putih
cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah “Thaahaa” ayat 9 sehingga 23 juz 16 sebagai berikut :~
“9.~
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? 10.~ Ketika itu melihat api,
lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah kamu {di sini}
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu.”
11.~ Mak ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil: “Hai Musa,
12.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. 13.~ Dan
aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
{kepadamu}. 14.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingati
Aku. 15.~ Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan
{waktunya} agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahakannya. 16.~ Maka sesekali janagnlah kamu dipalingkan daripadanya
oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti
hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu menjadi binasa.” 17.~ Apakah itu
yang ditangan kananmu, hai Musa?” 18.~ Berkata Musa: “Ini adalah
tongkatku, aku bertelekan padanya dan aku memukul {daun} dengannya untuk
kambingku dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” 19.~ Allah
berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” 20.~ Lalu dilemparkanlah tongkat
itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
21.~ Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut. Kami akan
mengembalikannya kepada keadaan asalnya.” 22.~ Dan kepitkanlah tanganmu
di ketiakmu, nescaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat,
sebagai mukjizat yang lain {pula}. 23.~ untuk Kami perlihatkan kepadamu
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar.” {Thaahaa :
9 ~ 23 }
Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir’aun
Raja
Fir’aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan
pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari
bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa Isra’il yang
merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak
merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir’aun sendiri.
Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir’aun sendiri.
Selain kezaliman, kekejaman,
penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir’aun atas rakyatnya,
terutama kaum Bani Isra’il. ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang
harus disembah dan dipuja. Dan dengan demikian ia makin jauh membawa
rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga
makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan
moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai Rasul-Nya, mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahawa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai Rasul-Nya, mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahawa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.
Nabi
Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan,
selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa pembunuhan yang
telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih
belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir’aun. Ia tidak
mengabaikan kemungkinan bahwa mrk akan melakukan pembalasan terhadap
perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas
dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong
rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya dengan
memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang
mungkin akan dihadapi.
Jika pada
waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi
Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir’aun, Maka dengan
perintah Allah yang berfirman maksudnya :~
“Pergilah engkau ke Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir’aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah: “Aku telah membunuh seorang drp mereka , maka aku khuatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebih petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah.”
“Pergilah engkau ke Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir’aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah: “Aku telah membunuh seorang drp mereka , maka aku khuatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebih petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah.”
Allah
berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun
yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa
mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir’aun dengan
diiringi firman Allah: “Janganlah kamu berdua takut dan khuatir akan
disiksa oleh Fir’aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta
melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Fir’aun.
Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut
sedarkanlah ia dengan kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid,
meninggalkan kezalimannya dan kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap
yang lemah lembut daripada kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan
dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kebonmgkakannya.”
Bacalah
tentang isi cerita di atas di dalam ayat 33 sehingga ayat 35 surah
“Al-Qashash” dan ayat 42 sehingga ayat 47 surah “Thaha” sebagai berikut
:~
“33.~ Musa berkata: “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah membunuh seseorang manusia dari golongan mereka,
maka aku takut mereka akan membunuhku, 34.~ dan saudaraku Harun dia
lebih petah lidahnya drpku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantu
untuk membenarkan {perkataan} ku sesungguhnya aku khuatir mereka akan
mendustakan aku.” 35.~ Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan
saudaramu dan Kami berikan kepadamu kekuasaan yang besar, maka mereka
tidak dapat mencapaimu {berangkat kami berdua} dengan membawa mukjizat
Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” {
Al-Qashash : 33 ~ 35 }
“42.~ Pergilah
kamu berserta saudara kamu dengan membawa ayat-ayat-Ku dan janganlah
kamu berdua lalai dalam memngingat-Ku. 43.~ Pergilah kamu berdua kepada
Fir’aun, sesungguhnya dia telah melewati batas. 44.~ maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan
ia akan ingat atau takut” 45.~ Berkatalah mereka berdua: “Ya Tuhan kami
sesungguhnya kami khuatir bahwa ia segera menyeksa kami atau akan
bertambah melewati batas 46.~ allah berfirman: “Janganlah kamu berdua
khuatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat”. 47.~ Maka datanglah kamu berdua kepadanya {Fir’aun} dan
katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka
lepaskanlah Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyeksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti
{atas kerasulan kami} dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan
kepada orang yang mengikuti petunjuk.” { Thaha : 42 ~ 47 }
Mujadalah (dialog) antara Musa dengan Fir’aun
Diperolehi
kesempatan oleh Musa dan Harun, menemui raja Fir’aun yang menyatakan
dirinya sebagai tuhan itu, setelah menempuh beberapa rintangan yang
lazim dilampaui oleh orang yang ingin bertemu dengan raja pd waktu itu.
Pertemuan Musa dan Harun dengan Fir’aun dihadiri pula oleh beberapa
anggota pemerintahan dan para penasihatnya.
Bertanya Fir’aun kepada mereka berdua:: “Siapakah kamu berdua ini?”
Musa menjawab: “Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Isra’il dari perhambaan dan penindasanmu dan menyerahkan meeka kepada kami agar menyebah kepada Allah dengan leluasa dan menghindari seksaanmu.”
Bertanya Fir’aun kepada mereka berdua:: “Siapakah kamu berdua ini?”
Musa menjawab: “Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Isra’il dari perhambaan dan penindasanmu dan menyerahkan meeka kepada kami agar menyebah kepada Allah dengan leluasa dan menghindari seksaanmu.”
Fir’aun
yang segera mengenal Musa berkata kepadanya: “Bukankah engkau adalah
Musa yang telah kami mengasuhmu sejak masa bayimu dan tinggal bersama
kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu, mendapat pendidikan dan
pengajaran yang menjadikan engkau pandai? Dan bukankah engkau yang
melakukan pembunuhan terhadap diriseorang drp golongan kami? Sudahkah
engkau lupa itu semuanya dan tidak ingat akan kebaikan dan jasa kami
kepada kamu?”
Musa menjawab: “Bahwasanya engkau telah memeliharakan aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku terapung di permukaan sungai Nil di dalamsebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan. Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu, Allah mengurniakan aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra’il.”
Musa menjawab: “Bahwasanya engkau telah memeliharakan aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku terapung di permukaan sungai Nil di dalamsebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan. Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu, Allah mengurniakan aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra’il.”
Fir’aun bertanya:
“Siapakah Tuhan yang engkau sebut-sebut itu, hai Musa? Adakah tuhan di
atas bumi ini selain aku yang patut di sembah dan dipuja?”
Musa menjawab: “Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam.”
Tanya Fir’aun: “Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?”
Musa menjawab: “Ialah Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi.”
Berkata Fir’aun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan yang berada disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutuskan kepada kamu ini adalah seorang yang gila kemudia ia balik bertanya kepada Musa dan Harun: “Siapakah Tuhan kamu berdua?”
Musa menjawab: “Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam.”
Tanya Fir’aun: “Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?”
Musa menjawab: “Ialah Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi.”
Berkata Fir’aun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan yang berada disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutuskan kepada kamu ini adalah seorang yang gila kemudia ia balik bertanya kepada Musa dan Harun: “Siapakah Tuhan kamu berdua?”
Musa
menjawab: “Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada
tiap-tiap makhluk sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi petunjuk
kepadanya.”
Fir’aun bertanya: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan malahan menyembah berhala dan patung-patung?”
Musa menjawab: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku. Jika Dia telah menurunkan azab dan seksanya di atas mereka maka itu adalah karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka kembali ke jalan yang benar. Jika Dia menunda azab dan seksa mereka hingga hari kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum mengetahuinya. Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan seksanya adalah jalan yang benar.”
Fir’aun bertanya: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan malahan menyembah berhala dan patung-patung?”
Musa menjawab: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku. Jika Dia telah menurunkan azab dan seksanya di atas mereka maka itu adalah karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka kembali ke jalan yang benar. Jika Dia menunda azab dan seksa mereka hingga hari kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum mengetahuinya. Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan seksanya adalah jalan yang benar.”
Rif’aun
yang sudah tidak berdaya menolak dalil-dalil Nabi Musa yang diucapkan
secara tegas dan berani merasa tersinggung kehormatannya sebagai raja
yang telah mempertuhankan dirinya lalu menujukan amarahnya dan berkata
kepada Musa secara mengancam: “Hai Musa! jika engkau mengakui tuhan
selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan ke dalam penjara.”
Musa menjawab: “Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda-tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?”
Musa menjawab: “Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda-tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?”
Fir’aun
menentang dengan berkata: “Datanglah tanda-tanda dan bukti-bukti yang
nyata yang dapat membuktikan kebenaran kata-katamu jika engkau
benar-benar tiak berdusta.”
Dialog
{mujadalah} antara Musa dan Fir’aun sebagaimana dihuraikan di atas dpt
dibaca dalam surah “Asy-Syu’ara” ayat 18 hingga ayat 31 juz 19
sebagimana berikut :~
“18.~ Fir’aun
berkata: “Bukankah kami telah mengasuhmu diantara {keluarga} kami
diwaktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal diantara {keluarga} kami
beberapa tahun dari umurmu. 19.~ dan kamu telah berbuat sesuatu
perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas jasa.” 20.~ Berkata Musa: “Aku telah
melakukannya sedang aku diwaktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
21.~ Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepada kamu,
kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikan aku salah
seorang diantara rasul-rasul.
22.~ Budi yang kamu limpahkan kepada ku ini adalah {disebabkan}
perhambaan darimu terhadap Bani Isra’il.” 23.~ Fir’aun bertanya: “Apa
Tuhan semesta alam itu?”24.~ Musa menjawab: “Tuhan pencipta langit dan
bumi dan apa yang diantara keduanya {itulah Tuhanmu} jika kamu sekalian
{orang-orang} mempercayainya”. 25.~ Berkata Fir’aun kepada orang-orang
sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?”. 26.~ Musa berkata:
“Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu” 27.~ Fir’aun
berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutuskan kepada kamu sekalian
benar-benar orang gila”. 28.~ Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur
dan barat dan apa yang ada di antara keduanya {itulah Tuhanmu} jika kamu
mempergunakan akal”. 29.~ Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyenbah
Tuhan selain aku benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang
yang dipenjarakan”. 30.~ Musa berkata: “Dan apakah kamu {akan melakukan
itu} walaupun aku tunjukkan kepadamu sesuatu {keterangan} yang nyata
jika kamu adlah termasuk orang-orang yang benar.” { Asy-Syura : 18 ~ 31 }
Musa mempertunjukkan dua mukjizat kepada Fir’aun
Menjawab
tentangan Fir’aun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan
serta-merta meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma
menjadi seekor ular besar yang melata menghala ke Fir’aun. Karena
ketakutan melompat lari dari singgahsananya melarikan diri seraya
berseru kepada Musa: ” Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan
belas tahun panggillah kembali ularmu itu.” Kemudian dipeganglah ular
itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.
Berkata Fir’aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya: “Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?”
“Ya, lihatlah.” Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir’aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir’aun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya walaupun kepadanya telah diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khuatir akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan sihirnya itu.
“Ya, lihatlah.” Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir’aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir’aun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya walaupun kepadanya telah diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khuatir akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan sihirnya itu.
Fir’aun
dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar mematahkan
sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli sihir yang
terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan
Harun. Anjuran mana disetujui oleh Fir’aun yang merasa itu adalah
fikiran yang tepat dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua
mukjizat Allah yang oleh mereka dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu
lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika tanpa ragu-ragu sedikit pun
menerima tentangan Fir’aun untuk beradu dan bertanding melawan ahli-ahli
sihir. Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan perlindung Allah ia akan
keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu, pertandingan antara
perbuatan sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat yang
dikurniakan oleh Allah.
Pada suatu
hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari pertandingan
sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah
ditentukan untuk menyaksikan perlumbaan kepandaian menyihir yang buat
pertama kalinya diadakan di kota Mesir. Juga sudah berada di tempat
ahli-ahli sihhir yang terpandai yang telah dikumpulkan dari seluruh
wilayah kerajaan masing-masing membawa tongkat , tali dan lain-lain alat
sihirnya. Mrk cukup bersemangat dan akan berusaha sepenuh kepandaian
mrk untuk memenangi pertandingan. Mrk telah memperolhi janji dari
Fir’aun akan diberi hadiah dan wang dalam jumlah yang besar bila
berhasil mengalahkan Musa dengan mematahkan daya sihirnya.
Setelah
segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar negeri
sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir’aun yang telah duduk di
atas kursi singgahsananya maka dinyatakanlah pertandingan dimulai.
Kemudian atas persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih
dahulu mempertujukan kepandai sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir’aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali-temali mrk ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: “Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera.”
Segeralah ahli-ahli sihir Fir’aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali-temali mrk ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: “Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera.”
Para
ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika
melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan
ular-ular dan segala apa yang terbayangsebagai hasil tipu sihir mrk. Mrk
segera menyerah kalah bertunduk dan bersujud {kepada Allah} dihadapan
Musa seraya berkata: “Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang
diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan
ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun maka tidak ada
alasan bagi kami untuk tidak mempercayai risalah mereka dn beriman kepada Tuhan mereka sesudah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri.”
Fir’aun
raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari rakyatnya
sebagai tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel
melihat ahli-ahli sihirnya begitu cepat menyerah kalah kepada Musa
bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya dan kepada kenabiannya serta
menjadi pengikut-pengikutnya. Tindakan mereka itu dianggapnya sebagai
pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan terhadap ketuhanannya dan
merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan serta prestasinya. Ia berkata
kepada mrk: “Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada
keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?” Bukankah ini suatu
persekongkolan drp kamu terhadapku? Musa dpt mengalah kamu sebab ia
mungkin guru dan pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan
kamu telah mengatur bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di
depanku hari ini. Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan
khianatmu ini. Akanku potong tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku
salibkan kamu semua pada pangkal pohon kurma sebagai hukuman dan balasan
bagi tindakan khianatmu ini.”
Ancaman
Fir’aun itu disambut mrk dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena
Allah telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak
akan terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang menyesatkan atau
ancaman Fir’aun yang menakutkan. Mrk sebagai-orang-orang yang ahli dalam
ilmu dan seni sihir dpt membedakan yang mana satu sihir dan yang mana
bukan. Maka sekali mrk diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang
membuktikan kebenaran kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dpt
digoyahkan oleh ancaman apa pun. Berkata mereka kepada Fir’aun
menanggapi ancamannya: “Kami telah memdpat bukti-bukti yang nyata dan
kami tidak akan mengabaikan kenyataan itu sekadar memenuhi kehendak dan
keinginanmu. Kami akan berjalan terus megikut jejak dan tuntutan Musa
dan Harun sebagai pesuruh oleh yang benar. Maka terserah kepadamu untuk
memutuskan apa yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami. Keputusan
kamu hanya berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah
di akhirat yang kekal dan abadi.”
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah “Asy-Syu’ara” ayat 32 sehingga ayat 51 juz 19 sebagai berikut :~
“32~
Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu {menjadi
ular}. 33~ Dan ia menarik tangannya {dr dalam saku bajunya} maka
tiba-tiba tangan itu menjadi putih {bersinar} bagi orang-orang yang
melihatnya. 34~ Fir’aun berkata pembesar-pembesar yang berada di
sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa itu benar-benar seorang ahli sihir
yang pandai, 35~ ia hendak mengusir kamu dari negeri kamu sendiri dengan
sihirnya maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?” 36~ Mrk menjawab:
“Tundalah {urusan} dia dan saudaranya dan kirimlah ke seluruh negeri
orang-orang yang akan mengumpulkan {ahli sihir}, 37~ nescaya mereka akan
mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu”. 38~ Lalu
dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang
maklum, 39~ dan dikatakan kepada orang ramai: “Berkumpullah kamu
sekalian, 40~ semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir, jika mereka adalah
orang-orang yang menang”. 41~ Maka tatkala ahli-ahli sihir dtg , mrk pun
bertanya kepada Fir’aun: “Apakah kami sungguh-sungguh mendpt upah yang
besar jika kami adalah orang-orang yang menang?” 42~ Fir’aun menjawab:
“Ya, kalu demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi
orang yang didekatkan {kepadaku}”. 43~ Berkatalah Musa kepada mrk:
“Jatuhkalah apa yang kamu hendak jatuhkan”. 44~ Lalu mrk menjatuhkan
tali-temali dan tongkat-tongkat mereka lalu berkata: ” Demi kekuasaan
Fir’aun, sesungguhnya kami akan benar-benar akan menang”. 45~ kemudian
Musa menjatuhkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu
yang mereka ada-adakan itu. 46~ Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir
sambil bersujud {kepada Allah}, 47~ mereka berkata: “Kami beriman kepada
Tuhan semesta alam , 48~ yaitu Tuhan Musa dan Harun”. 49~ Fir’aun
berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelumaku memberi
izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajar
sihir kepadamu, maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui
{akibat perbuatanmu}, sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu
dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya”. 50~ Mereka
berkata: “Tidak ada kemudharatan {kepada kami}, sesungguhnya kami akan
kembali kepada Tuhan kami, 51~ sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa
Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah
orang-orang yang pertama sekali beriman.” {Asy-Syu’ara : 32 ~ 51 }
Fir’aun tetap keras kepala dan semakin bingung
Nabi
Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua mukjizatnya
makin meluas pengaruhnya, sedan Fir’aun dengan kekalahan ahli sihirnya
merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun. ia khuatir jika
gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan
kerajaannya serta kekekalan mahkotanya. Para penasihat dan
pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha menghilangkan rasa
kecemasan dan kekhuatirannya, tetapi mereka sebaliknya makin membakar
dadanya dan makin menakutu-nakutinya. Mrk berkata kepadanya: “Apakah
engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya bergerak secara bebas dan
meracuni rakyat dengan amcam-macam kepercayaan dan ajaran-ajaran yang
menyimpang dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang kita?
Tidakkah engkau sedar bahwa rakyat kita makin lama makin terpengaruh
oleh hasutan-hasutan Musa. sehingga lama-kelamaan nescaya kita dan
tuhan-tuhan kita akan ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya
akan hancur binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini.”
Fir’aun
menjawab: “Apa yang kamu huraikan itu sudah menjadi perhatiku sejak
dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa. Dan memang kalau kita
membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan pengaruhnya di
kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin bertambah jumlahnya,
pasti pada akhirnya akan merusakkan adab hidup masyarakat negara kita
serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi kerajaan kita yang megah
ini. karenanya aku telah merancang akan bertindak terhadap Bani Isra’il
dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita sahaja akanku
biarkan hidup.”
Rancangan jahat
fir’aun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan kerajaannya. Aneka ragam
gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas Bani Isra’il
yang memang menurut anggapan masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas
kambing dalam kerajaan Fir’aun yang zalim itu. Dengan makin meningkatnya
kezaliman dan penindasan yang mereka terima dari alat-alat kerajaan
Fir’aun, datanglah Bani Isra’il kepada Nabi Musa, mengharapkan
pertolongan dan perlindungannya. Nabi Musa tidak dpt berbuat byk pada
masa itu bagi Bani Isra’il yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya
menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya kelak,di mana mrk
akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mrk alami.
Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal seraya
memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan
perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang soleh, sabar dan bertakwa!
Fir’aun
bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya
terhadap Bani Isra’il yang merupakan kaumnya, bahkan tulang belakang
Nabi Nusa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak sedikit pun
terhambat oleh tindakan Fir’aun itu. Demikian pula tidak seorang pun drp
pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan tindakan Fir’aun itu.
Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mrk yang sudah bulat
terhadap risalah Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dpt menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Fir’aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dpt menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Fir’aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Fir’aun memanggil
para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya untuk bermesyuarat dan
merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di undang itu terdapat
seorang mukmin dari Keluarga Fir’aun yang merahsiakan imannya.
Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang diadakan oleh Fir’aun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata: “Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah benar dalam kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?”
Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang diadakan oleh Fir’aun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata: “Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah benar dalam kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?”
Fir’aun
memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: “Rancanganku harus
terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak mengemukan kepadamu
melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu
melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan kerajaan dan
negara.”
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu melanjutkan: “Sesungguhnya aku khuatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan ditimpa azab dan seksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya”.
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu melanjutkan: “Sesungguhnya aku khuatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan ditimpa azab dan seksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya”.
Mukmin
itu meneruskan nasihatnya:”Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khuatir kamu
akan menerima seksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di mana kamu
akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun akan dapat menyelamatkan
kamu itu dari seksa Allah. Hai kaum ikutilah nasihatku, aku hanya ingin
kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang benar. Ketahuilah bahwa
kehidupan di dunia ini hanya merupakan kesenangan sementara, sedangkan
kesenangan dan kebahagiaan yang kekal adalah di akhirat kelak.”
Orang
mukmin dari keluarga Fir’aun itu tidak dpt mengubah sikap Fir’aun dan
pengikut-pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan menggunakan
kecekapan berpidatonya dan susunan kata-katanya yang rapi, lengkap
dengan contoh-contoh dari sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah
dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan pembangkangan mereka
sendiri.
Fir’aun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rancangan jahat mereka. Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mahu mengubah sikap pro kepada Musa secara suka rela.
Fir’aun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rancangan jahat mereka. Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mahu mengubah sikap pro kepada Musa secara suka rela.
Berkata
orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir’aun: “Wahai kaumku, sgt aneh
sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk kebaikan dan
keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak ketahui, sedang aku
berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng Maha Esa, Maha
Perkasa, lagi Maha Pengampun. Sudah pasti dan tidak dapat diragukan
lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku itu tidak akan menolongku
dari murka dan seksa Allah di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya
kamu sekalian akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga
bagi orang-orang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang
kafir yang telah melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka.
Hai kaumku perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan
menyedari kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi
orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan.
Aku hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah Yang
Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan
hamba-hamba-Nya.”
Bacalah tentang isi
cerita di atas dalam surah “Al-A’raaf” ayat 127 sehingga ayat 129 juz 9
dan surah “Al-Mukmin” ayat 28 sehingga ayat 33 dan ayat 38 sehingga
ayat 45 juz 24 sebagai berikut :~
“127~
Berkata pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun {kepada Fir’aun}: “Apakah
kamu akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakkan di negeri
ini {Mesir} dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun
menjawab: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan
hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh ke
atas mereka”. 128~ Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan
kepada Allah dan bersabarlah sesungguhnya bumi {ini} kepunyaan Allah
dipusakakannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya.
Dan kesusahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. 129~
Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas {oleh Fir’aun} sebelum kamu
datang kepada kami dan sesudah kamu datang.” Musa menjawab:
“Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh-musuh kamu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi{-Nya} maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” {
Al-A’raaf : 127 ~ 129 }
“28~ Dan
seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang
mneyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan “Tuhanku ialah Allah” padahal dia telah
datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan
jika dia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung {dosa} dustanya
itu dan jika dia seorang yang benar, nescaya sebahagia {bencana} yang
diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. 29~ Hai kaumku
utkmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah
yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita?”
Fir’aun berkata: “Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang aku
pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar.” 30~ Dan orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku sesungguhnya
aku khuatir kamu akan ditimpa {bencana} seperti peristiwa {kehancuran}
golongan yang bersekutu, 31~ {yakni} seperti keadaan kaum Nuh, Aad,
Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak
menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya. 32~ HAi kaumku,
sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari panggil-memanggil.
33~ {yaitu} hari {ketika} kamu {lari} berpaling kebelakang, tidak ada
bagimu seseorang pun yang menyelamatkan kamu dari {azab} Allah dan siapa
yang disesatkan Allah nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan
memberi petunjuk.” { Al-Mukmin : 28 ~ 33 }
“38~
Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku ikutilah aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. 39~ Hai kaumku! Sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan {sementara} dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal. 40~ Barabg siapa mengerjakan perbuatan
jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan
itu. Dan barang siapa yang mengerja amal yang soleh baik laki-laki
mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk syurga, mereka diberi rezeki didalamnya tanpa hisab. 41~ Hai
kaumku! Bagaiman kamu ini, aku menyeru kamu kepada keselamatan tetapi
kamu menyeru aku ke neraka? 42~ {kenapa} kamu menyerukan supaya kufur
kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidakku ketahui
padahal aku menyeru kamu {beriman} kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun?” 43~ Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku
{beriman} kepadanya tidak dpt memperkenankan seruan apa pun, baik di
dunia mahu pun di akhirat. Dan sesungguhnya kembali kita adalah kepada
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mrk itulah
penghuni neraka. 44~ Kelak kamu akan ingat kepada apa yang aku katakan
kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusan aku kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. 45~ Maka Allah memeliharanya
dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir’aun berserta kaumnya dikepung
oleh azab yang amat buruk.” { Al-Mukmin : 38 ~ 45 }
Fir’aun menghina dan mengejek Musa
Selain tindakan kekerasan
yang ditimpakan ke atas Bani Isra’il kaumnya Nabi Musa, Fir’aun
melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap Nabi Musa dalam
usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang semakin
beertambah semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan
melawan tukang-tukang sihir kaum Fir’aun.
Berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya.”
Berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya.”
Dalam
lain kesempatan Fir’aun berkata kepada rakyatnya yang sudah
diperhambakan jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiakan kata-katanya
dan mengaminkan segala perintahnya: “Hai rakyatku! Tidakkah kamu melihat
bahwa aku memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana
sungai-sungai mengalir dibawah telapak kakiku, sungai-sungai yang
memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan hidup bagi rakyatku? Dan
tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan ketaatan rakyatku yang
bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa yang
hina-dina itu yang tidak cekap menguraikan isi hatinya dan menerangkan
maksud tujuannya. Megapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas,
sebagaimana lazimnya orang-orang yang diangkat menjadi raja, pemimpin
atau pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi oleh malaikat-malaikat
sebagai tanda kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa ia adalah
pesuruh Tuhannya?”
Kelompok orang
yang mendengar kata-kata Fir’aun itu dengan serta-merta mengiyakan dan
membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepatuhan yang bulat
kepada segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada
rajanya, namun zalim dan fasiq terhadap Tuhannya.
Dalam pd itu kesabaran Nabi Musa sampai pd puncaknya, melihat Fir’aun dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani Isra’il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan daripada kejaran Fir’aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mrk bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mahu sedar dan beriman kepada-Nya, bermacam azb dan seksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata!
Dalam pd itu kesabaran Nabi Musa sampai pd puncaknya, melihat Fir’aun dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani Isra’il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan daripada kejaran Fir’aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mrk bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mahu sedar dan beriman kepada-Nya, bermacam azb dan seksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata!
Berdoalah
Nabi Musa, memohon kepada Allah: “Ya Tuhan kami, engkau telah memberi
kepada Fir’aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang
meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan
mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau
redhai dan tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah
harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mrk tidak akan beriman
dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat seksaan-Mu yang
pedih.”
Berkat doa Nabi Musa dan
permohonannya yang diperkenankan oleh Allah, maka dilandakanlah kerajaan
Fir’aun oleh krisis kewangan dan makanan, yang disebabkan mengeringnya
sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi sawah-sawah dan ladang-ladang
disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan padi dan
gandum yang sudah menguning dan siap untuk diketam.
Belumlagi krisis kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.
Belumlagi krisis kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.
Pada waktu azab
menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka
kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan
kepada Allah mengangkat bala itu dari atas mereka dengan perjanjian
bahwa mrk akan beriman dan menyerahkan Bani Isra’il kepada Nabi Musa
sekirannya mereka dpt ditolong dan terhindar dari azab bala itu.
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mrk dan hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mrk mengingkari janji mereka dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mrk sendiri.
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mrk dan hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mrk mengingkari janji mereka dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mrk sendiri.
Bacalah
tentang isi cerita di atas ayat 26 dari surah “Al-Mukmin” ; ayat 51
sehingga ayat 54 surah “Az-Zukhruf” ; ayat 88 dan 89 surah “Yunus” dan
ayat 130 sehingga ayat 135 surah “Al-A’raaf” sebagimana berikut :~
“Dan
berkata Fir’aun {kepada pembesar-pembesarnya} “Biarlah aku membunuh
Musa, dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku
khuatir dia akan menukar agama atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.”
{ Al-Mukmin : 26 }
“Dan Fir’aun
berseru kepada kaumnya {seraya} berkata: “Hai kaumku! Bukankah kerajaan
Mesir ini kepunyaanku dan {bukankah} sungai-sungai ini mengalir
dibawahku, maa apakah yang kamu tidak melihatnya? 52~ Bukankah aku lebih
baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan
{perkataannya}? 53~ Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang emas, atau
malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.” 54~ Mak
Fir’aun mempergaruhi kaumnya {dengan perkataan itu} lalu mereka patuh
kepadanya kerana sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang fasiq.” {
Az-Zukhruf : 51 ~ 54 }
“88~ Musa
berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada
Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam
kehidupan dunia, Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan {manusia}
dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan
kunci matilah hati mereka maka mereka tidak beriman hingga mereka
melihat seksaan yang pedih.” 89~ Allah berfirman: “Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua sebab itu tetaplah kamu berdua pada
jalan yang lurus dan janganlah sesekali kamu mengikuti jalan
orang-orang yang tidak mengetahui.” { Yunus : 88 sehingga 89 }
“130~
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum {Fir’aun dan} kaumnya dengan
mendatangkan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pengajaran 131~ Kemudian apabila datang kepada
mereka kemakmuran mereka berkata: “Ini adalah kerana {usaha} kami.” Dan
jika mereka ditimpa kesusahan mrk lemparkan sebab kesialan itu kepada
Musa dan orang-orang yang berserta dengannya. Ketahuilah sesungguhnya
kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakkan
mereka tidak mengetahui. 132~ Mrk berkata kepada Musa: Bagaiman kamu
mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan
keterangan itu, maka sesekali kami tidak akan beriman kepadamu.” 133.~
Maka Kami {Allah} kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak
dan darah sebagai bukti yang jelas tetapi mrk tetap menyombong diri dan
mrk adalah kaum yang berdosa. 134~ Dan ketika mrk ditimpa azab {yang
telah diterangkan itu} mereka pun berkata: ” Hai Musa, mohonkanlah untuk
kami kepada Tuhanmu dengan {perantaraan} kenabian yang diketahui oleh
Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab
itu drp kami pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani
Isra’il pergi bersamamu.” 135~ Maka setelah Kami hilangkan azab itu
dari mrk hingga batas waktu yang mrk sampai kepadanya, tiba-tiba mrk
mengingkarinya.” { Al-A’raaf : 130 ~ 135 }
Bani Isra’il keluar dari Mesir
Bani
Isra’il yang cukup menderita akibat tindasan Fir’aun dan kaumnya cukup
merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan
Fir’aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sedar bahwa Musalah
yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari
cengkaman Fir’aun dan kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang
kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari
Mesir.
Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Rasa
cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani
Isra’il ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari
belakang mrk dikejar oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang akan berusaha
mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila
mrk tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari
Fir’aun yang zalim itu.
Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha’ bin Nun: “Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?” Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan kaumnya?”
Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha’ bin Nun: “Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?” Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan kaumnya?”
Nabi
Musa menjawab: “Janganlah kamu khuatir dan cemas, perjalanan kami telah
diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan
keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim itu.”
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra’il menuju ke tepi timurnya.
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra’il menuju ke tepi timurnya.
Setelah
mrk sudah berada di bahagian tepi timur dalam keadaan selamat
terlihatlah oleh mereka Fir’aun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang
sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali rasa cemas
dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa
seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada
itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti
Fir’aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir
Allah tela mendahului bahwa mrk akan menjadi bala tentera yang
tenggelam.
Berkatalah Fir’aun kepada
kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah
gunung air itu: “Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi
jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu.
Mrk mengira bahwa mrk akan dpt melepaskan dari kejaran dan hukumanku.
Mrk tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jgn
lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah
yang berkuasa yang harus disembah olehmu?” Maka dengan rasa bangga dan
sikap sombongnya turunlah Fir’aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang
sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul Musa dan
Bani Isra’il yang sudah berada di tepi bahagian timur sambil menanti
hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir itu.
Demikianlah
maka setelah Fir’aun dan bala tenteranya berada di tengah-tengah lautan
yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan
kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di
mana Fir’aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya
mengejar Musa dan Bani Isra’il. Terpendamlah mrk hidup-hidup di dalam
perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir’aun dan kaumnya untuk
menjadi kenangan sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang.
Pada
detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri
dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir’aun: “Aku
percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra’il. Aku
beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah
seorang muslim.”
Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: “Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dpt menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku.”
Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: “Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dpt menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku.”
Bani Isra’il
pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir’aun. Mrk masih
terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir’aun semasa ia
berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain drp yang
lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati.
Khayalan yang masih melekat pd fikiran mrk menjadikan mrk tidak mahu
percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir’aun sudah mati. Mrk menyatakan
kepada Musa bahwa Fir’aun mungkin masih hidup namun di alam lain.
Nabi
Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mrk
tentang Fir’aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir’aun sebagai
orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas
perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan
menindaskan serta memperhambakan Bani Isra’il. Dan setelah melihat
dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya
terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala tahayul mrk tentang
Fir’aun dan kesaktiannya.
Menurut
catatan sejarah, bahwa mayat Fir’aun yang terdampar di pantai
diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai
sekarang, sebagai mana dpt dilihat di muzium Mesir.
Tentang
isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam surah “Thaha” ayat
77 sehingga 79 ; surah “Asy-Syua’ra” ayat 60 sehingga 68 ; surah “Yunus”
ayat 90 sehingga 92 sebagaimana berikut :~
“77~
Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan
hamba-hamba-Ku {Bani Isra’il} di malam hari, maka buatklah untuk mrk
jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khuatir akan tersusul dan
tidak usah takut {akan tenggelam}.” 78~ Maka Fir’aun dengan bala
tenteranya mengejar mrk, lalu mrk ditutup oleh laut yang menenggelamkan
mrk. 79~ Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi
peetunjuk.” { Thaha : 77 ~ 79 }
“60~
Maka Fir’aun dan bala tenteranya dpt menyusuli mrk di waktu matahari
terbit. 61~ Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah
pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul;
sesungguhnya Tuhanku bersertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku. 63~ Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu
dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan itu
adalah seperti golongan yang lain. 65~ Dan Kami selamatkan Musa dan
orang-orang yang bersertanya semuanya. 66~ Dan Kami tenggelamkan
golongan yang lain itu. 67~ Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar merupakan suatu tanda yang besar {mukjizat} dan kebanyakkan
mrk tidak beriman. 68~ Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang
Mulia Perkasa lai Maha Penyayang.” { Asy-Syu’ara : 60 ~ 68 }
“90~
Dan Kami memungkinkan Bani Isra’il melintasi lau, lalu mrk diikiti oleh
Fir’aun dan bala tenteranya, karena hendak menganiaya dan menindas
{mereka} hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:
“Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Isra’il dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri {kepada
Allah}.” 91~ Apakah sekarang {baru kamu percaya} padahal sesungguhnya
kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang
berbuat kerusakkan. 92~ Maka pada hari ini Kami akan selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pengajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakkan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami.” { Yunus : 90 ~ 92 }
Nabi Musa A.S. dan Bani Isra’il setelah keluar dari Mesir
Dalam
perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bahagian utara
dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran Fir’aun dan
kaumnya. Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat
sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya.
Berkatalah mrk kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah
tuhan berhala sebagaimana mrk mempunyai berhala-berhala yang disembah
sebagai tuhan.” Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang
yang bodoh dan tidak berfikiran sihat. Persembahan mereka itu kepada
berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan
dihancurkan oleh Allah. Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain
Allah yang telah memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan
kamu dari Fir’aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya
serta memberikan kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya
suatu permintaan yang aneh drp kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan
selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta
langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja kamu saksikan
kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir’aun berserta bala tenteranya
untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu.”
Perjalanan
Nabi Musa dan Bani Isra’il dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas
matahari sgt teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana
orang dpt berteduh di bawahnya. Atas permohonan Nabi Musa yang didesak
oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka
awan yang tebal untuk mrk bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas
teriknya matahari. Di samping itu tatkala bekalan makanan dan minuman
mereka sudah berkurangan dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan
hidangan makanan “manna” – sejenis makanan yang manis sebagai madu dan
“salwa” – burung sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: “Makanlah
Kami dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu.”
Demikian
pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air untuk
minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah mewahyukan
kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari
batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa
Isra’il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri
dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya.
Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mrk yang telah menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir’aun, memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mrk yang telah menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir’aun, memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Terhadap
tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa: “Mahukah kamu
memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai pengganti dari
apa yang lebih baik yang telah Allah kurniakan kepada kamu? Pergilah
kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah kamu
inginkan dan kamu minta.”
Pokok
cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah “Al-A’raaf
ayat 138 sehingga 140 dan 160 ; serta surah “Al-Baqarah” ayat 61 yang
berbunyi sebagai berikut :~
“138~ Dan
Kami seberangkan Bani Isra’il ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka
{Bani Isra’il} berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan
{berhala} sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan {berhala}”. Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
{sifat-sifat Tuhan}”. 139~ Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal yang selalu mereka kerjakan.
140~ Musa berkata: “Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu yang selain
dari Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat”.
{ Al-A’raaf : 138 ~ 140 }
“160~ Dan
mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah
besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air
kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Maka memancarlah drpnya
dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum
masing-masing. Dan Kami naungkan Awan di atas mereka dan Kami turunkan
kepada mereka manna dan salwa. {Kami berfirman}: “Makanlah baik-baik
dari apa yang Kami telah rezekikan kepadamu.” Mereka tidak menganiaya
Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.” {
Al-A’raaf : 160 }
“61~ Dan ingatlah
ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak boleh sabar {tahan} dengan
satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada
Tuhanmu, Agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya
dan bawah merahnya.” Musa berkata: “Mahukah kamu mengambil sesuatu yang
rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota,
pasti kamu memperolehi apa yang kamu minta.” { Al-Baqarah : 61 }
Musa bermunajat dengan Allah
Menurut
riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di
Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab
suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi
bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan
bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan
persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu
mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan
yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang
mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka
setelah perjuangan menghadapi Fir’aun dan kaumnya yang telah tenggelam
binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya
sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada
kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa
selama tiga puluh hari penuh, iaiut semasa bulan Zulkaedah. Kemudian
pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat
dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah
berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap
kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan
bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap
akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan
dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang
datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu
kepadanya: “Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk
menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal
bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih
sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu,
Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga
menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari.”
Nabi
Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya
untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai
wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama
kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu.”
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu.”
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: “Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu”
Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan.
Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan.
Setelah
ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya
memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: “Maha
Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dn
aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu.”
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci “Taurat” berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci “Taurat” berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah
mengiring pemberian “Taurat” kepada Musa dengan firman-Nya: “Wahai Musa,
sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang
lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku
dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu
keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka
bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada
apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu
terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra’il ke
jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan
akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra’il agar mematuhi
perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di
tempat-tempat orang-orang yang fasiq.”
Bacalah
tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah “Thaha” ayat 83 dan 84 dan
surah “Al-a’raaf” ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~
“83~
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?” 84~ Berkata
Musa: “Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya
Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku.” { Thaha : 83 ~ 84 }
“142~
Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan
Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu
Harun: “Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakkan”.
143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya,
berkatalah Musa: “Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sesekali tidak
sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap
di tempatnya {sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala
Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu
hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar
kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku
orang yang pertama beriman.” 144~ Allah berfirman: “Hai Musa
sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu}
untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah
kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur.” 145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa
luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami
berfirman: “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada {perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku
akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq.” {
Al-A’raaf: 142 ~ 145 }
Bani Isra’il kembali menyembah patung anak lembu
Nabi
Musa berjanji kepada Bani Isra’il yang ditinggalkan di bawah pimpinan
Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga
puluh hari, dalam perjalananya ke Thur Sina untuk berminajat dengan
Tuhan. Akan tetapi berhubung dengan adanya perintah Allah kepada Musa
untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi empat puluh hari, maka
janjinya itu tidak dapat ditepati dan kedatangannya kembali ke
tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari lebih lama drp yang
telah dijanjikan.
Bani Isra’il merasa
kecewa dan menyesalkan kelambatan kedtgan Nabi Musa kembali ke
tengah-tengah mrk. Mrk menggerutu dan mengomel dengan melontarkan
kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan mrk dalam
kegelapan dan dalam keadaan yang tidak menentu. Mrk merasa seakan-akan
telah kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan dan
petunjuk-petunjuk kepada mrk.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra’il itu, digunakan oleh seprg munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke tengah-tengah mrk, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman kepada Allah. Samiri yang munafiq itu menghasut mrk dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahawa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra’il itu, digunakan oleh seprg munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke tengah-tengah mrk, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman kepada Allah. Samiri yang munafiq itu menghasut mrk dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahawa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa
hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah pengikut-pengikut Musa
yang memang belum meresapi benar ajaran tauhidnya segera membuat patung
bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya Nabi Musa.
PAtung itu berbentuk anak lembu yang dibuatnya dari emas yang
dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan para wanita. Dengan kepandaian
tektiknya patung itu dibuat begitu rupa sehingga dapat mengeluarkan
suara menguap seakan-akan anak lembu sejati yang hidup. Maka diterimalah
anak patung lembu itu oleh Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang masih
lemah iman dan akidahnya itu sebagai tuhan persembahan mereka.
Ditegurlah
mereka oleh Nabi Harun yang berkata: “Alangkah bodohnya kamu ini!
Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat
bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan
yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah
pada sesuatu selain Allah.”
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: “Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami.”
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: “Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami.”
Nabi
Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah berbalik
menjadi murtad itu, karena ia khuatir kalau mereka dihadapi dengan
sikap yang keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka dan akan
menjadi keadaan yang lebih rumit dan gawat sehingga dapat menyulitkan
baginya dan bagi Nabi Musa kelak bila ia datang untuk mencarikan jalan
keluar dari krisis iman yang melanda kaumnya itu. Ia hanya memberi
peringatan dan nasihat kepada mereka sambil menanti kedatangan Musa
kembali dari Thur Sina.
Dalam pada
itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam
perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu
memperolehi isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi
Harun selama ketiadaannya. Nabi Musa sgt marah dan sedih hati tatkala
ia tiba di tempat dan melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak
patung lembu emas, menyembahnya dan memuji-mujinya. Dan karena sgt marah
dan sedihnya ia tidak dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat
dilemparkan berantakan. Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya
ditarik kepadanya seraya berkata menegur: “Apa yang engkau buat tatkala
engkau melihat mereka tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan
Samiri? Tidakkah engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku
menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya
melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada
mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini
sebelum menjadi besar begini?”
Harun
berkata menanggapi teguran Musa: “Hai anak ibuku, janganlah engkau
memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah berusaha
memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak
mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam
akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan
yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama
kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah
aku dan janganlah membuatkan musuh-musuhku bergembira melihat
perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang
yang zalim.”
Setelah mereda rasa
jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali ketenangannya, berkatalah
Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang menjadi biang keladi dari
kekacauan dan kesesatan itu: “Hai Samiri, apakah yang mendorongmu
menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga mereka kembali menjadi
murtad, menyembah patung yang engkau buatkan dari emas itu?”
Samiri menjawab: “Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu.”
Samiri menjawab: “Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu.”
Berkata
Nabi Musa kepada Samiri: “Pergilah engkau dan jauhilah pergaulan
manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus dipencilkan dan
menjadi tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh atau menyentuh
seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini adalah ganjaranmu di
dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi tempatmu. Dan tuhanmu
yang engkau buat dan sembah ini kami akan bakar dan campakkannya ke
dalam laut.”
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: “Hai kaumku, alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku.”
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: “Hai kaumku, alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku.”
Kaum
Musa menjawab: “Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu dengan
kemahuan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa beban-beban
perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas anjuran Samiri kami
lemparkan ke dalam api yang sedang menyala. Kemudian
perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma menjadi patung anak
lembu yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan mata kepala kami dan
menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam dada kami.”
Berkata
Musa kepada mrk: “Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa besar dan
menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak lembu itu
sebagai persembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada Tuhan, Penciptamu
dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun drpnya agar Dia menunjukkan
kembali kepada jalan yang benar.”
Akhirnya kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa Musa kepada Tuhannya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Akhirnya kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa Musa kepada Tuhannya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah
suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu pihak dan
hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi tenang
kembali, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun dan
disusun sebagaimana asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar
membawa sekelompok dari kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa
mereka menyembah patung anak lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.
Setiba
mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit,
kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap
itu dan segera mereka bersujud. Dan sementara bersujud terdengarlah
oleh kelompok tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada
saat itu timbullah dalam hati mereka keinginan untuk melihat Zat Allah
dengan mata kepala mereka setelah mendengar percakapan-Nya dengan
telinga.Maka setelah selesai Nabi Musa bercakap-cakap dengan Allah
berkatalah mereka kepadanya: “Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum
kami melihat Allah dengan terang.” Dan sebagai jawapan atas keinginan
mereka yang menunjukkan keingkaran dan ketakaburan itu, Allah seketika
itu juga mengirimkan halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa
mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa
sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok tujuh puluh orang yang
merupakan orang-orang yang terbaik di antara kaumnya. Ia berseru memohon
kepada Allah agar diampuni dosa mereka seraya berkata: “Wahai Tuhanku,
aku telah pergi ke Thur Sina dengan tujuh puluh orang yang terbaik di
antara kaumku kemudian aku akan kembali seorang diri, pasti kaumku tidak
akan mempercayaiku. Ampunilah dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah
kepada mereka nikmat hidup yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan
atas keinginan dan permintaan mereka yang durhaka itu.”
Alah
memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan kembali
kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka seakan-akan orang
yang baru sedar dari pengsannya. Kemudian pada kesempatan itu Nai Musa
mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan berpegangan teguh kepada
kitab Taurat sebagai pedoman hidup mereka melaksanakan
perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Pokok
cerita yang dihuraikan di atas, dikisahkan oleh Al-Quran dalam banyak
tempat, di antaranya surah “Thaha” ayat 85 sehingga 98, surah “Al-A’raaf
ayat 149, 151, 154, 155 dan surah “Al-Baqarah” ayat 55, 56, 63 dan 64
sebagai berikut :~
“85~ Allah
berfirman: “Maka sesungguuhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu
tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” 86~ Kemudian Musa
kembali kepada kaumnya, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu
suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu
bagimu atau kamu melanggar perjanjian dengan aku?” 87~ Mereka berkata:
“Kami sesekali tidak melanggar perjanjian kamu dengan kemahuan kami
sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum
itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri
melemparkannya.” 88~ Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mrk anak lembu
yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah tuhanmu dan
tuhan Musa tetapi Musa telah lupa.” 89~ Maka apakah mereka tidak
memperhatikan bahawapatung anak lembu itu tidak dapat memberi jawapan
kepada mereka dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan
tidak pula kemanfaatan? 90~ Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada
mereka sebelumnya: ” Hai kaumku, sesungguhnya kamu itu hanya diberi
cubaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah Tuhan Yang
Maha Pemurah maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.” 91~ Mereka
menjawab: “Kami akan tetap menyambah patung anak lembu ini, hingga Musa
kembali kepada kami.” 92~ Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi
kamu ketika kamu melihat telah tersesat, 93~ {sehingga} kamu tidak
mengikuti aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai perintahku?”
94~ Harun menjawab: “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jangutku
dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khuatir bahawa kamu akan
berkata {kepadaku}: ” Kamu telah memecah antara Bani Isra’il dan kamu
tidak memelihara amanatku.” 95~ Berkatalah Musa: “Apakah yang
mendorongmu {berbuat demikian} hai Samiri?” 96~ Samiri menjawab: “Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya maka aku ambil
segenggam aari jejak rasul,
lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” 97~
berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagi kamu di dalam
kehidupan di dunia ini hanya dapat menyatakan : Janganlah menyantuh
{aku}.” Dan sesungguuhnya bagimu hukuman {di akhirat} yang kami sesekali
tidak dapat menghindarinya dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya kemudian kami
sesungguhnya akan menghamburkannya ke dalam laut {berupa abu yang
berserakan} 98~ Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah yang tidak ada Tuhan
selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” { Thaha : 85 ~ 98
}
“149~ Dan setelah mereka sgt
menyesali perbuatanya dari mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka
pun berkata: “Sesungguhnya jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada
kami dan tidak mengampuni kami pastilah kami menjadi orang-orang yang
rugi.” { Al-A’raaf : 149 }
“151~ Musa
berdoa: “Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke
dalam rahmat Engkau dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para
Penyayang.” { Al-A’raaf : 151 }
“154~
Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya kembali luh-luh
{Taurat} itu; dan dalam tulisannya terdpt petunjuk dan rahmatbutk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya. 155~ Dan Musa memilih tujuh
puluh orang dari kaumnya untuk {memohonkan taubat kepada Kami} pada
waktu yang telah Kami tentukan. Mak ketika mereka digoncang genpa bumi
Musa berkata: “Ya Tuhanku! kalau Engkau kehendaki tentulah Engkau telah
membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang krg akal di antara kami? Itu
hanyalah cubaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cubaan itu siapa
yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami maka ampunilah kami dan
berikanlah kepada kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun
sebaik-baiknya.” { Al-A’raaf : 154 ~ 155 }
“55~
Dan {ingatlah} ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman
kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang karena itu kamu
disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya” 56~ Setelah itu Kami
bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” { Al-Baqarah :
55 ~ 56 }
“63~ Dan {ingatlah} ketika
Kami mengambil janji dari kamu dan Kmai angkatkan gunung { Thur Sina }
di atas {seraya Kami berfirman} : “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami
berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu
bertakwa. Kemudian kamu berpaling setelah {adanya perjanjian} itu, maka
kalau tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atasmu, nescaya kamu
tergolong orang yang rugi.” { Al-Baqarah : 63 ~ 64 }
Bani Isra’il mengembara tidak berketentuan tempat tinggalnya
Tidak
kurang-kurang kurniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani Isra’il.
Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Fir’aun yang kejam yang telah
menindas dan memperhambakan mereka berabad-abad lamanya. Telah
diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan Fir’aun ,
musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka berada di
tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah
memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan “Manna
dan Salwa” bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul
dan nabi dari kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan
bimbingan kepada mereka. Akan tetapi kurnia dan nikmat Allah yang
susul-menyusul yang diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah
sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras kepala dan
selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku “Kana’aan” yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku “Kana’aan” yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Berkata
mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa: “Hai Musa,
kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan’aan itu
keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fizikal
kerana mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa.
Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku
Kan’aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil
perjuanganmu.”
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah.
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah.
Dalam keadaan
marah setelah mengetahui bahawa tiada seorang drp kaumnya yang akan
mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nai Musa
kepada Allah: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri
saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang
mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.”
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra’il yang telah menolak perintah Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra’il yang telah menolak perintah Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah “Al-Maidah ayat 20 sehingga ayat 26 sebagaimana berikut :~
“20~
Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya
kepada mu apa yang belum pernah diberi-Nya kepada seorang pun di antara
umat-umat yang lain.” 21~ HAi kaumku, masuklah ke tanah suci {Palestin}
yang telah ditentukan oleh Allah bagimu dan janganlah kamu lari
kebelakang {karena takut kepada musuh} maka kamu akan menjadi
orang-orang yang rugi. 22~ Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam
negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa sesungguhnya kami tidak
sesekali akan memasukinya sebelum mereka keluar drpnya. Jika mereka
keluar drpnya, pasti kami akan memasukinya” 23~ Berkatalah dua orang di
antara orrg-orang yang takut {kepada Allah} yang Allah telah memberi
nikmat atas keduanya: ” Serbulah mereka melalui pintu gerbang {kota}
itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya
kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang
beriman.” 24~ Mereka berkata: “Hai Musa, kami sesekali tidak akan
memasuki selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya karena itu
pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya
kami hanya duduk menanti disini saja.” 25~ Berkata Musa: “Ya Tuhanku,
aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu.” 26~ Allah
berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas
mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka akan
berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janagnlah kamu bersedih
hati {memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu.” { Al-Maidah : 20 ~
26 }
Kisah sapi Bani Isra’il
Salah
satu dari beberapa mukjizat yang telah dinerikan oleh Allah kepada Nabi
Musa ialah penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan sapi Bani
ISra’il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebahagian daripadanya. Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau sebahagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebahagian daripadanya. Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau sebahagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Pembunuh atas pewaris sah itu
dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi kemudian datanglah
mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah menemukan saudara
sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal identitinya
mahupun tempat di mana iamenyembunyikan diri. Mereka mengharapkan Nabi
Musa dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta
siapakah gerangan pembunuhnya.
Utk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera menwahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Utk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera menwahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala Nabi Musa
menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada kaumnya ia
ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa
hal yang sedemikian itu boleh terjadi. Mereka lupa bahwa Allah telah
berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan
kepada Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk
diterima oleh akal manusia berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam
peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: “Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?”
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: “Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?”
Musa
menjawab: “Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah sapi
betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah
atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya.”
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pd seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh, ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pd seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh, ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah
disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya
oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika
bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi
Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh
saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra’il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra’il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Ayat-ayat
Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat dalam surah
“Al-Baqarah ayat 67 sehingga 73 sebagaimana tersebut di bawah ini :~
“67~
Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu
hendak menjadikan kami buah ejekan.” Musa menjawab: “Aku berlindung
kepada Allah drp menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” 68~
Mrk menjawab: “Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan
kepada kami sapi betina apakah itu? Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda pertengahan antara itu maka kerjakanlah apa yang telah
diperintahkan kepadamu.” 69~ Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apakah warnanya. Musa
menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya.” 70~ Mrk berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena sesungguhnya sapi itu {masih} samar bagi kami dan sesungguhnya
kami insya-Allah akan dat petunjuk.” 71~ Musa berkata: “Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman,
tidak cacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: “Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenar.” Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
72~ Dan {ingatlah} ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling
tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang
selama ini kamu sembunyikan. 73~ Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat
itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu.” Demikianlah Allah
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan
padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” { Al-Baqarah : 67 ~
73 }
Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir
Pada
suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra’il. Ia
berdakwah kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada
mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka
yang sepatutnya diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang
tulus, melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala
larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi
Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat
Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu
Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya
kepadanya: “Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai
dan paling berpengetahuan?” “Aku”, jawab Musa. Apakah tidak ada kiranya
orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?” Tanya lagi
si penanya itu. “Tidak ada” , ujar Musa seraya berkata dalam hati
kecilnya: ” Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra’il? Aku
adalah penakluk Fir’aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat
membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan
bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat
melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum
pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku.”
Rasa
sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa,
dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah
lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul
dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya
akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan lebih alim daripadanya.
Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa
Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang hamba-Nya di suatu
tempat di mana dua lautan bertemu. Hamba yang soleh yang telah diberinya
rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan
ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa tiada
manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah
orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata
Musa kepada Tuhan: “Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang
soleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air
pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya.”
Allah berfirman kepada Musa: “Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu.” Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh “Yusya’ bin Nun” seorang drp para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya’ bin Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Allah berfirman kepada Musa: “Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu.” Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh “Yusya’ bin Nun” seorang drp para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya’ bin Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala
Nabi Musa nerserta Yusya’ bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu
yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di
atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Pada saat ia
lagi tidur nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di
dalam keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut
itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya’ kepada Nabi Musa: “Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan.”
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya’ kepada Nabi Musa: “Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan.”
Wajah
Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari
Yusya’ karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu
dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya’: “Inilah
tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari.
Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat
tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh ini.”
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
“Siapakah engkau?”
bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: “Aku adalah Musa.” Bertanya
kembali orang soleh itu: “Musa, nabi Bani Isra’ilkah?”
“Betul”, jawab Musa, seraya bertanya: “Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra’il?”
“Dari yang mengutusmu kepadaku”, jawab orang soleh itu. “Inilah hamba Allah yang aku cari”, berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: “Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu.”
“Betul”, jawab Musa, seraya bertanya: “Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra’il?”
“Dari yang mengutusmu kepadaku”, jawab orang soleh itu. “Inilah hamba Allah yang aku cari”, berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: “Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu.”
Hamba
soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu
menjawab: “Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila
engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan
melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan
perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan
benar dan wajar dab engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri
melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut
pandanganmu.”
Musa menjawab dengan
sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan :
“Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak
akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu.”
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: “JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua.”
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: “JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua.”
Dengan
diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan
mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam
perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala
mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di
antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi
perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang
dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang
yang telah berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: “Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?”
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: “Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?”
Berkata
Al-Khidhir menjawab teguran Musa: “Bukankah aku telah katakan kepadamu
bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di
dalam perjalanan menyertaiku.”
Musa berkata: “Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku.”
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa berkata: “Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku.”
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa
sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan
kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan
pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata:
“Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa?
Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji.”
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: “Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?”
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: “Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?”
Dengan rasa malu mendengar
teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: “Maafkanlah aku untuk kedua
kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu
dengan pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku
untuk kali ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu
seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi uzur dan memberi maaf
kepadaku.”
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu rumah
desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan
ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata Musa
kepada Al-Khidhir: “Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan
bagi orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk
memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami
yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan
dinding itu, agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami
menutupi keperluan makan minum kami.”
Al-Khidhir
menjawab: “Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai dengan
janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur.
Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan
serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak
wajar dan kurang patut.”
“Ketahuilah hai Musa”, Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,”bahawa pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya.”
“Ketahuilah hai Musa”, Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,”bahawa pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya.”
“Adapun
tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua
orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak
itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku
khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena
dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu
Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada
mereka berdua.”
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu.”
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu.”
“Demikianlah
wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan
tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar
hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri
tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku.”
Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah “Al-Kahfi” ayat 60 sehingga ayat 82 yang bermaksud :~
“60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” 63~ Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” 64~ Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. 65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” 67~ Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” 69~ Musa berkata: “Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” 70~ Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia {Al-Khidhir} berkata: “Bukankah aku telah katakan: “Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku.” 73~ Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku,” 74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata : “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” 75~ Al-Khidhir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” 76~ MUsa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.” 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh, maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mahu nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu.” 78~ Al-Khidhir berkata : “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~ Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada ibubapanya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
“60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” 63~ Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” 64~ Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. 65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” 67~ Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” 69~ Musa berkata: “Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” 70~ Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia {Al-Khidhir} berkata: “Bukankah aku telah katakan: “Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku.” 73~ Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku,” 74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata : “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” 75~ Al-Khidhir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” 76~ MUsa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.” 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh, maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mahu nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu.” 78~ Al-Khidhir berkata : “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~ Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada ibubapanya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
Nabi Musa A.S. dan Qarun si kaya raya
Qarun
adalah nama seorang drp kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat. Ia
dikurniai Allah kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang besar
yang tidak ternilai bilangannya. IA hidup mewah, selalu mujur dalam
usahanya mengumpulkan kekayaan, sehingga menjadi padatlah khazanahnya
dengan harta benda dan benda-2 yang sgt berharga. Sampai-2 para juru
kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul kunci-2 peti khazanahnya
karena sgt byk dan beratnya. Ia hidup secara mewah dan menonjol di
antara kaum dan penduduk kotanya. Segala-galanya adlah luar biasa dan
lain drp yang lain. Gedung-2 tempat tinggalnya ,pakaiannya sehari-hari
,pelayan-2nya dan hamba-2 sahayanya yang bilangannya melebihi keperluan.
Dan walaupun ia tenggelam dalam lautan kenikmatan duniawi yang tiada
taranya pada masa itu, ia merasa masih belum puas dengan tingkat
kekayaan yang ia miliki dan terus berusaha mengisi khazanahnya yang
sudah padat itu, sifat mausia yang serakah yang tidak akan pernah puas
dengan apa yang sudah dicapai. Jika ia sudah memiliki segantang emas ia
ingin memperolhi segantang yang kedua dan demikian seterusnya.
Sebagaimana
halnya dengan kebykan orang-orang kaya yang telah dimabukkan oleh harta
bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun bahwa dia mempunyai
kewajiban sosial dengan harta kekayaannya itu. Ia dalam hidupnya hanya
memikirkan kesenangan dan kesejahteraan peribadinya, memikirkan
bagaimana ia dapat menambahkan kekayaannya yang sudah melimpah-limpah
itu. Ia telah dinasihati oleh pemuka-2 kaumnya agar ia menyediakan
sebahagian daripada kekayaannya bagi menolong para fakir miskin,
menolong orang-orang yang telanjang yang tidak berpakaian dan lapar
tidak dapat makanan. Ia diperingatkan bahwa kekayaan yang ia perolehi
itu adalah kurniaan dari Tuhan yang harus disyukuri dengan beramal
kebajikan terhadap sesama manusia dan melakukan perbuatan-2 yang dapat
meringankan penderitaan orang-orang yang ditimpa musibah atau menderita
cacat. Diperingatkan bahwa Allah yang telah memberinya rezeki yang luas
itu dapat sewaktu-waktu mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban
sosialnya.
Nasihat yang baik dan
peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya itu
tidak diendahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya.Ia
bahkan merasa bahwa karena kekayaannya ialah yang harus memberi nasihat
dan bukan menerima nasihat. Orang harus tunduk kepadanya, mematuhi
perintahnya, mengiakan kata-katanya dan membenarkan segala tindak
tanduknya. IA menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang
yang memberikan nasihat itu bahwa kekayaan yang ia miliki adalah
semata-mata hasil jerih payahnya dan hasil kecekapan dan kepandaiannya
berusaha dan bukan merupakan kurnia atau pemberian dari sesiapa pun.
Karenanya ia bebas menggunakan harta kekayaannya menurut kehendak
hatinya sendiri dan tidak merasa terikat oleh kewajipan sosial berupa
pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan para penderita yang
memerlukan bantuan dan pertolongan.
Sebagai
tentangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan
cara hidup mewahnya dan secara menyolok mempamerkan kekayaannya dengan
berlebih-lebihan. Bila ia keluar, Ia mengenakan pakaian dan perhiasan
yang bergemerlapan, membawa pengantar dan pembantu lebih banyak daripada
biasanya dan mengenderai kuda-kuda yang dihiasi dengan indah dan
cantik. Kemewahan yang ditonjolkan secara menyolok itu ,merasakan
iri-hati dikalangan penduduk terutama mereka yang masih lemah imannya.
Mereka berbisik-bisik diantara sesama mereka mengeluh dengan berkata:
“Mengapa kami tidak diberi rezeki dan kenikmatan seperti yang telah
diberikan kepada Qarun? Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah
bahagianya dia dalam hidupnya di dunia ini! Dan mengapa Tuhan
melimpahkan kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai
rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara,
orang-orang yang fakir dan miskin yang memerlukan pertolongan berupa
pakaian mahupun makanan.Dimanakah letak keadilan Allah yang Maha Pemurah
lagi Maha Pengasih itu?”
Qarun yang
tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela menyediakan
sebahagiaan harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada orang-orang yang
memerlukannya, melarat dan miskin akhirinya didatangi oleh Nabi Musa
menyampaikan kepadanya bahwa Allah telah mewahyukan perinyah berzakat
bagi tiap-tiap orang yang kaya dan berada. Diterangkan oleh Musa
kepadanya bahwa dalam harta kekayaan tiap ada bahagian yang telah
ditentukan oleh Tuahn sebagai hak orang-orang yang melarat dan fakir
miskin yang wajib diserahkan kepada mereka.
Qarun
merasa jengkel memerima perintah wajib berzakat itu dan menyatakan
keraguan dan kesangsian kepada Musa. Ia berkata: “Hai MUsa kami telah
membantumu dan menyokongmu dalam dakwahmu kepada agama barumu. Kami
telah menuruti segala perintahmu dan mendengarkan segala kata-katamu.
Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu telah memberanikan engkau
bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan mulailah engkau ingin
meraih harta benda kami. Engkau rupanya ingin juga menguasai harta
kekayaan kami setelah kami serahkan kepadamu hati dan fikiran kami
sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini engkau telah membuka
topengmu dan menunjukkan dustamu dan bahwa engkau hanya seorang
pendusta dan ahli sihir belaka.”
Tuduhan
Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu ditolak
oleh Nabi Musa yang menegaskan kembali bahwa kewajiban berzakat iut
tidak dapat ditawar-tawar dan harus dilaksanakan karena ia adalah
perintah Allah yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan semestinya.
Quran tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya.
Quran tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya.
Setelah tiba di rumah
dan menghitung-hitung bahagian yang harus dizakatkan dari harta
miliknya Qarun merasa terlampau besar yang harus dizakatkan dan merasa
sayang bahwa ia harus mengeluarkan dari khazanahnya sejumlah wang tanpa
meperolehi imbalan sesuatu keuntungan dan laba. Fikir punya fikir dan
timbang punya timbang akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak
akan mengeluarkan zakat walau apapun yang akan terjadi akibat
tindakannya itu.
Utk menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud menarik orang agar menjadikan penunjang aksinya dan mengikutinya menolak menolak kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Musa. Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.
Utk menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud menarik orang agar menjadikan penunjang aksinya dan mengikutinya menolak menolak kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Musa. Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.
Lebih
jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qaru
bersekongkol dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku didepan
umum bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Musa. Akan tetapi
Allah tidak rela nama Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan palsu yang
diaturkan oleh Qarun itu. Maka digerakkanlah hati wanita sewaannya itu
untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya dan bahwa apa yang ia tuduhkan
kepada Nabi Musa adalah fitnahan dan ajaran Qarun semata-mata dan
bahawasannya Musa adalah bersih dari perbuatan yang dituduh itu.
Setelah
ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan bahwa ia
tidak dapat diharap menjadi pengikut yang soleh yang mematuhi perintah-2
Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia dapat merusakkan akhlak
dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya yang
berlebih-lebihan mewahnya, ditambahkan pula usahanya yang tidak henti-2
merusakkan kewibawaan Nabi Musa dengan melontarkan fitnahan dan berbagai
hasutan maka habislah kesabaran Nabi Musa ,lalu berdoa ia kepada Allah
agar menurunkan azab-Nya atas diri Qarun yang sombong dan congkak itu,
agar menjadi pengajaran dan ibrah bagi kaumnya yang sudah mulai goyah
imannya melihat kenikmatan yang berlimpah-limpah yang telah Allah
kurniakan kepada Qarun yang membangkang itu.
Maka
dengan izin Allah yang telah memperkenankan doa Nabi Musa terjadilah
tanah runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan gedung-gedung
yang mewah tempat tinggal Qarun dan tempat penimbunan kekayaannya.
Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta semua milik kekayaan
yang menjadi kebaggaannya.
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah bagi pengikut-2 Nabi Musa serta ubat rohani bagi mereka yang beriri hati dan mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada Allah: “Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya, nescaya kami dibenamkan pula seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa binasa baginya. Aduhai benar-2 tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah.”
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah bagi pengikut-2 Nabi Musa serta ubat rohani bagi mereka yang beriri hati dan mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada Allah: “Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya, nescaya kami dibenamkan pula seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa binasa baginya. Aduhai benar-2 tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah.”
Isi
cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam surah “Qashash” ayat 76
sehingga 82 dan surah “Al-Ahzaab” ayat 69 sebagaimana berikut :~
“76~Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku aniaya terhadap mereka
dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-2.
{Ingatlah{ ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu
bangga sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.” 77~ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
kepada mu {kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari {kenikmatan} duniawi dan berbuat baiklah {kepada orang
lain} sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu
berbuat kerusakkan di {muka} bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakkan. 78~ Qarun berkata: “Sesungguhnya
aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak
mengetahui bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-2
sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan
harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu
tentang dosa-dosa mereka. 79~ Mak keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: ”
Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan
kepada Qarun , sesungguhnya ia benar-benar mempunyai peruntungan yang
besar.” 80~ Berkatalah orang-orang yang telah dianugerahi ilmu:
“Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebihbaik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan tidak diperoleh pahala
itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.” 81~ Mak Kami benamkan Qarun
berserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan
pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk
orang-orang {yang dapat} membela {dirinya}. 82~ Dan jadilah orang-orang
yang kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata: “aduhai,
benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dia kehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan
kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia {Allah} telah membenamkan kita
{pula}. Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari
{nikmat} Allah.” { Al-Qashash : 76 ~ 82 }
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang menyakiti Musa maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang
mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan
terhormat di sisi Allah.” { Al-Ahzaab : 69 }
Thalout diangkat sebagai raja Bani Isra’il
Setelah
Bani Isra’il memasuki Palestin dan menguasainya di bawah pimpinan Yusya
bin Nun mereka selalu menjadi sasaran penyerbuan dan serangan dari
bangsa-2 sekelilingnya, seperti suku Amaliqah dari bangsa Arab, bangsa
Palestin sendiri dan bangsa Aramiyin. Kemenangan dan kekalahan di antara
meeka silih berganti.
Pada suatu waktu datanglah bangsa Palestin penduduk “Usydud” suatu daerah dekat Gaza menyerbu dan menyerang mereka dan terjadilah pertempuran yang berakhir dengan kemenangan bangsa Palestin yang berhasil, mencerai-beraikan Bani Israil dan merampas benda keramat mereka yang bernama “Tabout”, yaitu sebuah peti tempat penyimpanan kitab Taurat.
Pada suatu waktu datanglah bangsa Palestin penduduk “Usydud” suatu daerah dekat Gaza menyerbu dan menyerang mereka dan terjadilah pertempuran yang berakhir dengan kemenangan bangsa Palestin yang berhasil, mencerai-beraikan Bani Israil dan merampas benda keramat mereka yang bernama “Tabout”, yaitu sebuah peti tempat penyimpanan kitab Taurat.
Peti yang
disebut Tabout itu adlah merupakan salah satu dari banyak kurnia yang
telah diberikan oleh Allah kepada Bani Isra’il. Mereka menganggap Tabout
itu suatu benda keramat yang dapat menginspirasikan kekuatan dan
keberanian kepada mereka dikala menghadapi musuh. Maka karenanya dalam
tiap medan perang dibawanyalah Tabout itu untuk memberi kekuatan batin
dan semangat juang bagi mereka memberi rasa berani bagi mereka dan rasa
takut bagi musuh. Maka dengan dirampasnya Tabout itu oleh bangsa
Palestin hilanglah pegangan mereka dan berantakanlah barisannya,
retaklah kesatuannya sehingga menjadi laksana binatang ternakan yang
ditinggalkan gembalanya.
Dan memang
sejak ditinggalkan oleh Nabi Mua, Bani Isra’il tidak mempunyai seorang
raja atau seorang pemimpin yang berwibawa yang dapat mengikat mereka di
bawah satu bendera dan menghimpun mereka di bawah satu komando bila
terjadi serangan dari luar dan penyerbuan oleh musuh. Mereka hanya
dipimpin oleh hakim-hakim penghulu yang memberi tuntunan kepada mereka
dalam bidang keagamaan dan kadangkala menjadi juru damai jika timbul
perselisihan dan sengketa di antara sesama mereka. Di antara penghulu
itu terdapat seorang penghulu yang paling disegani dan di hormati
bernama Somu’il. Kata-katanya selalu didengar dan nasihat-2nya selalu
diterima dan ditaati.
Kepada Somu’il
datanglah beberapa pemuda Bani Isra’il yang merasa sedih melihat keadaan
kaumnya menjadi kacau bilau dan bercerai berai setelah dikalahkan oleh
bangsa Palestin dan dikeluarkan dari negeri mereka serta dirampasnya
Tabout yang merupakan peti wasiat dan benda keramat bagi mereka. Mereka
mengutarakan kepada Samu’il bahwa mereka memerlukan seorang pemimpin
yang kuat yang berwibawa dan mempunyai kekuasaan sebagai seorang raja
untuk menghimpun mereka dan seterusnya menjadi panglima perang.
Samu’il
yang mengenal baik watak mereka dan titik-titik kelemahan serta sifat-2
licik dan pembangkang yang meletak pada diri mereka berkata: “Aku
khuatir bahwa kamu akan takut dan enggan bertempur melawan musuh bila
kepadamu diperintahkan untuk berperang menghalau musuh dari negerimu.”
Mereka menjawab: “Bagaimana kami menolak perintah semacam itu dan enggan maju bertempur melawan musuh sedangkan kami telah dihina diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari sanak keluarga kami. Bukankah suatu hal yang memalukan dan menurun darjat kami sebagai bangsa, bila dalam keadaan yang sedang kami alami ini, kami masih juga enggan berperang melawan musuh yang datang menyerang dan menyerbu daerah kami. Kami akan maju dan tidak akan gentar masuk dalam medan perang, asalkan saja kami akan dapat pimpinan dari seorang yang cekap, berani serta berwibawa sehingga komandonya dan segala perintahnya akan dipatuhi oleh kaum kami semuanya.”
Mereka menjawab: “Bagaimana kami menolak perintah semacam itu dan enggan maju bertempur melawan musuh sedangkan kami telah dihina diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari sanak keluarga kami. Bukankah suatu hal yang memalukan dan menurun darjat kami sebagai bangsa, bila dalam keadaan yang sedang kami alami ini, kami masih juga enggan berperang melawan musuh yang datang menyerang dan menyerbu daerah kami. Kami akan maju dan tidak akan gentar masuk dalam medan perang, asalkan saja kami akan dapat pimpinan dari seorang yang cekap, berani serta berwibawa sehingga komandonya dan segala perintahnya akan dipatuhi oleh kaum kami semuanya.”
Somu’il berkata: “Jika
demikian ketetapan hatimu dan demikian pula keinginanmu untuk memperoleh
seorang raja yang akan memimpin dan membimbing kamu , maka berilah
waktu kepadaku untuk beristikharah memohon pertolongan Allah menunjukkan
kepadaku seseorang yang patut dan layak menjadi raja bagimu.”
Di dalam istikharahnya, Somuil mendapat ilham dan petunjuk dari Allah, agar ia memilih serta mengangkat seorang yang bernama “Thalout” menjadi raja Bani Isra’il. Dan walaupun ia belum pernah mendengar nama itu atau mengenalkan orangnya Allah akan memberinya jalan dan tanda-tanda yang akan memungkinkan ia bertemu muka dengan orang itu dan mengenalinya dengan segera.
Di dalam istikharahnya, Somuil mendapat ilham dan petunjuk dari Allah, agar ia memilih serta mengangkat seorang yang bernama “Thalout” menjadi raja Bani Isra’il. Dan walaupun ia belum pernah mendengar nama itu atau mengenalkan orangnya Allah akan memberinya jalan dan tanda-tanda yang akan memungkinkan ia bertemu muka dengan orang itu dan mengenalinya dengan segera.
Thalout adalah seorang
berbadan gemuk dan jangkung, tegak, kuat dan berparas tampan. Dari
pancaran kedua matanya orang dapat mengetahui bahwa ia adalah seorh yang
cerdik, cekap dan bijaksana, memiliki hati yang tabah dan berani. IA
hidup dan bertempat tinggal di sebuah desa yang agak terpencil sehingga
tidak banyak dikenal orang Ia hidup bersama ayahnya bercucuk tanam dan
memelihara haiwan ternak.
Pada suatu hari di kala Thalout sedang sibuk bersama ayahnya menguruskan tanah ladangnya terlepaslah dari kadang seekor keldai dari haiwan-2 peliharaannya dan menghilang sesat. Pergilah Thalout bersama seorang bujangnya mencari keldai yang hilang itu di celah-2 lembah dan bukit-2 di sekitar desanya, namun tidak berhasil menemukan kembali haiwan yang terlepas itu. Akhirnya ia mengajak bujangnya kembali karena khuatir ayahnya akan menjadi gelisah bila ia lebih lama meninggalkan rumahnya mencari keldai yang hilang itu.
Pada suatu hari di kala Thalout sedang sibuk bersama ayahnya menguruskan tanah ladangnya terlepaslah dari kadang seekor keldai dari haiwan-2 peliharaannya dan menghilang sesat. Pergilah Thalout bersama seorang bujangnya mencari keldai yang hilang itu di celah-2 lembah dan bukit-2 di sekitar desanya, namun tidak berhasil menemukan kembali haiwan yang terlepas itu. Akhirnya ia mengajak bujangnya kembali karena khuatir ayahnya akan menjadi gelisah bila ia lebih lama meninggalkan rumahnya mencari keldai yang hilang itu.
Berkata
sang bujang kepada Thalout: “Kami sekarang sudah berada di daerah Shuf
tempat dimana Somu’il berada. Alangkah baiknya kalau kami pergi
kepadanya menanyakan kalau-2 ia dapat memberikan keterangan dan petunjuk
kepada kami di mana kiranya kami dapat menemukan keldai kami itu. Ia
adalah seorang nabi yang menerima petinjuk dari Tuhannya melalui para
malaikat dan dia telah banyak kali mengungkapkan hal-hal ghaib yang
ditanyakan oleh orang kepadanya.”
Thalout menerima baik cadangan bujangnya dan berangkatlah mereka berdua menuju tempat tinggal Somu’il. Di tengah-2 perjalanan, mereka bertanya kepada beberapa gadis yang ditemuinya sedang menimpa air dari sebuah perigi: “Di manakah tempat tinggal Nabi Somu’il?” “Tidak usah kamu cepat-2 meneruskan perjalananmu. Somu’il sebentar lagi akan datang ke sini. Ia sedang ditunggu kedatangannya di atas bukit oleh rakyat tempat itu.” Para gadis itu menjawab.
Thalout menerima baik cadangan bujangnya dan berangkatlah mereka berdua menuju tempat tinggal Somu’il. Di tengah-2 perjalanan, mereka bertanya kepada beberapa gadis yang ditemuinya sedang menimpa air dari sebuah perigi: “Di manakah tempat tinggal Nabi Somu’il?” “Tidak usah kamu cepat-2 meneruskan perjalananmu. Somu’il sebentar lagi akan datang ke sini. Ia sedang ditunggu kedatangannya di atas bukit oleh rakyat tempat itu.” Para gadis itu menjawab.
Ternyata bahawa belum
selesai para gadis itu memberikan keteranagnnya, muncullah Somu’il
dengan wajahnya yang berseri-seri memancarkan cahaya kenabian dan
kealiman yang mengesahkan.
Thalout segera mendekati Somu’il dan setelah saling pandang memandang, berkatalah Thalout: “Wahai Nabi Allah, kami datang menemui bapak untuk memohon pertolongan yaitu dapatkah kiranya kami diberi keterangan dan petunjuk di manakah kami dapat menemukan kembali keldai kami yang telah terlepas dari kandang dan menghilang tidak kami temukan jejaknya walaupun sudah tiga hari kami berusaha mencarinya.”
Thalout segera mendekati Somu’il dan setelah saling pandang memandang, berkatalah Thalout: “Wahai Nabi Allah, kami datang menemui bapak untuk memohon pertolongan yaitu dapatkah kiranya kami diberi keterangan dan petunjuk di manakah kami dapat menemukan kembali keldai kami yang telah terlepas dari kandang dan menghilang tidak kami temukan jejaknya walaupun sudah tiga hari kami berusaha mencarinya.”
Somu’il setelah
memandang wajah Thalout dengan teliti sedarlah ia bahwa inilah orangnya
yang oleh Allah ditunjuk untuk menjadi raja pemimpin dan penguasa Bani
Isra’il. Ia berkata kepada Thalout: “Keldai yang engaku cari itu sedang
berada dalam perjalanan kembali ke kandangnya di tempat ayahmu.
Janganlah engkau rungsingkan fikiranmu dan ributkan dirimu dengan urusan
keldai itu. Kerana aku memang mencarimu dan ingin menemuimu untuk
urusan yang lebih besar dan lebih penting dari soal keldai. Engaku telah
dipilih oleh Allah untuk memimpin Bani Isra’il sebagai raja,
mempersatukan barisan mereka yang sudah kacau-balau serta membebaskan
mereka dari musuh-musuh yang sedang menyerbu dan menduduki negeri
mereka. Dan insya-Allah Tuhan akan menyertaimu memberi perlindungan
kepadamu dan mengurniakan kemenangan dan kemujuran dalam segala sepak
terajangmu.”
Thalout menjawab:
“Bagaimana aku dapat menjadi seorang raja dan pemimpin Bani Isra’il
sedang aku ini seorang dusun anak cucu Benyamin yang paling papa,
terasing dari pengaulan orang ramai, seorang anak tani dan penggembala
haiwan yang tidak dikenal orang?”
Berkata Somu’il: “Itu adlah kehendak Allah dan perintah-Nya. Dan lebih tahu pada siapa Ia meletakkan amanat dan tugas-tugas-Nya. Dialah yang menugaskan dan Dia pulalah yang akan melengkapi segala kekuranganmu. Bersyukurlah engkau atas nikmat dan kurniaan Allah ini. Terimalah tugas suci ini dengan keteguhan hati dan kepercayaan penuh akan pertolongan dan perlindungan Allah kepadamu.” Kemudian dipeganglah tangan Thalout, diangkatnya keatas seraya menghadap kepada kaumnya dan berkata: ” Wahai kaumku, inilah orangnya yang oleh Allah telah dipilih untuk menjadi rajamu. Ia berkewajiban memimpin kamu dan mengurus segala urusanmu dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya dan kamu berkewajiban taat kepadanya, mematuhi segala perintahnya dan berdiri tegak di belakang komandinya. Bersatu padulah kamu di bawah bendera raja Thalout dan bersiap-siaplah untuk berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Berkata Somu’il: “Itu adlah kehendak Allah dan perintah-Nya. Dan lebih tahu pada siapa Ia meletakkan amanat dan tugas-tugas-Nya. Dialah yang menugaskan dan Dia pulalah yang akan melengkapi segala kekuranganmu. Bersyukurlah engkau atas nikmat dan kurniaan Allah ini. Terimalah tugas suci ini dengan keteguhan hati dan kepercayaan penuh akan pertolongan dan perlindungan Allah kepadamu.” Kemudian dipeganglah tangan Thalout, diangkatnya keatas seraya menghadap kepada kaumnya dan berkata: ” Wahai kaumku, inilah orangnya yang oleh Allah telah dipilih untuk menjadi rajamu. Ia berkewajiban memimpin kamu dan mengurus segala urusanmu dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya dan kamu berkewajiban taat kepadanya, mematuhi segala perintahnya dan berdiri tegak di belakang komandinya. Bersatu padulah kamu di bawah bendera raja Thalout dan bersiap-siaplah untuk berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Bani Isra’il
yang sedang berkumpul mengerumuni somu’il mendengarkan pidato
pelantikannya mengangkat Thalout sebagai raja, tercengang dan terkejut
dan dengan mulut ternganga mereka melihat satu kepada yang lain,
berpindahan pandangan mereka dari wajah Somu’il ke wajah thalout yang
menandakan kehairanan dan ketidak-puasan dengan pengangkatan itu.
Selintas pun tidak terfikir oleh mereka bahwa seorang seperti Thalout
yang papa dan miskin dan tidak dikenal orang ialah yang akan dipilih
oleh Somu’il soal pemilihan dan pengangkatan seorang raja bagi mereka.
Berkata
mereka kepada Somu’il: “Bagaimana seorang seperti Thalout ini akan
dapat memimpin kami sebagai raja padahal ia seorang yang miskin yang
tidak dikenal orang dan pergaulan sehari-harinya hanya terbatas
didesanya. selain ituia bukannya dari keturunan “Lawi” yang menurunkan
para nabi Bani Israil, juga bukan dari keturunan “Yahuda” yang
menurunkan raja-raja Bani Isra’il sejak dahulu kala. Ia pun tidak
memiliki pengalaman dan kecekapan yang diperlukan oleh seorang raja
untuk mengurus serta mempertahankan kerajaannya. Mengapa tidak dipilih
sahaja seorang drp mereka yang berada di kota yang pandai-pandai,
berpengalaman dan berkeadaan cukup?”
berkata
Somu’il menanggapi keberatan-2 yang dikemukakan oleh kaumnya:
“Pengurusan kerajaan dan pemimpin perang tidak memerlukan kebangsawanan
atau kekayaan. Ia memerlukan kecekapan, kebijaksanaan, kecerdasan
berfikir dan kecekatan bertindak. sifat-2 itu terdapat dalam dir Thalout
di samping ia memiliki tubuh yang kuat, perawakan tg tegap dan kekar
serta paras muka yang tampan yang memberi kesan baik bagi orang-orang
yang menghadapinya. Selain itu semuanya, ia adalah pilihan dan tunjukan
Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal hamba-hamba-Nya. Maka tidak
patutlah kami memilih orang lain setelah Allah menjatuhkan
pilihan-Nya.”
“Baiklah”, kata mereka,
“Jika yang demikian itu pilihan dan kehendak Allah, maka kami tidak
dapat berbuat lain selain meneriam kenyataan ini. Akan tetapi untuk
menghilangkan keragu-raguan kami tentang diri Thalout, berilah kepada
kami suatu tanda yang dapat menyakinkan kami bahwa Thalout benar-benar
pilihan Allah.”
Somu’il menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengetahui watak dan tabiat kamu yang kaku dan keras kepala. Imanmu tidak berada di dalam hati tetapi di kelopak mata. Kamu tidak mempercayai sesuatu tanpa bukti yang dapat kamu rasa dengan pancaindera kamu. Maka sebagai bukti bahwa Allah merestui pengangkatan Thalout menjadi raja kamu, ialah bahawa kamu akan menemukan kembali peti keramatmu “Tabout” yang telah hilang dan dirampas oleh bangsa Palestin. Kamu akan menemukan itu datang kepadamu dibawa oleh malaikat. Pergilah kamu keluar kota sekarang juga untuk menerimanya.”
Somu’il menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengetahui watak dan tabiat kamu yang kaku dan keras kepala. Imanmu tidak berada di dalam hati tetapi di kelopak mata. Kamu tidak mempercayai sesuatu tanpa bukti yang dapat kamu rasa dengan pancaindera kamu. Maka sebagai bukti bahwa Allah merestui pengangkatan Thalout menjadi raja kamu, ialah bahawa kamu akan menemukan kembali peti keramatmu “Tabout” yang telah hilang dan dirampas oleh bangsa Palestin. Kamu akan menemukan itu datang kepadamu dibawa oleh malaikat. Pergilah kamu keluar kota sekarang juga untuk menerimanya.”
Setelah
ternyata bagi mereka kebenaran kata-kata Somu’il dengan ditemuinya
kembali Tabout yang sudah tujuh bulan berada di tangan orang-orang
Palestin itu, maka diterimalah pengangkatan Thalout sebagai raja mereka
dengan memberikan bai’at kepadanya dan janji akan taat serta mematuhi
segala nasihat dan perintahnya.
Raja Thalout
Tugas
pertama yang dilakukan oleh thalout setelah dinobatkan sebagai raja
ialah menyusun kekuatan dengan menghimpunkan para pemuda dan orang-orang
yang masih kuat untuk menjadi tentera yang akan mengahdapi bangsa
Palestin yang terkenal kuat dan berani.
Ia menyusun bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak mempunyai tanggungan keluarga, tidak mempunyai ikatan-2 dagang usaha sehingga dapat membulatkan tekadnya untuk berjuang dan memusatkan fikiran dan tenaga bagi mencapai kemenangan dna menghalaukan musuh dari negeri mereka dengan semangat yang teguh yang tidak tergoyahkan. Sebagai ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana rakyatnya atau barisan tenteranya yang disusun itu berdisiplin mengikuti komando dan perintahnya, Thalout berkata mereka: “Kamu dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari akan melalui sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air sungai itu, ia bukan pengikutku yang setia yang dapat kupercayai kesungguhan hatinya dan kebulatan tekadnya. Sebaliknya barangsiapa di antara kamu yang hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk sekadar membasahi kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikutku dan tentera yang benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan kedisiplinannya.”
Ia menyusun bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak mempunyai tanggungan keluarga, tidak mempunyai ikatan-2 dagang usaha sehingga dapat membulatkan tekadnya untuk berjuang dan memusatkan fikiran dan tenaga bagi mencapai kemenangan dna menghalaukan musuh dari negeri mereka dengan semangat yang teguh yang tidak tergoyahkan. Sebagai ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana rakyatnya atau barisan tenteranya yang disusun itu berdisiplin mengikuti komando dan perintahnya, Thalout berkata mereka: “Kamu dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari akan melalui sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air sungai itu, ia bukan pengikutku yang setia yang dapat kupercayai kesungguhan hatinya dan kebulatan tekadnya. Sebaliknya barangsiapa di antara kamu yang hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk sekadar membasahi kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikutku dan tentera yang benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan kedisiplinannya.”
Ternyata
apa yang dikhuatirkan oleh Thalout telah terjadi dan menjadi kenyataan.
Setiba barisan tentera Thalout di sungai yang dimaksudkan itu, hanya
sebahagian kecil sahajalah dari mereka yang berdisiplin mengikuti
petunjuk Thalout secara tepat. Sedang bahagian yang besar tidak dapat
bersabar menahan dahaganya dan minumlah mereka dari air sungai itu
sepuas-puas hatinya.
Walaupun telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebahagian besar dari anggota tenteranya, thalout tetap berkeras hati melanjutkan perjalanannya menuju ke medan perang dg pasukan yang tidak bersatu padu dan berdisiplin sebagaimana ia menduga dan mengharapkannya. Ia hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tenteranya kepada bahagian kecil yang sudah ternyata setia dan patuh kepada perintah dan petunjuknya. Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya dan minum dari air sungai itu, Thalout bersikap sabar, lunak dan bijaksana untuk menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya sebelum menghadapi musuh.
Walaupun telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebahagian besar dari anggota tenteranya, thalout tetap berkeras hati melanjutkan perjalanannya menuju ke medan perang dg pasukan yang tidak bersatu padu dan berdisiplin sebagaimana ia menduga dan mengharapkannya. Ia hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tenteranya kepada bahagian kecil yang sudah ternyata setia dan patuh kepada perintah dan petunjuknya. Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya dan minum dari air sungai itu, Thalout bersikap sabar, lunak dan bijaksana untuk menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya sebelum menghadapi musuh.
Tatkala
mereka tiba di medan perang dan berhadapan dengan musuh, sebahagian drp
pasukan Thalout ialah mereka yang telah melanggar disiplin dan minum
dari air sungai, merasa kecil hati dan ketakutan melihat pasukan musuh
yang terdiri dari orang-orang kuat dan besar-besar dengan peralatan yang
lebih lengkap dan jumlah tentera yang lebih besar di bawah pimpinan
seorang komandan bernama “Jalout”.
Jalout, panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang berani, cekap dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap orang yang berani bertarung dengan dia pasti jatuh terbunuh. Namanya telah menimbulkan rasa takut dan kecil hati pada bahagian besar dari pasukan Thalout. berkata mereka kepadanya: “Kami tidak berdaya dan tidak akan sanggup menghadapi dan melawan Jalout berserta tenteranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya dan lebih besar bilangannya daripada pasukan kami.”
Jalout, panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang berani, cekap dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap orang yang berani bertarung dengan dia pasti jatuh terbunuh. Namanya telah menimbulkan rasa takut dan kecil hati pada bahagian besar dari pasukan Thalout. berkata mereka kepadanya: “Kami tidak berdaya dan tidak akan sanggup menghadapi dan melawan Jalout berserta tenteranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya dan lebih besar bilangannya daripada pasukan kami.”
Akan
tetapi kelompok yang setia yang merupakan golongan yang kecil dalam
pasukan Thalout, tidak merasa takut dan gentar menghadapi Jalout dan
bala tenteranya, walaupun mereka lebih besar dan lebih lengkap
peralatannya karena mereka keluar ke medan perang mengikuti Thalout
dengan tekad yang bulat hendak membebaskan negerinya dari para penyerbu
dengan berbekal tawakkal dan iman kepada Allah. Sejak mereka
melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka sudah berniat bulat berjuang bermati-matian melawan musuh yang telah merampas rumah
dan tanah mereka dan bersedia mati untuk tugas suci itu. Berkata mereka
kepada kawan-2nya kelompok pengecut itu: “Majulah terus untuk bertempur
melawan musuh. Kami tidak akan kalah karena bilangan yang sedikit atau
kerana kelemahan fizikal. Kami akan menggondol kemenangan bila iman di
dalam dada kami tidak tergoyahkan dan kepercayaan kami akan pertolongan
Allah tidak menipis. Berapa banyak terjadi sudah, bahwa kelompok yang
kecil jumlahnya mengalahkan kelompok yang besar, bila Allah
mengizinkannya dan memberikan pertolongan-Nya. Dan Allah selalu berada
di sisi orang-orang yang beriman, sabar dan bertawakkal.”
Dengan
tidak menghiraukan kasak-kusuk dan bisikan kelompok pengecut yang ingin
mundur dan melarikan diri dari kewajiban berperang, Raja Thalout terus
maju memimpin pasukannya seraya bertawakkal kepada Allah memohon
pertolongan dan perlindungan-Nya.
Setelah kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan pertempuran dimulai, keluarlah dari tengah-2 barisan bangsa Palestin, panglima besarnya yang bernama Jalout berteriak dengan sekuat suaranya menentang pasukan Thalout mengajak bertarung seorang lawan seorang Berulang-ulang ia berseru dengan suara yang lantang agar pihat Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia bertanding dan bertarung namun tidak seorang pun keluar adri tengah pasukan Bani Isra’il menghadapinya. Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh Jalout kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra’il yang sedang dicekam oleh rasa takut dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah termasyur sebagai jaguh yang tidak pernah terkalahkan itu.
Setelah kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan pertempuran dimulai, keluarlah dari tengah-2 barisan bangsa Palestin, panglima besarnya yang bernama Jalout berteriak dengan sekuat suaranya menentang pasukan Thalout mengajak bertarung seorang lawan seorang Berulang-ulang ia berseru dengan suara yang lantang agar pihat Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia bertanding dan bertarung namun tidak seorang pun keluar adri tengah pasukan Bani Isra’il menghadapinya. Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh Jalout kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra’il yang sedang dicekam oleh rasa takut dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah termasyur sebagai jaguh yang tidak pernah terkalahkan itu.
Pada
saat yang kritis dan tegang itu di mana rasa malu rendah diri memenuhi
dada dan hati para pemimpin pasukan Bani Isra’il yang sedang memandang
satu kepada yang lain, seray bertanya-tanya dalam hati masing-2 gerangan
siapakah di antara mereka yang dapat maju membungkam ,ulut si Jalout
yang berteriak-teriak itu dan melawannya, datanglah pada saat itu
menghadap raja Thalout seorang lelaki remaja berparas tampan, bertubuh
kekar dan tegak, sinar matanya memancarkan keberanian dan kecerdasan. Ia
meminta izin dari sang raja untuk keluar menyambut tentangan Jalout dan
menandinginya.
Thalout merasa kagum
akan keberanian pemuda yang telah menawarkan dirinya untuk bertarung
dengan Jalout, sementara orang-orang dari pasukannya sendiri yang sudah
berpengalaman berperang tidak ada yang tergerak hatinya untuk menyahut
cabaran Jalout yang berteriak-teriak melontarkan ejekan dan hinaan.
Thalout dengan cermat memperhatikan perawakan sang pemuda itu merasa
berat dan ragu-ragu untuk memberi izin kepadanya turun ke gelanggang
melawan Jalout. Ia tidak membayangkan seorang dalam usia semuda itu,
yang belum pernah turun ke medan perang dan tiak berpengalaman bertarung
akan selamat dan keluar hidup dari pertarungan melawan Jalout. Ia
benar-benar bukan tandingannya, kata hati Thalout, bahkan merupakan
suatu dosa bila ia melepaskan pemuda itu bertarung dengan Jalout. Sayang
bagi usianya yang masih muda itu bila ia akan menjadi korban dan
makanan pedang Jalout yang tidak pernah memberi ampun kepada
lawan-lawannya.
Sang pemuda dengan
memperhatikan roman muka Thalout dapat menangkap isi hatinya bahwa ia
ragu-ragu dan bimbang untuk melepaskannya bertarung dengan Jalout maka
berkatalah ia kepadanya: “Janganlah engkau terpengaruh oleh usia mudaku
dan keadaan fizikalku yang menjadikan engkau ragu-ragu dan khuatir
melepaskan aku melawan Jalout karena yang menentukan dalampertarungan
bukanlah hanya kekuatan fizikal dan kebesaran badan akan tetapi yang
lebih penting dari itu ialah keteguhan hati dan keuletan bertempur serta
iman dan kepercayaan kepada Allah yang menentukan hidup matinya
seseorang hamba-Nya. beberapa hari yang lalu aku telah berhasil
menangkap seekor singa dan membunuhnya tatkal ia hendak menyergap
dombaku dan sebelum itu terjadi pula aku menghadang seekor beruang yang
ganas dan berhasil membunuhnya setelah bergulat mati-matian. Maka
bukanlah usia atau kekuatan badan yang merupakan faktor yang menentukan
dalam pertempuran tetapi keberanian dan keteguhan hati serta kelincahan
dan kecepatan bergerak dengan disertai perhitungan yang tepat, itulah
merupakan senjata yang lebih ampuh dalam setiap pertarungan.”
Mendengar
kata-kata yang penuh semangat yang keluar dari hati yang ikhlas dan
jujur sedarlah Thalout bahawa pemuda itu berkemahuan keras ingin melawan
Jalout. Ia percaya kepada dirinya sendiri bahwa ia dapat mengalahkannya
maka diberinyalah izin dan restu oleh Thalout untuk melaksanakan
kehendaknya dengan diiringi doa semuga Allah melindunginya dan
mengurniainya dengan kemenangan yang diharap-harapkan oleh seluruh
anggota pasukan. Kemudian ia diberinya pedang, topi baja dan zirah baju
besi namun ia enggan mengenakan pakaian yang berat itu dan pedang pun ia
menolak untuk membawanya dengan alasan ia belum biasa menggunakan
senjata itu. Ia hanya membawa sebuah tongkat beberapa batu kerikil dan
sebuah bandul untuk melemparkan batu-batu itu.
Berkatalah
Thalout kpanya: “Bagaimana engkau dapat bertarung dengan hanya
bersenjatakan tongkat, bandul dan batu-batu melawan Jalout yang
bersenjatakan pedang, panah dan berpakaian lengkap?”
Pemuda itu menjawab: “Tuhan yang telah melindungiku dan taring singa dan kuku beruang akan melindungiku pula dari pedang dan panah Jalout yang durhaka itu.” Lalu dengan berbekalkan senjata yang sgt sedrhana itu, keluarlah ia dari tengah-2 barisan Bani Isra’il menuju gelanggang di mana Jalout sedang menari-nari mengelu-elukan pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan menyombangkan diri.
Pemuda itu menjawab: “Tuhan yang telah melindungiku dan taring singa dan kuku beruang akan melindungiku pula dari pedang dan panah Jalout yang durhaka itu.” Lalu dengan berbekalkan senjata yang sgt sedrhana itu, keluarlah ia dari tengah-2 barisan Bani Isra’il menuju gelanggang di mana Jalout sedang menari-nari mengelu-elukan pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan menyombangkan diri.
Tatkala
Jalout melihat bahwa yang masuk gelanggang hendak bertanding dengan dia
adalah seorang pemuda remaja tidak bersenjatakan pedang atau panah dan
tidak pula mengenakan topi baja dan zirah, dihinalah ia dan diejek
dengan kata-kata: “Utk apakah tongkat yang engkau bawa itu.”Utk mengejar
anjingkah atau untuk memukul anak-anak yang sebaya dengan engkau? Di
mana pedangmu dan zirahmu? Rupa-rupanya engkau sudah bosan hidup dan
ingin mati padahal engkau masih muda yang belum merasakan suka-dukanya
kehidupan dan yang masih harus banyak belajar dari pengalaman. Majulah
engkau ke sini akan aku habiskan nyawamudalam sekelip mata dan akan
kujadikan dagingmu makanan yang lazat bagi binatang-2 di darat dan
burung-2 di udara.”
Sang pemuda
menjawab: “Engkau boleh bangga dengan zirah dan topi bajamu, boleh
merasa kuat dan ampuh dengan pedang dan panahmu yang tidak akan sanggup
menyelamatkan nyawamu dan tanganku yang masih halus dan bersih ini. Aku
datang ke sini dengan nama Allah Tuhan Bani Isra’il yang telah lama
engkau hina, engkau jajah dan engkau tundukkan. Engkau sebentar lagi
akan mengetahui pedang dan panahkah yang akan mengakhiri hayatku atau
kehendak Allah dan kekuasaan-Nya yang akan meranggut nyawamu dan
mengirimkan engkau ke neraka Jahannam?”
Melihat
Jalout melangkah maju, maka sebelum ia sempat mendekatinya, sang pemuda
segera mengeluarkan batu dari sakunya, melemparkannya dengan bandul
tepat ke arah kepala Jalout yang seketika itu juga mengalirkan darah
dengan derasnya hingga menutupi kedua matanya, lalu diikuti dengan
lemparan batu kedua dan ketiga oleh sang pemuda hingga terjatuhlah
Jalout tertiarap di atas lantai menghembuskan nafas terakhirnya.
Bergemuruhlah suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan Bani Isra’il menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas Jalout jaguh dan kebanggaan bangsa Palestin. Dan dengan matinya Jalout hilanglah semangat tempur pasukan Palestin dan mundurlah mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar dan diajar tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Bergemuruhlah suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan Bani Isra’il menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas Jalout jaguh dan kebanggaan bangsa Palestin. Dan dengan matinya Jalout hilanglah semangat tempur pasukan Palestin dan mundurlah mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar dan diajar tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Isi cerita di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah “Al-Baqarah” ayat 246 sehingga 251 yang bermaksud :~
“246~ Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isra’il sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami dapat berperang {di bawah pimpinannya} di jalan Allah.” Nabi mereka berkata: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang`.” Mereka menjawab : “Mengapa kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?” Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. 247~ Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah mengangkat Thalout menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalout memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi mereka berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberi pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. 248~ Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabout kepadamu di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun tabout itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman. 249~ Maka tatkala Thalout ke luar membawa tenteranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan satu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tidak merasakan airnya kecuali orang yang hanya menciduk seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnnya terkecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalout dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalout dan tenteranya.” Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui jalan Allah berkata: “Berpa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah berserta orang-orang yang sabar. 250~ tatkala Jalout dan tenteranya telah nampak oleh mereka, mereka pun berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kukuhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” 251~ Mereka {tentera Thalout} mengalahkan tentera Jalout dengan izin Allah dan {dalam peperangan itu} Daud membunuh Jalout, kemudian Allah memberikan kepadanya {Daud} pemerintahan dan hikmah {sesudah meninggalkan Thalout} serta Allah mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” { Al-Baqarah : 246 ~ 251 }
“246~ Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isra’il sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami dapat berperang {di bawah pimpinannya} di jalan Allah.” Nabi mereka berkata: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang`.” Mereka menjawab : “Mengapa kami tidak mahu berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?” Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. 247~ Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah mengangkat Thalout menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalout memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi mereka berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberi pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. 248~ Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabout kepadamu di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun tabout itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman. 249~ Maka tatkala Thalout ke luar membawa tenteranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan satu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tidak merasakan airnya kecuali orang yang hanya menciduk seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnnya terkecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalout dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalout dan tenteranya.” Orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui jalan Allah berkata: “Berpa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah berserta orang-orang yang sabar. 250~ tatkala Jalout dan tenteranya telah nampak oleh mereka, mereka pun berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kukuhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” 251~ Mereka {tentera Thalout} mengalahkan tentera Jalout dengan izin Allah dan {dalam peperangan itu} Daud membunuh Jalout, kemudian Allah memberikan kepadanya {Daud} pemerintahan dan hikmah {sesudah meninggalkan Thalout} serta Allah mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” { Al-Baqarah : 246 ~ 251 }
Catatan tambahan
Nabi
Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit bernama “Nabu”, di
mana ia diperintahkan oleh Allah untuk melihat tanah suci yang
dijanjikan {Palestin} namun tidak sampai memasukinya.
Sumber: dzikir.org/b_ceri15.htm